Ciuman Pertama Aruna

Perusak Estetika



Perusak Estetika

0"Em.. Aruna beberapa hari ini kita kedatangan anggota baru, statusnya relawan sich.. Namanya kak Andin, dia minta ijin melakukan penelitian tentang Surat Ajaib". (Lili)     

"Terus".     

"Sebagai gantinya, dia sekalian ingin bantu-bantu kita". (Lili)     

 "Wah pas banget dong".     

"Entahlah.. aku merasa wajahnya familiar". (Dea)     

"Orang cantik memang selalu familiar, mungkin kamu pernah melihatnya di Instagr*m". (Agus menyela tanpa muka)     

"ih kamu ngerep ya gus, biar gak terus-terusan jomblo". (Dea)     

"Aku kan laki-laki, wajar dong suka cewek cantik. Asalkan tidak payah seperti Aruna. Menyusahkan!". (Agus)     

"Kenapa tiba-tiba aku yang kena?. Jahara.. (Jahat nggak kira-kira) Liat saja kalau aku sampai mogok kirim OkeFood, kamu tahu betapa menyiksanya itu??".     

"Hai.. kalau itu yang tersiksa bukan Agus saja tapi kita juga..". (Dea)     

"Kak Aruna jangan lupa menu bintang 5, hotel CEO ganteng". (Laras)     

"Eh' kamu kecil-kecil banyak maunya minggir". (Lili)     

"Baiklah akan aku usahakan".     

_Kalau Hendra sempat mengangkat telephon ku sich_     

"Em.. boleh nggak aku ngomong sebentar dengan Agus".     

Agus meraihnya dan menyingkir lebih jauh.      

.     

"Gus! Jangan taruh heandphone di telinga masak aku harus liat lubang telinga mu".     

"Haha lupa?!"     

"Kamu mau ngomongin Damar ya.." (Agus)     

"Terimakasih sudah tahu. Bagaimana kondisinya?".     

"Ya.. begitulah".     

"Ayo lah.. jujur saja pada ku".     

"Kau sudah bersuami Aruna, sebaiknya kau tidak tahu".     

"Ayo lah gus!". Mendesak     

"Terakhir kali aku bertemu dengannya, dia berantakan dan yach.. kau tahu sendiri si bodoh itu selalu tergila-gila pada mu.. seperti mau mati saja dia".     

"Ada yang mengurusnya?".     

"Kau tahu Pandu? Managernya masih membantunya, dan dia sering menolak kedatangan ku, karena Damar tidak mau menemui ku".     

"Lalu sekarang bagaimana?".     

"Dua kali aku kerumahnya, rumah itu kosong aku tidak tahu dia dimana?"     

Mata Aruna memerah.     

"Apa dia pulang ke rumah bu HRD?"     

"Aku sudah bertemu Mituo, pura-pura mengirimkan titipan Damar. Sempat ngobrol, dia bilang Uda Danu beberapa kali pulang. Tapi sebenarnya jika dirunut. Kepulangan Damar sebenarnya sebelum kejadian mengerikan itu".     

"Gus boleh nggak aku minta tolong untuk terus mencarinya..".     

Air matanya mulai jatuh.     

"Tanpa kau minta aku sudah melakukannya..". (Agus)     

"Aruna, Ah' aku tahu ini tidak boleh dilakukan. Tapi bisakah kau menemuinya sekali saja jika aku menemukan dia?"     

Perempuan diujung sana mengangguk.     

"Jujur aku takut dia ingin mati sungguhan. Ups! Bahasa ku terlalu ekstrim ya.. Tapi tenang saja handphone-nya masih hidup, kadang pesan ku diread. Kalau sampai ketemu, ku habisi dia. Membuat khawatir saja".     

"Tolong temukan dia Gus".     

"Sudahlah jangan menangis..". (Agus)     

"Aku kayak nonton drama Siti Nurbaya saja.. padahal nggak suka nonton..". (Agus)     

"Gus kalau menemukan Damar, kabarin aku segera ya".     

"Iya.. iya.. hapus air mata mu!, Ah' kalian menyedihkan..".     

"Oh ya, jangan sampai ketahuan suami mu.. aku takut pria posesif itu benar-benar mengurung mu dikastilnya".     

_Aku sudah di kurung di sini.. andai kalian tahu aku tak nyaman keluar dari kamar ku.. tidak pernah diperkenalkan dan tidak ada yang mengajak berkenalan.. padahal disini lebih banyak orang, hanya berseliweran memandangi ku_     

"Kau melamun ya.. dah dulu ya.."     

"Aku males diteriaki Lili 'Gus kau membuang-buang uang dengan membuang waktu ". Pemuda bongsor ini mengecilkan suaranya menirukan gaya Lili.     

"Aruna cepat kembali, atau aku akan berdebat terus dengan Lili".     

"Yang rajin dong kamu, kamu pasti sering telat".     

"Padahal aku nggak separah Damar dulu..".     

"Kamu dan dia kan beda, dia nggak perlu tepat waktu. Hanya butuh moodnya tepat saja".     

"Huh! anak itu lagi..".     

_Kita semua merindukannya_     

***     

"Bagaimana dengan yang ini?". Rapat besar DM Construction.     

"Desainnya sudah cukup baik.. Tapi tidak ramah lingkungan dan penggunaan lampu akan boros". (Hendra)     

"Yach.. aku juga setuju!". (salah seorang Arsitek DM Construction)     

"Yang satunya.. aku kurang suka kamar mandinya, untuk yang perempuan terlalu terbuka". (Riswan)     

"Bagaimana kalau kita buat kolaborasi antar Arsitek, supaya ekspektasi kita lebih cepat tertangkap. Apa hal tersebut bisa dilakukan?".     

"Wah benar juga, kenapa tidak terpikirkan oleh kita". (salah seorang Arsitek DM Construction)     

"Kau tidak ingin menyumbang ide, Riswan?".     

"Aku lulusan Urban Design, lebih ahli di bagian tata letak. Terkait fungsi dan teknologi yang tertanam masih sangat mungkin, tapi untuk interior dan memperindah ini itu.. teman-teman jauh mumpuni". (riswan)     

"Untuk perpustakaan jadi diletak…" (Hendra)     

Bip Bip Bip     

"Oh sebentar". Menahan lawan bicaranya.     

"Ya hallo Aruna..".     

"Em.. boleh tahu caranya pesan menu yang biasa kamu kirim ke outlet Surat Ajaib?". (Aruna)     

"Hanya itu saja tidak ada yang lain?".     

"Em.. kapan kamu pulang?".     

"Agak larut hari ini".     

"Kau belum menjawab pertanyaan yang pertama ku".     

"Tenang saja Surya akan mengurus semuanya".     

"Ada lagi yang perlu kita bahas?". (Hendra)     

"Kalau tidak ada..". (Hendra)     

"Kapan aku diijinkan kembali kuliah dan beraktivitas bersama teman-teman ku?".     

"Tunggu dulu ya.. kami masih membuat persiapan".     

"Persiapan apa?"     

"Kita bahas nanti saja, oke!".     

Hendra larut dalam kesibukannya.     

.     

.     

"Aruna.. Dimana kamu??". Lelaki ini berhati-hati memasuki kamar. Pukul 21.22 cukup wajar untuk seseorang tidur. Namun pelayan yang diminta masuk membangunkan istrinya bilang gadis ini tidak ada di ranjang. Mungkin dia dikamar mandi.     

Sayangnya kamar mandi kosong tidak ada orang.      

_Ah' apa itu?? Gila anak ini.._     

"Arunaa… Arunaa.. dimana kau?!".     

_Benar-benar perusak estetika terhebat_     

_Tapi.._     

"Hehe..". Wajahnya memerah, Pria itu memandang panorama unik di kamar mandi. Menatap malu-malu. Bahkan telinganya memerah. Menutup matanya dengan sekelompok jemari sembari geleng-geleng. Lesung pipinya tergambar jelas, efek dari senyum lebar karena tidak percaya dengan kelakuan istri mungilnya.     

Pria ini mengangkat ragu-ragu telunjuknya, Namun.. Ah' sungguh dia sangat penasaran ingin memegangnya.     

_Apakah memeganginya tidak masalah? Ya tuhan.. aku mirip pria mesum sungguhan_ Jari telunjuk itu mentoel-toel pembungkus dua lingkaran Aruna yang sedang di jemur dalam kamar mandi, disebelahnya ada juga segitiga berwarna pink.     

_Anak ini membuat ku.. ah aku malu_ dia melangkah pergi hanya dua langkah dan kembali, tidak rela membiarkan kesempatan emas ini terlewatkan.     

Mengamatinya sembari menyeringai jahil dan mulai beraksi. Sengaja meraih jemuran perusak estetika tanpa sisa. Mencari-cari laci untuk menyembunyikannya.     

"Hehe..". Kunci laci terlempar ke atas dan dengan tangkas di tangkap kembali. Melangkah riang ke luar kamar mandi, demikian girang hingga lagu berantakan terdengar keluar dari mulutnya, tipikal tak pandai bernyanyi.     

"Kemana.. anak itu?". Sejenak terhenti, mengamati baju-baju yang dia belikan sudah dibawa masuk oleh para asisten rumah induk.     

Hari ini Hendra berniat memberinya kejutan selain baju baru buat Aruna, lelaki bermata biru juga membelikan sepatu yang diinginkan istrinya.     

_Nanti aku harus minta kompensasi_     

_Apa dia mau ya...?_ Memasuki ruang baju yang membentang.     

Hendra mulai melepas jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, lalu gesper dan seperti bisa pria ini konsisten perfeksionis. Meletakkan tepat pada tempat dan sudut yang sama. Ketika dirinya mulai melangkah menuju cermin, melepas kancing pergelangan tangan.     

Pupil mata biru terbuka lebar semakin melebar. Selanjutnya sang pemilik memilih mengendap-endap. Dia menangkap sketsa seorang perempuan yang sedang dicari-cari.     

Ruangan berbentuk huruf 'm' dengan kaca lebar membentang dari ujung kanan hingga kiri. Mampu menangkap aktivitas apapun yang terjadi di setiap Lorong.     

Termasuk tubuh mungil yang memunggungi cermin. Sedang sibuk memilih hemnya.     

"Hehe". Hendra terkekeh dalam kebahagiaan. Ketika punggung gadis itu perlahan terbuka. Dia mau ganti baju. Pria ini semakin penasaran mendekati cermin, dan mengendap mencari tempat paling tepat untuk menangkap panorama pengacau logika.     

_Ayo buka.. Ah mengapa dia menghadap kesana_ Dan punggung tak lagi terlapisi.     

"Hehehee…" Hendra tidak bisa mengendalikan tawanya. lelaki ini sempat memukul ringan pintu almari didepan wajahnya, terlampau heppy. Menyadari punggung si dia tidak dihiasi tali pengait dua lingkaran. Artinya benda-benda perusak estetika tadi, dicuci semua dan dia berhasil menyembunyikannya.       

_em.. seperti ada??_     

_Ah.. entahlah_ Mengambil baju lain, mulai menyusupkan lengan.     

"Tunggu! Tawa? Siapa yang tertawa?".     

Berbalik.     

"HENDRAAAAA….!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.