Ciuman Pertama Aruna

Baby Aruna



Baby Aruna

0Ketika pagi menjelang entah kapan perempuan itu terbangun yang Hendra temukan adalah gadis cantik dengan kuncir kuda.     

Midi dress dan wajah cerah sudah melekat di dirinya, seperti hari kemarin Hendra juga mendapatkan sarapannya.     

Setelahnya dia merangkak menggoyang tubuh Hendra yang sedang berpura-pura belum bangun.     

"Hen bangun.. bangun han.. ayo cepat sudah saatnya bersiap-siap".     

Pukul 6 pagi dia sudah sangat ribut. Hendra menggeliat sedikit membuka matanya melihat jam yang terpasang di dinding.     

"Ini masih jam 6 Aruna, kenapa kau buru-buru sekali. Aku bahkan masih ingin tidur lagi".     

"Ayolah.. ayo bangun!". Aruna menarik-narik tangan Hendra. Pria itu membalasnya dengan lebih gesit, menarik Aruna membuatnya jatuh tersungkur di ranjang mereka kembali.     

"Berikan aku ciuman di pipi aku akan bangun".     

"Kau itu selalu saja begini".     

"Mau enggak?? kalau enggak mau.. aku tidur lagi nih".     

Dan benar saja Aruna benar-benar melakukan keinginan Hendra. Dia tidak punya banyak pilihan, berharap segera menikmati udara kebebasanya.     

Gadis itu terduduk di samping tubuh Hendra yang masih malas, terbaring. Melengkungkan tubuhnya, sesaat kemudian menyentuhkan bibir merah menggoda di pipi suaminya. Setelah terlepas, rasanya terlalu ringan dan sekejab. Hendra langsung meraih tubuhnya dan menjatuhkan di ranjang.     

"Arh.. Kau mau apa lagi.. bangun sana!"     

"Aku juga ingin memberikan kecupan selamat pagi pada istri ku".     

"Kenapa akhir-akhir ini kau begini?! Aku benar-benar tidak suka!!".     

Hendra mengabaikan keluhan istrinya, mendekatkan kepalanya kepada Aruna. Kening mereka saling bertumpu. Dan sang pria mendaratkan kecupan kecil di dahi, mata,  hidung, dan..     

Ketika dia berniat untuk mencium bibir Aruna, gadis itu lebih tangkas menutup mulut dengan kedua telapak tangannya. Akhirnya dia alihkan kecupan itu di pipi istri pelitnya.     

Hendra hanya tersenyum melihat kengerian Aruna, memilih mengelus rambut perempuan yang tersungkur di bawah dirinya. Mengabaikan wajah sebal yang di tunjukan putri Lesmana.     

"Aruna aku benar-benar bahagia sepagi ini bisa melihatmu".     

"Aku sangat sa...". Belum selesai Hendra bicara, perempuan itu sudah berhasil terlepas dan mulai mengomel.     

_Sayang sama kamu_      

"Cepat mandi aku sudah siapkan semuanya!".     

"Ya.."     

"Jangan lama-lama!".     

"Ya..".     

"Hen mau pakai sepatu.."     

"Ya.. Ya..". Bilang iya aja terus, karena istri ngomel tidak ada obatnya.     

.     

.     

_Hari ini Dia benar-benar cerewet_     

"Hendra oleh-olehnya sudah disiapkan?". Baru saja di batin sudah mulai lagi.     

"Baru semalam ngomong, sebelum tidur pula".     

_Kapan aku sempat menyiapkan_     

"Jadi belum siap??".     

_Ya jelas dong. Arunaa.._     

"Nanti biar disusulkan ke rumah Ayah".     

"Harus bersamaan dong?! itu lebih bagus".     

"Kalau begitu kita nggak bisa berangkat pagi".     

"Ya sudah! berangkat pagi aja".     

Dan dia, gadis mungil ini terus saja bicara tanpa henti. Mungkin dia terlalu girang, karena hari ini dia bisa keluar dari rumah induk yang membelenggunya menjadi seperti kepompong.     

Aruna sempat mengetuk pintu kamar Oma dan tertua membuat Hendra males mengikutinya, tapi dia benar-benar berpamitan dengan cara yang baik.     

"Sampaikan salamku pada ayahmu". Bahkan orang tua kaku itu sempat menunjukkan lesung pipinya kepada Aruna. Lesung pipi mahal seperti milik Hendra     

***     

Matanya berbinar-binar menatap jalanan yang terlihat biasa saja.     

Aruna seolah menghirup udara segar membuka jendela mobil dan membiarkan udara Jakarta yang mulai pengap menerpa dirinya.     

"Bisakah kau tutup jendelanya? di luar banyak polusi!". Hendra khawatir.     

"Begini saja tidak boleh".     

"Ya itu demi kebaikanmu".     

"Kenapa kau pandai sekali mengekang hidup ku". Aruna keberatan keinginannya sederhana saja tidak diijinkan .     

"Hemm.. salah lagi". Hendra merasa serba salah.     

"Harusnya itu kata-kata ku, bukan kata-katamu". Aruna memasang wajah jutek andalannya.     

"Baik, ku biarkan kau sesuka hatimu". Sang CEO mulai bisa mengalah.     

"Ya! itu lebih baik".     

.     

.     

"Pak yang di depan, Aku ingin berhenti sebentar". Gadis itu mulai membuat permintaan. Sang sopir di depan menuruti nona keluarga tuannya. Aruna lincah turun dari mobil, membeli bubur sumsum mutiara.     

"Aku tahu kau tak akan bisa makan makanan seperti ini. Jadi aku tidak membelikan mu". Tapi Aruna membelikan dua pengawal Hendra yang duduk di depan dan Gadis itu tampak menikmatinya.     

"Apa itu enak?". Dia juga penasaran.     

"Bukankah tidak baik makan makanan yang dibeli sembarangan". Tapi gengsinya lebih kuat.     

"Ya.. mungkin aku hanya akan batuk. Tapi batuk, tidak akan membuat ku mati".     

"Kenapa bicara mu buruk sekali". Dia urungkan niatnya ingin mencicipi, mata biru juga ngeri mendengar kata batuk. Otaknya sudah mempresiksi skema masa inkubasi virus penyebab common cold (batuk pilek), Virus masuk→Inkubasi (2-3 hari)→Gejala muncul→Puncak tingkat keparahan gejala (2-3 hari)→Gejala berangsur pulih sampai sembuh total (waktu bervariasi)     

Otak Hendra terlalu detail. Dia menatap Aruna menyeruput air yang tercampur bubur dan bulatan merah muda dengan merinding.     

"Kau tahu Aruna bisa jadi di dalam situ terdapat Human rhinovirus (HRV), kelompok virus yang paling banyak menyebabkan batuk pilek. Selain virus tersebut, bisa jadi ada virus lain seperti coronavirus, adenovirus, human parainfluenza virus (HPIV), dan respiratory syncytial virus (RSV). Kau makan makanan yang terlalu berbahaya". Jelasnya panjang lebar.     

"T E R S E R A H. Terserah!". Gadis ini makin menikmati makanannya.     

Dua pengawal didepan tertangkap tak mampu menahan senyum mereka.     

***      

Ketika sampai rumah Ayah Lesmana. Gadis itu tidak peduli dengan apapun termasuk dirinya, Hendra. Dia berlari memeluk ibu dan ayahnya bahkan sesekali terlihat melompat. Hendra mengeluarkan koper dari mobil mereka sempat akan dibantu oleh ajudannya, tapi dia mencoba menghentikannya. Dia ingin menikmati masa-masa bersama Aruna dengan lebih dalam.     

Mengikuti langkah girang menyusui tangga menuju lantai 2. Sebuah pintu kamar berwarna putih dengan gantungan aksesoris unik didepan pintunya, tertuliskan 'Baby Aruna'     

Ketika pintu itu terbuka Hendra baru menyadari istrinya memang seorang desain project aksesoris dan pernak pernik yang maniak. Beberapa aksesoris dan benda-benda yang tak berfungsi bergelantungan dan tertata manis di jendela, di atas meja, di dinding bahkan di langit-langit tempat tidurnya. Ada bintang-bintang yang sangat unik, seperti mainan bayi yang bisa berputar dengan bunyi-bunyian. Gemerlap, mungkin jika malam hari benda ini bisa menyala.     

"Apa semua benda-benda aneh ini kau yang buat?".     

Aruna meliriknya dengan tatapan tajam ungkapan Hendra sungguh menjengkelkan. Jika Hendra membeli atau memiliki suatu benda sudut pandangnya adalah fungsi. Sedangkan Aruna, gadis ini memiliki sudut pandang yang bertolak belakang dia mengutamakan bentuk dan kreativitas di balik benda-benda tersebut.     

"Ini adalah surga ku. Jadi kalau kau merasa tempat ini aneh, silakan tidur di luar".     

"Oh! baik-baik aku tidak akan mengulanginya".     

"Tapi ini kan rumah ayahmu, sepasang suami istri tidak mungkin tidur di luar. Di hari pertama menginap di rumah mertua". Hendra tersenyum senang.     

Aruna terlihat menghela nafas.     

"Kau akan membawa semua benda-benda ini ke kamar kita?".  (di rumah induk)     

"Pantas kau bilang aku tidak bisa membelikannya, sepertinya benda semacam ini memiliki segmentasi pasar yang terbatas sehingga produksi dan display pasarnya juga terbatas".     

Entah laki-laki itu bicara apa, Aruna tidak peduli. Yang pasti dia sedang memandangi tong sampah bertelinga, tong sampah kelinci dengan mulut sebagai tutup sampah itu sendiri. Jadi ketika dibuka, sampah yang dimasukkan ke dalamnya terkesan seperti seekor kelinci yang sedang makan.     

Sebuah desain project yang Aruna kerjakan sendiri.     

Aruna berlarian kesana kemarin mencari baju-bajunya, kemudian menyusup ke kamar mandi dan berganti dengan pakaian khas dirinya. Sebuah kaos santai dipadupadankan dengan celana panjang.     

"Kau tidak boleh mengatur ku di sini! Aku ingin jadi diriku sendiri". Dia mengancam Hendra.     

Hendra masih takjub dengan pengamatannya. Duduk di ranjang shabby chic, unik dan terlalu sempit dalam benaknya.     

"Apa yang akan kita lakukan sekarang?. Apa kita mulai dari mencoba memanfaatkan ranjang mu?". Dia tersenyum sembari menepuk-nepuk ranjang mungil yang tidak mecing dengan auranya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.