Ciuman Pertama Aruna

Sampah Masyarakat



Sampah Masyarakat

0Sebelum berpamitan pasangan suami istri dan calon suami istri ini sempat berfoto bersama. Keinginan Aruna kesampaian, tak butuh waktu lama ternyata walikota dan istrinya menggugah foto mereka. Jelas sudah foto tersebut langsung menjadi perbincangan hangat.     

Sayangnya Aruna tidak lagi bisa menikmatinya. Dia me-log out akun pribadinya dari aplikasi Instagr*m, hanya tinggal akun startup Surat Ajaib saja. Dia juga tidak berminat membuka akun itu karena Aruna tidak tahan dengan notifikasi yang datang bertubi-tubi.     

***     

Di sisi lain, kepulangannya dari rumah walikota menyisakan keheningan luar biasa pada diri Aruna. Perempuan itu menatap kosong jalanan kota yang terkenal dengan rintik hujan. Dan hari ini rintik itu datang berbaur dangan rasa resah didada.     

Menjadi anak baik saja tidak cukup untuk menghadapi jalan hidupnya kali ini. Dulu dia punya prinsip yang luar biasa. Prinsip yang lama kelamaan terkesan sangat mahal untuk diraih. Premis 'berdamai dengan keadaan, langkah awal menemukan jalan terbaik'. Landasan hidup Aruna yang tak bisa lagi dia mempertahankan. (Alasan menolak cinta Chaniago, Chapter 9)     

Siapa yang akan diajak berdamai?, Jalan mana yang terbaik?. Entahlah semua menjadi abu-abu sekarang. Karena pernikahan ini bukanlah akad pernikahan yang nyata. Hanyalah kesepakatan dua orang, andai dulu dia diperkenankan untuk mencoba, mungkin dia akan benar-benar menjadi istri yang sempurna.     

Gagal atau berhasil minimal sang rona kemerahan yang menenangkan akan berusaha sebaik dia bisa, seperti dirinya yang selalu menjadi anak baik. Dia akan hadir sebagai pendamping yang baik.     

Apalah daya, takdirnya berbeda. Lelaki yang sibuk dengan iPhone-nya terlihat santai menghadapi pernikahan kontak ini. Mungkin dia sudah ahli menghadapi MOU atau sebangsanya. Ya, seahli dia bekerja. Aruna tahu dia pun akan ahli memposisikan Aruna sebagai rekan kerja.     

Sudut pandang gadis ini terlanjur salah, karena dari awal ikatan dengan lelaki disampingnya dimulai dengan langkah yang salah dan cara yang salah. Dipaksakan oleh sang CEO yang merasa paling berhak mengatur jalan hidup.     

Sayangnya kini sang CEO yang terjatuh paling dalam. Hati dingin itu perlahan terpatik, menghangat diluar prediksi, terlalu hangat dan penuh harap. Hal baru yang membuatnya tergila-gila, benar-benar telah gila.     

Siapa yang salah sekarang, jika gadis itu tidak bisa melihat perubahan dalam diri lelaki bermata biru. Bukannya dia tidak tahu apa-apa, dia hanya terlalu berhati-hati sebab sang CEO menyuguhkan sikap yang berubah-ubah. Melompat-lompat tidak terkendali. Kadang dia sangat manis dan menit berikutnya mendingin, berikutnya menyebalkan, terlebih dia bisa tiba-tiba sangat mengerikan ketika marah.     

"Aruna kenapa diam?". Memecah keheningan, namun matanya masih fokus menyelesaikan pekerjaan tiada usai.     

"Entahlah aku hanya sedikit pening". Gadis itu merasa kepalanya berat. Mungkin karena terlalu banyak berfikir.      

"Coba aku lihat". Lelaki itu mendekat memeriksa dahi Aruna.     

"Kau tidak panas? Tapi wajah mu pucat".     

"Ada yang kau rasakan selain pusing?".     

_Jangan sampai sakit dihadapanku, itu mengerikan_ cucu Wiryo mulai mengkhawatirkan dirinya, selain keadaan putri Lesmana.     

"Perut ku sedikit mual". Gadis itu mengeluh, memijat ringan pundaknya sendiri.     

"Kemarilah aku bantu". Pria itu meletakkan pekerjaannya, meraih pundak Aruna, memijatnya.     

"Kau harus membayar dengan cara yang sama setelah menikah".      

"Tak usah kau lakukan, kalau tidak ikhlas". Perempuan ini semakin hanyut dengan perutnya yang bergejolak.     

"AC-nya hangatkan dong!". Hendra dan pengemudi didepan tangkas mengikuti intruksi gadis mungil ini.     

"Tolong berhenti.. berhenti..!". Pekik Aruna, mengejutkan.      

"Sebentar nona". Pengemudi didepan meminta waktu. Mobil mereka meluncur ditengah-tengah kesibukan jalanan ibu kota tidak bisa berhenti seenaknya.     

"Apa kamu mual? Mungkin karena telat makan?!".Aruna mengangguk tidak berani membuka mulutnya, untuk sekedar menjawab.     

"Hai ada apa??". Hendra terlalu waswas, mencari-cari wajah gadis yang menunduk kacau.     

Beberapa kali mendorong, menolak didekati. Namun tiba-tiba menepuk-nepuk lengan Hendra meminta sesuatu, belum sempat dimengerti.      

"Howeeeek..". Gadis itu menumpahkan isi perutnya pada sekujur tubuh Hendra.      

"Aaah.. ya tuhan apa yang kau lakukan". Jaz dan celana mata biru menjadi korban.      

_Siapa suruh mendekat terus_ Gadis ini hanya bisa membatin dan segera membuka pintu mobil yang menepi, melanjutkan muntahan demi muntahan.     

"Howeek.. howee'..!!".     

Hendra baru menyadari tadi dia minta wadah untuk muntah. Pria ini meraih tisu, mengabaikan pakaiannya yang berlumuran muntahan. Meraih leher dan pundak Aruna, menepuk ringan membantu gadis mungil itu menyelesaikan muntahnya.     

Terlihat beberapa kali mengusap mulut Aruna dengan tisu ditangan.     

"Bagaimana..?? Sudah enakan?". Tanya Hendra mendapati Aruna tersungkur dalam lemah.     

"Jangan pejamkan matamu!".     

_Aku takut tidak bisa melihatnya, maaf_     

Pemilik bibir merah yang memucat itu memilih memiringkan tubuhnya menghindari Hendra, mencoba menanggalkan rasa enek dimulut dan diperut.     

.     

.     

"Hendra sini ku bantu". Aruna meraih tisu membersihkan jaz kotor yang dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya. Padahal tampak menjijikan dan bau.     

Sebenarnya pria ini tidak tahu cara membersihkannya. Dia hanya butuh berhenti di toko pakaian dan membuang pakaian kotor yang dia kenakan. Niat itu sudah tersampaikan kepada ajudan yang duduk didepan.     

"Ah' maaf sulit hilang..". Dia sudah menggosok-gosok jas pria itu. Berlendir, bau, kuning lengket berjatuhan bersama dengan tisu yang memudar. Hendra mendiamkan saja. Karena dia suka perilaku Aruna.     

Perilaku yang tidak dibutuhkan sesungguhnya. Namun sangat menghibur. CEO ini jarang mendapat perhatian secara pribadi dari perempuan. Dia terlalu lama menghindarinya.     

"Pak! Didepan ada pom bensin kita berhenti disana!". Suara nyaring itu membuat seisi mobil bingung. Tapi dituruti saja.     

Aruna turun dengan tangkas menarik jas Hendra.     

"Kita mau kemana?".     

"Membersihkan jasmu, kenapa?". Lawan bicaranya terlihat keberatan.     

"Dimana?? Tidak ada toko baju disini?". Menerawang sekitar bingung.     

"Tuh!".     

"Ikut aku ke kamar mandi". Menarik dengan semangat.     

"Hai Aruna, Aku tidak mau?". Berhenti dan melawan.     

"Ayolah..! kalau pakai air segera hilang. Jas mu mahal harus di selamatkan".      

_Termasuk celana mu!, aku yakin montor ku tidak lebih mahal dari pakaian yang kau kenakan_     

"Tidak.. Tidak perlu.. aku cukup membuangnya! Kita hanya perlu cari toko baju!".     

"Jangan.. sayang tahu". Mencoba terus mendorong tubuh Hendra.     

"Aku tak bisa menggunakan kamar mandi umum!".     

"Tolonglah..!". Kamar mandi tinggal beberapa langkah lagi.     

Mata Aruna melotot minta dituruti. CEO punya ide cemerlang untuk menyelamatkan dirinya. Dia melepas jas-nya.     

"Aku tidak bisa masuk kesitu. Ih' kelihatan tidak steril". Hanya berdiri melihat Aruna yang sibuk membersihkan Jas-nya dari balik ruang sempit kamar mandi umum pom bensin.     

"OK! Beres!".      

"Sekarang giliran celana mu!".     

"Apa??"     

"Tidak… Tidak usah! Sudah cukup!". Aruna meraih tangannya lembut, tersenyum. Ah' sulit diabaikan, terlalu manis.     

"Ayo bersihkan!". Aruna memerintah. Gadis ini berdiri didepan pintu.     

"Ingat jangan ditutup pintunya!". Pinta Hendra, ngeri dengan kamar mandi.     

Lama berdiri kebingungan.     

"Em.. Aruna? Aku harus bagaimana?". Memegang gayung berisikan air. Kikuk, berniat mengguyur seluruh celananya.     

"Eh.. bukan! Bukan begitu". Spontan gadis ini masuk dan meraih gayung ditangan Hendra.     

"Kau benar-benar tuan muda dari planet lain". Aruna memandangnya, menyadari dirinya salah meminta tuan muda Djoyodiningrat membersihkan celana. Dia tidak tahu caranya.     

Sesaat terlihat gadis ini menuang air pada tangan kecilnya. Mengusap-usap celana Hendra dengan air dan tisu basah seperti memandikan bayi.     

"Bisa tidak, kalian mesumnya ditempat lain!!". Ibu-ibu terlihat jengkel berdiri dihadapan keduanya.      

"Aku kebelet tahu!". Wajah suram.     

"Ini kamar mandi perempuan! Kenapa laki-laki ada didalam!".     

"Kalian sampah masyarakat!!". Menggerutu dengan nada tinggi diiringi raut muka prihatin.     

 "Oh' ya tuhan!! ARUNA!!"     

"Aaargh..!!". Mata biru melintasi ibu-ibu, amarahnya ikut meledak-ledak. Harga dirinya terinjak-injak. Sekali lagi pelakunya gadis yang sama.     

"Dasar ceroboh!". Dia memalingkan muka ngambek seperti kelakuan Aruna ketika suasana hatinya buruk.     

"Aku tidak sengaja.. jangan marah..".      

"Jangan mendekat, aku muak melihat wajah mu". Gadis ini memasang pesona malaikat. Tadi wajah itu yang membuatnya berani masuk kamar mandi umum.     

"Eem.. mau main ke rumah ku?".     

"Tidak!".     

"Rumah ku tidak jauh dari sini. Nanti kamu bisa pakai  baju ayah atau kakak!".      

"Ayolah mau ya..".     

Sang CEO mengetuk-ngetukkan tangannya dipipi, minta sesuatu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.