Ciuman Pertama Aruna

Big Data Analytics



Big Data Analytics

0Pria ini tak lagi membutuhkan bantuan untuk pergi ke lantai D. Dia sudah memiliki segala hal terkait akses menuju lantai tersebut.      

Hanya saja dia sedikit kecewa karena sekretarisnya yang juga sahabatnya belum diperkenankan mengetahui keberadaan lantai D.     

Hendra menuruni lift itu sendirian, menempelkan kartu akses dan memencet 2 tombol secara bersamaan angka 5 dan 8. Ketika sampai di lantai bawah tanah tersebut. Sidik jari dan kornea matanya sudah cukup dikenal oleh alat deteksi yang berada pada pintu utama.     

Seperti biasa ,ketika dia mulai memasuki lorong yang diapit oleh 3 devisi yang berada pada lantai D. Para penghuninya terlihat bergantian menundukkan kepala untuk Hendra. Dia adalah pimpinan saat ini.     

Seorang ajudan yang dia kenal bernama Hery berjalan mengiringinya seperti seorang tour guide.     

"Apakah aku terlambat?". Tanya Hendra.     

"Tidak Anda sangat tepat waktu". Hery membalas seketika.     

"Dimana rapat dilangsungkan?".      

"Silakan ikuti saya, tentu saja di ruangan D". Hery hanya mengikutinya hingga ke pintu yang membawa Hendra menuju ruangan tempat dimana dia melihat seorang laki-laki ditembak oleh orang-orang Wiryo.     

Hendra berhenti sesaat, menatap hery.      

"Apa kau bisa membantuku?". Pinta Hendra.     

"Ya. Tentu saja".     

"Aku tidak tahu sampai kapan aku akan berada di ruangan itu".     

"Tolong kirimkan bunga mawar untuk istriku!. Bunga berwarna putih menunju kemerahan, beri catatan didalamanya (Untuk mu yang setia menunggu ku, Tolong jangan marah)". Hendra menatapnya sebagai tanda bahwa ini tugas penting.     

"Baik tuan!".      

"Panggil aku Hendra saja".     

"Mohon maaf.. saya, maksudnya kami, tidak diijinkan memanggil anda sembarangan".     

"Oh begitu ya.. biar lain kali aku ganti peraturan kaku itu".      

Kata-kata Hendra mengawali langkahnya memasuki lift. Sesaat kemudian lift itu bergeser ke sisi samping tubuhnya. Cukup cepat.     

Setelah cukup lengkap membaca informasi yang dikirimkan Pradita tentang ruangan dan beberapa fungsi di lantai bawah tanah ini.      

Hendra baru menyadari ternyata ruangan D. Berada tepat di bawah satu dari empat icon Djoyo tower. Lebih tepatnya, kantor pusat beberapa anak perusahaan Djaya Makmur group.     

Hendra tidak mengerti bagaimana mereka bisa membangun lorong melintasi jalan raya umum yang ada di atas permukaan.     

Benda ini seperti kapsul yang melaju cukup cepat perlahan berhenti dan pintu didepannya terbuka sempurna.     

Ketika Hendra memasuki ruangan itu semua kursi telah terisi kecuali kursi tetua Wiryo.     

Dan satu kursi yang dulu dia pertanyakan telah terisi perempuan dengan rambut sebahu tersenyum menyapanya: "Hai..  Hendra, apa kabar".      

Hendra terdiam dan mengabaikan senyum sapa perempuan yang tak dia kenal.     

"Oh' sepertinya kau melupakan ku. aku sering bermain dengan mu saat kita kecil. Pasti tim dokter itu sudah menghapus ingatan mu". Perempuan itu tersenyum manis sekali lagi mengharap disapa. Namun mata biru sama sekali tidak meliriknya.     

Hendra berhenti sejenak dari langkahnya mendekati kursi yang ditujukan untuknya.     

Dia hanya memegangi kursi itu sambil berkata: "bisakah kalian berdiri dan memberi hormat padaku sebelum aku duduk!". Orang-orang itu tersenyum menyeringai. Tapi, tetap mengikuti yang diperintahkan Hendra.     

Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh cucu Wiryo. Simbol Apa yang sedang dia mainkan, hingga dirinya yang terkesan anti dihormati secaa protokoler semacam itu, tiba-tiba meminta para anak angkat kakeknya termasuk sekretaris pribadi kakeknya yaitu Andos harus menundukkan diri kepada-nya.     

Barulah Hendra duduk di antara mereka.     

"Apa yang harus aku dengar dari kalian kali ini".      

Dan sang ahli teknologi informasi, Pradita. Menyentuhkan jarinya pada meja putih yang membentang dihadapan mereka sesaat berikutnya muncullah sebuah data. Data yang lahir dari sentuhan jari Pradita pada meja itu.      

Ternyata meja transparan berwarna semburat keputihan, nyata seperti yang tertuliskan. Meja dengan kemampuan Big Data Analytics.     

(Big Data Analytics adalah proses meneliti, mengolah data set besar (Big Data) untuk mengetahui pola tersembunyi, korelasi yang tidak diketahui, tren pasar, preferensi pelanggan dan informasi bisnis berguna lainnya)     

Dan Big Data Analytics meja ruangan D bukan sekedar mengolah data untuk keperluan bisnis. Meja ini lebih dari prediksi Hendra. Tanpa batas yaitu untuk mempertahankan kelangsungan Djayadiningrat.      

Jadi dia dikembangkan dan dirancang untuk mengetahui hal-hal diluar tren pasar. Tapi, lebih kepada segala pusat informasi yang bertujuan untuk menguatkan Joyo Makmur group dari segala aspek. Baik itu keselamatan pewarisnya maupun cara melumpuhkan lawan-lawan bisnis dan lawan lawan yang belum diketahui identitasnya.     

Pradita menggeser sebuah gambar kepada Hendra. Gambar itu seolah ditangkap dan diletakkan tepat di bawah tempatnya duduk.     

Pria itu mulai berbicara : "Dulu ketika pernikahan kakek anda dengan oma Sukma. Pernikahan itu berlangsung secara cara  tutup, demi keselamatan. Karena waktu itu tempat ini belum terbentuk secara sempurna. Hanya sebuah warisan yang terbengkalai dari generasi kedua.     

Sebuah ruang bawah tanah usang yang perlahan mulai direnovasi seiring menguatnya ancaman kepada kakek anda".     

"Kali ini pernikahan anda akan dibuka secara publik. untuk itu kami berharap anda menyadari bahwa hari itu perlu dilewati dengan hati-hati".      

Hendra mendapati foto pernikahan kakek dan neneknya yang dilangsungkan di tempat yang sama dengan Ahad nya. Taman dekat danau rumah induk.     

Sesaat dia mengingat hari dirinya menjabat tangan ayah Aruna. Hari yang begitu berkesan karena Aruna menjelma menjadi istri mungilnya yang ceria, banyak bicara, dan tiap nada serta ungkapannya menyenangkan.     

"Lalu mengapa para perempuan di keluarga ini yang mereka incar?". Hendra paling penasaran dengan alasan dibalik pertanyaannya.     

"Sebenarnya sebelum Anda menikah, harusnya Anda yang lebih banyak di incar. Namun karena kakek anda membiaskan pemberian tahta presdir kepada orang-orang seperti kami, para anak angkatnya. Sehingga Anda sama sekali tidak pernah mendapatkan ancaman". Kali ini Raka  pimpinan para pengawal Djoyodiningrat yang bicara.     

"Mulai kapan itu terjadi?".      

"Sejak kepemimpinan kakek anda, memang sudah diawali dengan masa krisis luar biasa. Karena tuduhan pemerintah masih bergulir terkait penggelapan APBN yang dikambinghitamkan kepada Djaya Makmur group".      

"Padahal waktu itu kakek Anda masih berusia 22 tahun dan bapak Warsito generasi kedua sudah mulai sakit-sakitan karena masa tua".      

"Dari situ mulailah sebagian para dewan Djoyo Makmur group membentuk koalisi dari saham-saham kecil mereka".      

Layar di bawah tempat duduk  Hendra secara tidak langsung bergerak menunjukkan data dan beberapa orang yang disebut sebagai dewan Joyo Makmur group.      

Sembari mendengarkan Vian bicara Hendra menggeser jemarinya.      

"Sekarang orang-orang ini sudah tidak ada kabarnya, Mereka lumpuh 22 tahun yang lalu. Selang beberapa bulan setelah kepulauan anda dari USA".     

"Kakek anda mengambil alih semua kepemilikan saham yang mereka miliki dan diakuisisi secara 100% oleh keluarga tunggal, Djoyodiningrat".      

"Ada semacam barter dalam pembelian saham para dewan DM group. Kakek melepaskan sebuah anak perusahaan yang cukup menjanjikan yaitu di pengolahan bahan bakar minyak serta beberapa jenis pertambangan".     

Hendra selalu dilarang mengembangkan bisnis DM Grup ke arah itu. Ternyata mereka pernah memiliki bisnis yang sama.     

Vian menggerakkan tangannya mengetik sesuatu kemudian membentangkan di atas meja. Dan kali ini sebuah informasi berbentuk potongan persegi panjang. Tersaji di hadapan seluruh peserta rapat.     

 Sayup-sayup terdengar suara Thomas menghembuskan nafasnya, matanya lebih menyala dan dia seolah sangat kecewa.      

"Perusahaan itu kini tumbuh sangat pesat dan mereka menjadi sahabat dekat orang-orang di pemerintahan".      

"Sebentar Thomas kita fokus dulu". Pradita menenangkan Thomas.     

Hendra merasa paling tidak tahu apa-apa walau dia dicanangkan sebagai pemimpin orang-orang didepannya. Pantas saja kakek tua itu selalu berkata : "Aku bisa dengan mudah membayar orang untuk menjadi CEO perusahaan ini". (Chapter 20)     

_Orang tua itu selalu memberiku banyak kejutan, tidak cukup ternyata hidup sebagai robotnya_ Perlahan Hendra menyadari tetua semakin tidak bisa dilawan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.