Ciuman Pertama Aruna

Tas Gucci



Tas Gucci

0"Kemarilah.. mereka ingin kita lebih dekat". Hendra memeluk istrinya yang kini jadi perempuan pendiam.     

"Sekarang cium keningnya". Minta para pemegang kamera.     

Hendra menatapnya meminta izin, Aruna hanya pasrah saja. Lelaki bermata biru untuk pertama kalinya merasakan kedamaian luar bisa, dia tidak mendapatkan 100% hati Aruna. Namun dirinya begitu bangga bisa mengecup kening perempuan pemberi rasa teduh dihati.     

_Aku mencintaimu Aruna, mungkin aku belum bisa mengatakannya dengan jelas. Tapi kali ini aku tahu tiap indikator memberikan klasifikasi yang jelas bahwa aku mencintaimu. Dan aku bahagia hari ini_     

Sesaat berikutnya yang tak kalah luar biasa adalah foto bersama maskawin mereka. Ah' tak bisa di ungkapkan mungkin 3 sampai 4 kali harga Rolls Royce. Bisa dibayangkan betapa orang-orang ternganga dengan berlian itu. Dan sekali lagi ekspresi gadis payah, tetap saja datar.     

Bundanya sangat getir, dia tahu itu bukan putrinya. Kemana Aruna yang riang, dimana senyumannya. Perempuan itu terduduk dalam lelah, suaminya apa lagi. Jika laki-laki layak menangis dia yang akan menangis paling awal. Tapi apalah daya, janji adalah janji dan harus ditepati.     

Ayah itu mendatangi menantunya untuk pertama kali disela-sela mempelai menyambut salam dan tegur sapa dengan tamu undangan. Termasuk ketika Aruna menemui teman-temannya untuk berswafoto.     

"Bisa ikut dengan ku sebentar".     

"Ya ayah".     

Lesmana terlihat letih membuang nafas.     

"Kau mungkin lelah mendengarnya tapi aku harus mengulanginya secara langsung kepadamu".     

"Sekarang ikatanku dengan kakekmu telah usai, dan aku mendapatkan hakku kembali sebagai ayah yang sesungguhnya termasuk mertua yang sesungguhnya". Lelaki bernama Lesmana seperti ingin mengintimidasi menantunya.     

"Jangan paksa dia melakukan sesuatu yang dia tidak mau, termasuk itu. Kau tahukan maksudku".     

"Ya ayah". Mata biru hanya bisa mengiyakan, toh hal semacam itu belum bisa dia hadapi.     

"Akun akan bertindak, bahkan diluar kemampuan ku kalau perlu. Jika putriku mengalami hal buruk".     

"Tenang saja Ayah aku tidak seburuk itu".     

"Andai kami bisa melawan keluargamu, pasti sudah kami lakukan sejak awal. Tapi apalah daya ku..".     

Kini Hendra seolah diposisikan sebagai antagonis. Andai pria didepannya tahu bahwa dia sama sayangnya kepada gadis kecil itu, mungkin hasilnya akan berbeda.     

"Sekali saja dia mengutarakan kalimat tidak tahan, kami punya hak mengambilnya. Andai kamu tidak bisa berbuat baik padanya. Dorong dia mengungkapkan kalimat tersebut. Akan ku bantu kamu terbebas dari pernikahan ini, kakek mu sudah sepakat".     

_Ah' yang benar saja.. apa-apaan ini?_     

Hendra mengusap peluh dikenangnya. Menanggalkan blangkon yang dia kenakan. Mengamati punggung ayah mertua yang baru saja mengancamnya.     

Sungguh keterlaluan Aruna bisa hilang kapan saja ketika gadis ini menyatakan menyerah dengan pernikahan mereka. Dilihat dari ekspresinya saja dia sudah menyerah sejak awal. Dada Hendra mulai sakit dan kepalanya mulai pening.     

Memanggil seseorang untuk mengambilkan Amitriptyline. Dan suasana hatinya menjadi lebih tenang namun ekspresi wajah terlihat buruk.     

"Aruna..". Dia memanggil istrinya yang masih sibuk dengan teman-teman Surat Ajaib.     

Tapi gadis itu tak begitu mendengar karena fokus pada yang lain.     

"Eh ini bagus..". Laras menunjukkan hasil swafoto.     

"Yang ini juga.." .     

"Kayaknya semuanya bagus dech..".     

"Kak aku share digrup aja ya.. entar tingga…". Belum usai.      

"JANGAN!!". Ancam yang lain.     

"Sini-sini handphone mu. Kita buat grub baru untuk share foto". Lili merebut Hp Laras. Tanpa komando mereka tahu ada seseorang yang tidak sanggup melihat foto-foto ini digrup Surat Ajaib. Damar masih disana sebagai pembimbing Tito termasuk Laras.     

Kejadian Bridal Shower, sepertinya tertangkap Damar dari chatting dan share foto mereka digrub ini. Tidak ada yang mampu mengulanginya lagi.     

"Aruna..!". Hendra menyeru lebih keras.     

Lekas-lekas perempuan ini menoleh, berpamitan dengan teman-temanya.     

"Em.. Ada apa?".     

"Sudah saatnya kita ke mimbar".     

Ada sebuah space indah, Altar tak begitu tinggi berhiaskan mawar putih termasuk bunga kecil-kecil yang kabarnya adalah bunga favorit Hendra, Baby Breath. Buket bunga Aruna juga didominasi oleh bunga Baby Breath, bunga lambang cinta abadi.      

Tapi Aruna tidak berniat melempar buket bunganya, apalagi kalau sampai teman-temannya memperebutkan buket itu. Dia sudah melarangnya, teman-temannya tidak boleh menikah muda seperti dirinya. Harus meraih impian mereka terlebih dahulu.     

Keduanya berjalan dan berakhir di Altar. Disambut riuh tepukan tamu undangan yang datang. Ada Riswan dan Camilla disana, walikota benar-benar menjadi saksi pernikahan mereka barusan.     

"Baiklah ini yang kita tunggu-tunggu".     

"Aa.. ya ampun..". Terdengar seruan dari mereka. Mempelai akan melangsungkan French Kiss, dan para tamu undangan terlihat antusias termasuk Camilla didalamnya sudah siap dengan heandphone.     

Sayangnya Aruna tidak begitu paham, Hendra menangkap wajah naif itu.     

"Kalau kau tidak mau melakukannya bilang saja".     

"Ah' apa??".     

"Ketika wajah ku mendekat pura-puralah cegukan". Hendra berbisik lirih pada telinganya.     

_Aku tak mau kau membenciku, karena ceroboh seperti kemarin_     

Aruna belum benar-benar paham, sampai mata biru mendekat semakin teduh. Ah' dia akan dicium. Melirik tamu undangan sejenak dan mendapati mereka tersenyum sumringah. Sedangkan Hendra makin dekat mendesak, sungguh tekanan batin.     

Oh' iya?! gadis ini tersadar, dia harus cegukan. Iya dia perlu cegukan. Tak masalah sedikit unik asal selamat.     

"Hikm.. hikm.. hikm..". Putri Lesmana pura-pura.     

"Yach… maaf… istri ku terlalu grogi sampai cegukan". Hendra memasang wajah kecewa dan memelas, lucu menggemaskan. Tidak cocok dengan perawakan dan visualnya, termasuk karakternya yang dingin dan kasar selama ini. Membuat tamu terkesan dan mereka pun tertawa.     

Ini sedikit konyol namun Aruna merasa cukup tersentuh karena CEO DM Grup yang kini jadi suaminya telah menolongnya.     

Menit berikutnya mereka mulai pada sesi ucapan terimakasih kepada anggota keluarga, kerabat dan sahabat termasuk kepada pasangan.     

Pasangan ini mendekati podium putih, sebuah mic wireless tergeletak diatasnya.     

"Terimakasih atas kehadiran anda semua". Begitu saja, tidak ada basa-basi, cukup mengecewakan. Bukankah sesi ini ditujukan sebagai ungkapan terimakasih bahkan kalau perlu ungkapan permintaan maaf yang mendalam untuk setiap orang yang telah berjasa dalam hidup mereka berdua.     

Aruna lebih paham. Istri mungil ini menyerobot mic Hendra.     

"Maafkan suami ku.. kadang dia memang begitu". Aruna menggaruk-garuk sudut lehernya yang tidak gatal sembari melirik Hendra. Tertangkap polos menimbulkan tawa.     

"Em.. aku mulai dari mana ya..". Dia berfikir.     

"Mungkin orang akan merasa tertekan ketika membayangkan menikah semuda diriku, aku bahkan seminggu lagi baru berusia 20 tahun. Tapi kurasa itu tak masalah karena laki-laki disampingku punya kartu ajaib yang begitu mengejutkan fungsinya".      

"Hahaha". Tamu undangan tertawa. Demikian juga Hendra, sudut matanya menyipit mendengar ungkapan Aruna.     

"Sepertinya aku perlu minta maaf, karena pernah memintanya memborong sneck dan mainan sampai mbak kasirnya marah 'Ah kamu mau beli semuanya??', dia tidak yakin dengan ku. Tapi sesaat kemudian mbaknya tersenyum ramah setelah laki-laki itu (menunjuk Hendra) menyerahkan kartu ajaibnya, hehe siapa suruh menikahi anak kecil".     

"Hahaha". Hendra ikut tertawa, matanya menyipit dan lesung pipinya terpola dengan jelas.     

"Oya.. aku juga minta maaf mungkin karena aku tidak begitu peduli dengan penampilan apalagi makeup, kamu sering kerepotan mendandani ku. Bahkan aku tidak tahu sekeren apa itu Harry Winston, mata kakak ku melotot karena aku payah. Yach mau bagaimana lagi aku benar-benar tidak tahu.."     

"Hahaha". Tawa tamu undangan pecah termasuk Hendra. Pria itu akhirnya bisa tertawa lepas.     

"Ngomong-ngomong soal benda yang dia berikan, ah aku sering merusaknya. Apalagi tas itu, aku gunakan untuk memukuli seorang pencuri!. Tiap kali aku teringat kejadian itu. Ku rasa aku akan memukulnya sekali lagi, kalau perlu ku jambak dia (Aruna berapi-api). Hancur dech tas guccinya…".     

"Bwahahaha". Kini tinggal Hendra yang tertawa terpingkal-pingkal sendirian. Tamu undangan tidak mengerti cerita apa yang dimaksud mempelai perempuan. Pencuri ciuman pertama Aruna adalah Hendra itu sendiri. Pria yang kini jadi suaminya     

Lelaki bermata biru mendekat memeluk istrinya.     

"Bentar Hendra aku masih pingin ngomong". Sang istri mendorongnya dia pikir suaminya akan merebut mic. Dan orang-orang yang menangkap keunikan pasangan ini ikut tertawa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.