Ciuman Pertama Aruna

Umpan Besar



Umpan Besar

0Gerakan bibir laki-laki ini berikutnya makin mengejutkan.     

Aruna tak ingin menangis. Menatap kosong sisi lain, mencari-cari peredam dari rasa hancur pada dirinya.     

Hendra begitu menikmati dirinya dan gadis itu mulai tidak tahan. Mengigit kasar mulut Hendra yang masih menempel lekat pada bibirnya.     

"A.. Auu... ". Hendra mengeluh, benar-benar sakit. Pria itu segera memeriksa bibirnya, untung saja tidak sampai berdarah.     

"Jika bukan karena kesepakatan aneh itu, aku sudah pasti menampar mu!". Gadis ini geram bukan main.     

"Bisakah kau berperilaku layaknya manusia normal sekali saja". Aruna menumpahkan kemarahannya.     

"Ya, aku memang tidak normal. Ada masalah?". Pria itu mengakui sebuah kenyataan yang ditangkap sebagai sarkasme oleh Aruna.     

"Iya, masalah banget karena orang tidak normal ini calon suamiku!!". Aruna mengelap bibirnya beberapa kali dengan punggung tangan.     

Hendra malah tersenyum.     

"Kenapa kau senyam-senyum? Sekarang kau sudah puas membuatku hampir menangis lagi?". Aruna hanya tidak tahu bahwa pria ini baru pertama kalinya merasakan bibir perempuan dengan begitu dalam. Sebelumnya dia pernah mencium dan dicium, itu pun dengan Aruna. Namun sebatas menempel pada permukaan kemerahannya saja.     

"Kau tak sadar!? sudah membuatku hampir gila". Hendra menimpali.     

"Sekarang kita impas". Tambah CEO itu.     

"Hampir gila kau bilang?? Cih' yang benar itu.. kau memang sudah gila!!".     

_Bagaimana bisa dia yang tadi datang dengan begitu menawan secara tiba-tiba menjadi manusia sampah?!_ Aruna meninggalkannya, berjalan lebih cepat menuruni tangga.     

Dan gadis itu terhenti. Baru menyadari begitu banyak orang yang menatapnya.     

Secara mengejutkan Hendra mengambil Jaz miliknya dari punggung Aruna. Pewaris Djoyodiningrat membenarkan cara Aruna memakainya. Jaz kebesaran ditubuh Aruna dia gunakan untuk menyelimuti kepala hingga tubuh mungil calon istrinya. Hendra membenamkan Aruna dalam dekapannya. Tanpa celah untuk sekedar melihat ekspresi wajah orang-orang yang berusaha memburunya.     

Ajudan Hendra mulai membuat jalan untuk tuannya. Seiring blist kamera dan beberapa handphone berusaha menangkap gambar mereka. Sebagian bahkan nekat menyodorkan pertanyaan, Hendra tidak bergeming fokus menuju Rolls Royce-nya.     

Keduanya benar-benar lega ketika telah sampai didalam mobil.     

"Aku kakaknya Aruna! Biarkan aku bicara dengan tuan muda kalian!". Alia tampak berusaha menemui mereka.     

"Kakak.. Hendra itu kakak". Aruna memberi tahu Hendra. Calon suami Aruna kembali membuka mobilnya. Sesaat kemudian mengijinkan kakak perempuan Aruna bicara.     

"Kau tidak bisa pergi begitu saja!".     

"Kamu harus konfirmasi kepada mereka sekarang juga, atau Aruna akan kesulitan menjalani aktivitas sehari-hari".     

"Kegaduhan ini pasti buntut panjang dari hubunganmu dengan artis drama itu!". Alia memberondong Hendra dengan permintaan dibumbui penekanan intonasi tiap ujung kalimat.     

.     

.     

"Saya tidak tahu apa yang kalian inginkan". Hendra menghadapi kerumunan tersebut.     

"Tapi saya mohon dengan sangat anda semua mengerti, baik saya terutama calon istri saya bukanlah seorang publik figur. Kami warga bisa. Dia sangat tertekan dengan apa yang terjadi saat ini. Tolong hargai kami dan biarkan kami menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa". Sapa Hendra meminta pengertian kumpulan orang tersebut.     

"Apa anda tidak tahu kalau foto-foto anda sedang hangat diperbincangkan dimedia sosial?". Tanya salah satu wartawan.     

"Jujur saya belum memeriksa media sosial apapun". Balas Hendra.     

"Wah dia terlalu sibuk". Bisikkan mulai riuh terdengar.     

"Bagaimana dengan Tania? Anda pernah dirumorkan dekat dengannya dan tiba-tiba hadir dengan foto gadis muda yang kabarnya calon istri anda?". Seseorang mendesak Hendra.     

"Saya belum sempat melakukan konfirmasi dengan benar. Sekarang tolong dengarkan baik-baik!, Tania adalah teman saya sejak SMA dan waktu itu kami hanya berniat pulang bersama. Asal kalian tahu, saya sudah bertunangan dengan calon istri saya sebelum kejadian itu. Dia pun juga tahu! Jadi rumor tersebut salah besar". Hendra melakukan konfirmasi panjang lebar.     

"Bagaimana dengan video waktu itu? terlihat mereka sedang bermain game untuk mendekati anda?". Sela yang lain.     

"Wah itu urusan mereka, saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya berniat untuk menolong Tania dengan mengantarnya pulang". Hendra sangat pandai berkata-kata. Ekspresi kerumunan tersebut berubah menjadi terkagum-kagum.     

Kenyataannya tidak demikian.     

"Sejujurnya kami sangat tertarik dengan calon istri anda. Dia terlihat mendapatkan begitu banyak cinta dari anda sebagai pewaris tunggal DM grup. Foto-foto yang beredar membuat kami ingin mengungkap siapa gadis yang beruntung tersebut. Anda ada komentar?". Salah satu reporter menyodorkan pertanyaan.     

"Tentu saja saya sangat mencintainya, kami juga berencana akan menikah dalam waktu dekat. Terkait rasa penasaran anda semua. Saya upayakan untuk menerima beberapa wawancara dengan stasiun televisi, mungkin salah satunya Nara&Tv anak perusahaan DM grup. Sehingga rasa penasaran kalian semua terobati".     

"Untuk itu saya berharap kerelaan hati kalian semua untuk bubar dari sini dan tak lagi mengganggu aktivitas calon istri saya". Tambah Hendra.     

"Apakah kami boleh mendengar statement dari dia sekali saja?". Desak yang lain.     

"Mohon maaf, dia sangat syok hari ini. Mohon pengertiannya".     

"Terimakasih". Hendra sempat memberi hormat dan masuk kedalam mobilnya. Orang-orang tersebut mulai meringsek, berharap bisa bertanya lagi kepada pewaris tunggal Djoyodiningrat.     

.     

.     

Aruna menatap Hendra. CEO ini sangat berbeda ketika didepan publik, benar-benar berwibawa dan terlihat sekali mampu menarik perhatian banyak orang dengan karismanya.     

_Cih' manusia ini padai sekali menyembunyikan jati dirinya_. Aruna hanya tidak pernah tahu seperti apa sepak terjang calon suaminya di luar sana. Dia sangat disegani oleh banyak lawan bisnis dan para kolega.     

"Mengapa? (Menatap ku) apa kau ikut terkesan seperti mereka?". Hendra menyentil tatapan berarti Aruna.     

"Ih' itu tidak mungkin. Mereka hanya tertipu saja". Aruna memalingkan wajahnya.     

"Kau harus banyak mengikuti agenda kerjaku. Agar kau tahu seberapa kerennya aku". Hendra membanggakan dirinya.     

"Males...". Aruna acuh.     

"Oh iya, besok kamu harus ikut. Sebagai ganti perjalanan bisnisku yang berantakan hari ini".     

Aruna mengerutkan dahinya.     

"Kau bilang ingin bertemu Riswan dan istrinya?!. Besok ikuti petunjuk Surya dan datang tepat waktu!". Hendra memerintah.     

"Yang kita bicarakan waktu itu?". Aruna berbinar-binar.     

"Yup!". Jawaban singkat Hendra disambut senyum sumringah gadis mungil disampingnya. Sesuatu yang akhir-akhir ini begitu langka.     

"Baik! Akan aku lakukan. Karena kau meminta kompensasi untuk hari ini, aku juga akan meminta kompensasi untuk besok". Tegas Aruna.     

"Ah' kau sekarang ahli membalik perkataan ku".     

"Tentu saja!. Jika tidak. Aku hanya akan dimanfaatkan".     

"Kau mau apa? Sebutkan saja. Kartu ajaib? Mobil baru? Atau apa?". Hendra membiarkan penawaran.     

"Tidak aku tidak butuh semua itu!".     

"Lalu?".     

"Aku minta.. kabulkan permintaan ku yang terabaikan".     

"Yang mana??".     

"Pembahasan terakhir kita dikamar hotelmu!".     

"Aku tidak ingat".     

"Ah.. kau pasti mengingatnya.. ".     

"Sungguh aku benar-benar tidak ingat".     

Aruna cemberut mendengar ucapan Hendra.     

Gadis itu terpaksa mendekat dan berbisik pada telinga Hendra. Cukup malu seandainya ajudan Hendra yang duduk didepan mendengarnya.     

Bisik lirih Aruna : "Tambahan poin 21. Tidak ada hubungan suami istri dalam pernikahan kita. Termasuk menumbuhkan benih diperutku! Tidak boleh!".     

"Hehehe". Hendra hanya tertawa mendengar bisikan Aruna. Gadis ini masih saja membicarakan hal yang sama.     

"Ya.. aku pertimbangkan dulu".     

"Kenapa? Kenapa harus dipertimbangkan?". Aruna mulai khawatir.     

"Tidak ada dirimu dalam pertemuan ku dengan Riswan, tidak jadi masalah. Keberadaanmu bukan sesuatu yang berdampak besar".     

"Apa..?? Ayo lah Hendra..". Aruna mulai memohon. Merengek dan menarik-narik tubuh CEO DM Grup.     

"Aku bilang.. Akan. Aku. pertimbangkan!!".     

"Tidak.. tidak.. kau tidak boleh berfikir.. kau harus menyetujuinya!". Aruna tidak terima, menggangu pria ini bahkan mencubit perutnya. Lelaki bermata biru menjadi gemas. Meraih pinggang Aruna, mendekatinya dan memberi kecupan dipipi.     

"Kau?? Ah kau.. Hendra menyingkirlah dariku!". Aruna mendorongnya.     

"Kesepakatan yang besar harus di imbangi dengan umpan yang besar!".     

"Aku boleh mendapatkan ciuman dibibir lagi?".     

"APA??". Mata Aruna terbelalak. Menjauhkan kepalanya lalu menghantam wajah Hendra.     

"Aaargh.. ". Hendra kesakitan. Sesaat berikutnya menyadari ada darah yang mengalir dari hidungnya.     

Aruna menepi, menjauh ditepian kursi mobil paling ujung. Tidak peduli.     

"Carikan aku apotik hidungku berdarah!". Ajudannya segera memacu mobil lebih cepat. Tidak banyak berkomentar. Tampaknya sudah terbiasa dengan kelakuan absurd calon suami istri ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.