Ciuman Pertama Aruna

Paling Memilukan



Paling Memilukan

0[Malam Sebelumnya]     

"Hai..". Gadis itu tersenyum sumringah menepuk pundak pria yang dari tadi menunggunya. Walau wajahnya tidak terlihat, dari sudut mata yang menyipit dapat terbaca dengan jelas bahwa dia tersenyum lebar dibalik masker yang dia kenakan.     

"Haha lihat aku?! Aku menggunakan masker seperti mu..".     

"Aku mendadak jadi famous kayak kamu". Aruna melempar ucapan penuh makna, dia memasang gaya imut yang sesungguhnya bermakna miris. Ya, itu sebuah sarkasme tentang keadaan tidak menyenangkan saat ini.     

Mereka harus bersembunyi dari semua orang untuk sekedar menikmati hari-hari sederhana. Bukan lagi bersembunyi dari calon suaminya yang mengerikan itu atau keluarganya, tapi dari semua orang yang sama sekali tidak mereka kenal.     

"Hehe bagaimana.. seru jadi famous?". Sapa pemuda Padang. Setelah tur terakhirnya, penyanyi lagu melankolis ini punya waktu 3 hari untuk beristirahat dari semua aktivitas.     

"Mungkin akan lebih seru lagi… kalau kita enggak banyak bicara dan langsung naik vespamu!".     

"Ah' aku kangen.. bagaimana kabarmu bro?". Gadis ini memukul jok vespa antik Damar seolah sedang menyapa sahabat lamanya.     

"Gue baik sis..". Damar menimpali sembari menyerahkan helm pada sang rona kemerahan.     

"Ada syarat untuk jadi penumpang di vespa ku..".     

Aruna menatap pemuda ini penuh curiga.     

"Peluk pemiliknya karena dia akan ngebut.. hahaha".     

"Gak lucu". Timpal Aruna.     

.     

.     

"Aa….. Aaaa….".     

"Damar, ini seru sekali". Gadis ini berteriak lepas menanggalkan kegundahannya, setelah kejadian demi kejadian yang menguras hati dan pikiran, dia terlihat banyak berubah. Menjadi masa bodoh dan berusaha mencari pelampiasan. Jauh sekali dengan pribadinya yang cenderung ramah dan berhati-hati dalam setiap tindakan.     

"Kau harus mencobanya…".     

"Aruna pegangan.. kau bisa jatuh!". Gadis itu berdiri dan membuka lebar tangannya membiarkan tangan dan rambutnya diterpa angin, rambut terurai itu melompat-lompat menyapa jalanan dengan sempurna.     

Sepertinya tujuan pemuda ini telah terealisasi sempurna. Merajut kenangan, ya dia sangat berhasil menancapkan kenangan manis di benak perempuan yang menyuguhkan cinta bertepuk sebelah tangan. Dan kini gadis itu selalu mencarinya untuk sekedar menikmati rasa nyaman.     

"Kita kemana sekarang". Gadis itu mencari-cari hal sederhana lainnya, yang kini terkesan sangat mahal. Keduanya duduk bersenderan di vespa antik. Menatap jalanan yang mulai lenggang. Melakukan hal tidak penting.     

"Makan!". Ide pemilik vespa.     

"Mie goreng, nasi goreng, bakso.. sesuatu yang ada dipinggir jalan". Aruna bergumam lirih.     

"Sepertinya menarik". Damar mendengar gumamannya.     

"Aku setuju.. Mari kita makan makanan sampah!!". Gadis itu melontarkan ide dengan kalimat aneh. Terlalu aneh karena Aruna yang mengatakannya.     

"Hai kau berkata 'sampah' barusan??".     

_Aku belajar dari seseorang_     

"Jangan diulangi, jadi aneh didengar kalau kamu yang mengatakannya, telingaku risih mendengarnya". Pemuda Padang ini sangat hafal setiap kebiasaan dan perilaku Aruna.     

"Hehe Maaf".     

.     

.     

"Lama ya.. kita nggak kesini Damar". Pria itu mengangguk.     

"Kamu tambah telur nggak?". Dia akan memesan nasi goreng gerobak hijau yang terparkir pada tepian jalan tidak jauh dari outlet Surat Ajaib. Sungguh, hari ini montor vespa berputar-putar tidak jelas.     

"Boleh! Aku seperti biasa pedaass sadis". Nasi goreng langganan teman-teman Surat Ajib ketika harus lembur malam.     

"Tidak setuju.. kamu perlu mengurangi kebiasaan buruk itu!". Ucapan Damar disambut muka cemberut, tapi gadis ini tidak ingin berdebat.     

"Kamu enggak bungkus buat teman-teman mu juga? Tumben?". Pak Rohman, penjual nasi goreng bertanya.     

"Hah? Bapak mengenali ku??". Damar terkejut dia sudah pakai masker.     

"Kamu mas Damar dan itu mbak Aruna kan?. Toko aksesoris sebelah". Bapak tua polos ini bicara dengan santai.     

"Haha.. Aku pikir nggak akan dikenali kalau kami pakai masker". Damar menggaruk-garuk sudut lehernya yang tidak gatal.     

"Pacaran sembunyi-sembunyi dari teman-teman ya..". Pak Rohman bicara ngasal sembari sibuk dengan penggorengan.     

"Ah' bapak tahu aja". Damar ikut ngasal.     

"Bapak jarang nonton tv ya..??".     

"Kalau nonton tv aku nggak jadi jualan".     

"Bagus pak!. Bapak hebat! Aku akan sering-sering beli nasi goreng bapak". Pemuda ini tampak lega. Si penjual nasi goreng tidak tahu kehidupan barunya.     

***     

"Bip.. Bip.."     

Pesan WhatsApp menyapa pemiliknya.     

*Mas Hendra, aku dapat laporan dari anak buahku.     

'Ting'. Foto masuk dari pesan Raka kepada Hendra.     

*Mereka pergi bersama lagi. (Raka)     

*Biarkan saja. Pastikan orang-orang mu tidak terlihat (Hendra)     

*Satu lagi, aku akan istirahat. Tak perlu mengirim foto atau laporan apa pun malam ini.     

Hendra memejamkan mata, mengumpulkan keberanian untuk sekedar melihat foto dihandphone. Calon istrinya terlihat menikmati makanan bersama saingannya ditepi jalan, dia sudah pernah melihat ini secara nyata.     

Entah kenapa kali ini lebih menyiksa. Bukankah sore tadi mereka berciuman. Apa Aruna benar-benar tidak punya rasa padanya?. Atau minimal terkesan pada upayanya meninggalkan penerbangan demi memastikan keselamatannya?.     

Hendra menggenggam erat handphone berisikan foto Aruna bersama pemuda itu. Sesaat berikutnya dia lempar benda itu, kasar. Suara : "Brak". Terdengar nyaring tanda handphone-nya sudah hancur menjadi beberapa bagian.     

Perlahan CEO MD Grup mulai memegangi kepala. Ada rasa nyeri pada kepalanya. Berdiri mencari kesadaran.     

"Surya beritahu orang Diana untuk menemui ku, sekarang!". Perintah itu meluncur setelah Hendra memanfaatkan telephon fasilitas hotel.     

"Oh iya jangan lupa tugas mu. Bawa Aruna pada ku!, Aku ingin melihatnya sepagi mungkin. Pastikan dia berdandan sesuai selera ku!".     

"Kau baik-baik saja?. Apa aku perlu ke kamar mu?".     

***     

"Damar kau pernah dengar, Kehilangan tujuan hidup adalah hal paling memilukan". Dua anak ini berakhir di atap Surat Ajaib. Outlet itu telah kosong. Mereka naik ke atas. Sudah lama tidak menggunakan atap yang dulu sering mereka manfaatkan untuk menikmati malam tahun baru. Dengan kembang api atau pesta kecil yang tidak jelas.     

Atap dengan bale-bale (kursi panjang dan lebar bisa digunakan tiduran) lebar di sana. Damar meletakan selimut pada kaki Aruna. Udara malam mulai terasa. Tapi gadis ini masih belum mau pulang. Dia sekali lagi melempar tatapan kosong mematikan ke arah entah berantah.     

"Tentu saja, itu sangat menakutkan". Pria itu memahami maksud founder Surat Ajaib.     

"Dulu tiap kali Lili memaksa kita membuat tujuan jangka pendek, sedang dan jangka panjang di awal tahun baru. Kita selalu merengek memarahinya".     

"Tapi sesungguhnya di dalam hati ku, aku sangat menantikan momen itu. Aku benar-benar suka menuliskan mimpi-mimpiku".     

Damar hanya mendengarnya, dia tahu keresahan Aruna tidak untuk dijawab hanya butuh didengar.     

"Kadang aku mencuri baca buku-buku Lili, aku paling suka buku Zig Ziglar, sampai jumpa di puncak kesuksesan, langkah-langkah menuju puncak, diatas segala puncak, prestasi puncak (4 buku terjemah karya Best Seller Zig Zagler)"     

"Haha.. ternyata ku lahap semuanya".     

"Tapi sekarang semua itu tidak ada gunanya, bahkan aku merasa tabungan yang aku sisihkan hanya sebuah perilaku bodoh sia-sia".     

Aruna, gadis ini tidak begitu suka ke mall, berbelanja atau sejenisnya. Dia selalu menyisihkan uang hasil kerja kerasnya di Surat Ajaib termasuk penghasilan tambahan sebagai pemateri tamu teman-teman start up untuk membangun dan mewujudkan impiannya.     

Memastikan start up-nya terus tumbuh dan berkembang. Membantu lebih banyak bunda-bunda yang bernaung di bawah program Bisa LKS.     

Dia punya mimpi lebih besar lagi sesungguhnya, yaitu menjadikan tempat ini sebagai model bagi anak-anak muda seusianya dalam membangun usaha. Sayang kini semuanya tinggal khayalan.     

"Mengapa sekarang kamu jarang menerima tawaran menjadi pemateri teman-teman Start Up?". Damar memecah kebekuan, gadis ini cukup lama terdiam.     

"Hemm.. aku tidak mungkin lagi jadi panutan. Aku tahu mereka mulai dilema mengundang ku, 'tentu saja dia mudah berhasil, dia calon istri pewaris DM Grup'. Sesungguhnya aku bisa tahan mendengarnya. Tapi aku punya beban moral tersendiri".     

"Seseorang yang meraih impiannya dari bawah, dengan orang yang tiba-tiba melompat ke puncak. Itu sangat berbeda".     

"Orang lain hanya akan melihat latar belakang kita tanpa tahu kerja keras yang kita lalui".     

"Sedikit menyakitkan untuk ku yang mati-matian mempercayai mimpi ku. Namun tiba-tiba aku mendapatkannya dengan wujud berbeda. Cara yang tidak aku inginkan".     

Damar tahu gadis ini mulai menangis. Membenamkan wajahnya dalam selimut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.