Ciuman Pertama Aruna

Garansi



Garansi

0"Ya Aku disini". Hendra menyergap dingin menakutkan. Membuat pendengar diujung sana merinding.     

"Kenapa jadi terdiam. Bukankah kau akan memberikan informasi penting?!. Apa hal itu tidak bisa diberitahukan padaku saja?". Suara Hendra datar, membuat Agus semakin merinding. Pemuda ini tahu Hendra suami Aruna, bukanlah orang sembarangan. Ketika lelaki ini mengetahui letak handphone Aruna yang tertinggal di Surat Ajaib termasuk mengetahui rumah Damar saat Aruna tiba-tiba menghilang dari outlet Surat Ajaib.     

Sebagai mahasiswa teknologi informasi, Agus sadar orang ini juga mengembangkan hal yang sama.     

"Em.. saya minta maaf, benar-benar minta maaf".     

"Baiklah, kali ini aku tak akan gegabah". Hendra menyingkir dari istrinya yang terbaring dalam tidur. Dia perlu memastikan Aruna tidak akan mendengar percakapannya dengan Agus.     

"Kalau boleh tahu, siapa yang minta informasi tentang keberadaan Damar?".     

"Itu... saya tidak ingin melawan anda, tapi sebaiknya anda tidak tahu".     

"Jadi istri ku yang menginginkan nya?". Bagi Hendra menangkap sesuatu yang disyaratkan Agus adalah hal yang mudah.     

Agus terdiam membeku.     

"Ya, baik lah.. kau tidak bersalah". (Hendra)     

"Aku tidak akan melakukan tindakan padamu".     

"Tolong.. tolong jangan hukum Aruna karena ini".     

"Wow... Kau memang sahabat yang baik".     

"Jangan khawatir.. aku tidak akan menghukum istriku karena aku...". Sang suami tidak melanjutkan kata-katanya.     

"Aku hanya butuh informasi, dimana Damar?". Mahendra terang-terangan mendesak Agus.     

"Sekali lagi saya mohon maaf, informasi tersebut juga tak bisa saya berikan pada anda".     

"Hehehe... Kau benar-benar sahabat yang baik".     

"Kalau begitu permintaanku aku ganti".     

"Kau tahu Aruna istriku?!, seperti itu pula kau harus menghargai keberadaan suami sahabat mu!, Jadi, jangan sampai kau beritahukan dimana Damar berada pada Aruna".     

"Atau kamu tidak akan pernah melihat Aruna berada ditengah-tengah kalian lagi". Suara Hendra terdengar santai tapi beraura ancaman bagi tiap lawan bicarannya.     

"Baiklah aku terima. Asal anda tidak menghukumnya".     

"Apa aku benar-benar terlihat jahat, sampai kalian selalu berpikir aku akan berbuat buruk pada istri ku sendiri?".     

"Tidak juga. Anda hanya terlalu posesif, sehingga semua orang yang melihatnya termasuk kami. Selalu berfikir anda akan membatasi kehidupan sahabat kami Aruna".     

"Ya.. aku rasa kata-katamu tidak salah".     

"Baiklah saya akan pegang janji saya. tolong anda pegang janji anda".     

"Kalau boleh aku mau titip pesan untuk temanmu itu. Katakan padanya, sekeras apapun dia berusaha mengambil istriku usahanya hanya akan sia-sia".     

Agus terdiam membeku, tak lama kemudian pemuda itu mematikan panggilannya.     

Sedangkan suami Aruna berjalan melambat memandangi tubuh istrinya dengan wajah merah menyala. Dia tahu dirinya mulai bermasalah. Pria itu mengurungkan niatnya mendekati Aruna. Dia mencari Amitriptyline untuk menenangkan dirinya. Dia takut jika tiba-tiba dirinya melampiaskan kemarahan yang tak terprediksi kepada perempuan yang dia cintai.     

Setelah lama duduk termenung dan merasa dirinya membaik. Mata biru mendekat memeluk dan meletakkan kepala istrinya dilengan.     

_Bukankah ini lucu, aku memelukmu tiap malam tapi hatimu terpaut pada pemuda itu_     

_Jangan harap kalian bisa bersama selama ada aku_     

_Lihat saja aku akan memenangkan hatimu cepat atau lambat_     

.     

.     

Ketika Aruna terbangun, dia dapati dirinya berada di lengan kanan Hendra. Pria itu tidur pulas disisinya sambil memegangi tubuhnya. Aruna perlahan melepaskan diri, sangat hati-hati supaya Hendra tidak terbangun.     

Sebaliknya saat Hendra terbangun, pria ini sudah mendapati Aruna mengenakan baju yang dia belikan bahkan secangkir susu terletak dinakas dekatnya terbaring.     

Aruna tampak sibuk menyiapkan baju yang akan dikenakan Hendra. Dasi, sepatu, jas, hem, serasi terletak begitu manis ditepian ranjang. Gadis mungil ini bahkan sedang sibuk memadupadankan jam tangan mana yang akan dipakai Hendra.     

"Oh, kamu sudah bangun?".     

"Apa yang terjadi padamu?. Kenapa hari ini jadi anak baik".     

"Tentu saja karena hari ini aku sangat happy". Aku akan keluar dari rumah ini, setelah empat hari berturut-turut tidak bisa melihat langit kecuali dari jendela kamar.     

"Happy karena aku peluk semalaman?".     

"Cih, hal itu tidak termasuk dalam kriteria kebahagiaanku".     

Hendra bangkit mengamati perilaku manis Aruna.     

"Kau bahkan sudah secantik ini, tumben banget?!".     

"Hehehe.. tentu saja".     

Biasanya ketika Hendra berangkat kerja, dia masih bermalas-malasan tidur.     

"Aku akan jadi istri baik mulai sekarang, walaupun tidak ada di MOU".     

"Jin baik mana yang merasuki mu?".     

"Yah.. karena hari ini aku punya banyak permintaan pada orang yang punya kartu ajaib".     

"Oo.. ada udang dibalik batu ceritanya".     

"Yup!. Kamu cerdas". Gadis ini menirukan gaya Hendra ketika dia bisa menebak keinginan sang CEO.     

"Wah.. kayaknya akan jadi permintaan yang berat".     

"Ya. Karena hari ini aku akan minta uang saku, minta kamu pulang lebih cepat, dan kita segera ke rumah Ayah. Termasuk minta dibelikan em.. ".     

"Hehe.. yang jelas minta kerumah ayah atau minta pembungkus 2 lingkaran".     

"Ke rumah Ayah".     

"Harus hari ini ya..?"     

"Kau lupa??. Hari ini kita sudah janjian akan kerumah Ayah!?".     

"Oh jadi ini yang membuatmu baik padaku. Ya' semoga aku bisa pulang tepat waktu".     

"Bukan semoga Hendra, tapi harus!".     

"Ya ya aku usahakan".     

"Ingat! tidak boleh lebih dari pukul 6, kamu harus berada dirumah!".     

"Ya aku usahakan".     

"Kenapa selalu begitu kata-katanya!".     

"Karena aku sibuk".     

"Pokoknya kamu harus datang tepat waktu".     

"Aku akan merapikan baju-baju mu". (Aruna)     

"Emang kita akan menginap berapa hari?".     

"Ini kan hari Jumat, tentu saja dua hari Sabtu dan Minggu".     

"Ya maaf.. aku tak terbiasa menikmati weekend".     

"Awas kalau sampai kamu datang terlambat aku akan berangkat sendiri".     

"Tidak ada yang bisa memberimu ijin keluar dari rumah ini kecuali perintahku".     

"Makanya kamu harus datang tepat waktu".     

Hendra menyusup ke kamar mandi. Ketika membuka pintu secara mengejutkan, Aruna sudah berdiri didepannya. Didepan pintu bathroom dan menyerahkan baju yang harus dia kenakan. Bahkan saat ia akan memakai jas, gadis ini tangkas membantunya.     

"Aku benar-benar curiga..  Bagaimana bisa kau semanis ini?".     

"Karena aku ingin kau ingat datang tepat waktu. Dan aku juga ingin minta uang saku".     

"Apa yang kau butuhkan? kau bahkan tidak bisa keluar dari rumah ini?!".     

"Nanti waktu kita berangkat kerumah Ayah aku ingin berhenti dulu di toko kue, aku ingin beli sesuatu buat Bunda sama Ayah dan kakak juga. Masa datang nggak bawa oleh-oleh".     

"Ya Tuhan.. Kalau semacam itu tinggal ngomong saja, pasti aku siapkan".     

Percakapan mereka diwarnai gerakan tangan kecil merapikan dasi suaminya.     

"Kamu belum minum susu mu".     

"Kau pikir aku bayi?. Buat apa pagi-pagi membuatkan susu?!"     

"Yang aku butuhkan itu, hehe sesuatu yang ada didadamu". (Hendra)     

"Sudah pergi sana! menyebalkan!".     

"Haha.. bawa sini sekarang! biar aku minum".     

"Apa kau membuatnya sendiri?". (Hendra)     

"Ya, roti bakar ini juga buatan ku".     

"Tapi aku tak berani menawarkan nya, karena gosong. hehe" (Aruna)     

"Tak apa berikan pada ku".     

"Jangan... kau kan nggak bisa makan makanan sampah".     

"Tapi, ini kan pertama kalinya istriku susah payah menyiapkan sarapan untuk ku".     

"Cih' Dari mana kamu belajar jadi manis begitu".     

Hendra hanya tersenyum, Aruna tidak sadar bahwa ucapanya sungguh-sungguh.     

"Oh iya, Kau boleh memberikan kecupan sebelum aku berangkat. Garansi supaya aku datang lebih cepat".     

Hendra sudah selesai mengemas bag yang harus dia bawa. Pria itu menyodorkan diri minta garansi.     

_Huuh.. menyebalkan, Kenapa orang ini selalu begini_     

Aruna tidak bisa menolaknya, gadis itu memberikan pelukannya untuk Hendra dan secara mengejutkan laki-laki bermata biru mengecup keningnya.     

"Tunggu aku, aku segera pulang!".     

Sesulit apa pun perilaku Aruna, Hendra berusaha bersabar. Dia perlu membuat gadis ini tidak menyadari bahwa dia sedang di dalam kurungan.     

***     

"Surya, Apa agenda aku hari ini". Hendra memintal iPhone yang biasa digunakan Surya untuk menunjukkan jadwal hariannya.     

"Tidak banyak hanya saja membutuhkan waktu yang panjang. Kau mendapat undangan dari orang-orang di lantai D".     

"Apa yang perlu aku bahas dengan mereka".     

"Persiapan menempatkan orang-orang Raka di kehidupan pribadi istri mu, sudah hampir mencapai 100%. Kau hanya perlu memeriksanya sebagai persetujuan akhir".     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.