Ciuman Pertama Aruna

Indikator Cinta



Indikator Cinta

0"Dok.. Sudah saatnya anda beristirahat. Jika anda terus seperti ini.. anda akan sakit". Natasya salah satu tim Diana memberi saran.     

"Kita belum menemukan apapun yang berarti, dan Hendra tidak mau pasangannya tahu".     

"Ini benar-benar jauh dari prediksi awalku. Kira-kira apa yang bisa kita lakukan sekarang". Diana belum mau istirahat, dokter itu sudah cukup tua untuk berjaga semalaman. Membuat tim yang bekerja dibawah naungannya menjadi sangat khawatir.     

"Dok. Bagaimana jika kita bicara dengannya sekali lagi". Firman memberi saran.     

"Baiklah kita coba".     

_Tapi dia anak yang keras kepala, aku tidak yakin bisa membuatnya berubah pikiran_ Dokter Diana terlihat merapikan foto-foto tuan muda Djoyodiningrat dengan calon Istrinya.     

***     

"Dek ada apa sebenarnya? Kenapa kau pulang dengan mata sembab begini? Ah pikiran kakak jadi aneh-aneh". Alia berputar-putar disekitar tempat tidur Aruna.     

"Kak aku takut dengan orang itu". Sela Aruna.     

"Siapa?". Tanya Alia.     

"Entah dari mana dia tahu aku main di rumah Damar. Tiba-tiba dia datang menangkapku dan mengancam Damar".     

"Aku takut sekali, pengawalnya begitu mengerikan". Aruna menumpahkan kengeriannya terhadap pewaris Djoyodiningrat.     

_Mereka bahkan membawa senjata api_     

Alia khawatir dan terduduk.     

"Jadi hubunganmu dengan Danu Umar sudah ketahuan?". Telisik Alia.     

"Aku tidak punya hubungan yang spesial, kami hanya bersahabat. Masih sama seperti dulu". Jelas Aruna.     

"Bukan masalah status dek. Tapi.. ?? Ah kamu memang terlalu payah".     

"Dengan melihat saja orang pasti tahu kalian begitu dekat dan saling melengkapi". Tambah Alia.     

"Dari dulu kita memang seperti itu, apa salahnya??".     

"Masalahnya adalah kau sekarang punya calon suami dan dia..".     

"Entahlah ini omongan sampah atau bukan. Tuan muda aneh itu terlihat menyukaimu". Alia menjelaskan.     

_Dia seperti orang gila, didepan pintu gerbang rumah kita_ batin Alia.     

"Hendra? Itu sangat tidak mungkin. Orang itu hanya suka menganggu ku". Aruna tidak setuju dengan pernyataan kakaknya.     

_Aku diposisikan layaknya mainan yang menyenangkan. Entahlah suka atau tidak?!. Yang pasti orang itu menjadikan diriku seperti boneka!. Tidak salah lagi!. Dia selalu berbuat semaunya padaku_ Aruna membuat kesimpulan.     

"Hai jangan suka melamun begitu!. Kakak jadi khawatir.. ".     

"Bolehkah kak Alia tanya satu hal?. Tapi harus dijawab jujur?!".     

"Andai kau tidak berada dalam posisi seperti ini, apa kau dan musisi tampan itu akan berakhir bersama?". Pertanyaan Alia membuat Aruna terdiam.     

_Tidak mungkin aku menjawab iya. Kakak akan sangat terbebani, dia akan merasa bersalah padaku_     

"Ah' tidak.. kami hanya sahabat, tidak lebih".     

"Dia tidak pernah menyatakan cinta padamu?". Alia penasaran.     

"Dulu dia memang sering bicara aneh-aneh padaku.. aku pikir itu hanya candaan.. karena dia suka bikin cewek patah hati".     

"Lalu". Alia semakin ingin tahu.     

"Ya.. akhirnya dia benar-benar menyatakan cintanya padaku".     

_Tapi semua sudah terlambat_.     

"Dan bagaimana perasaan mu??". Alia tahu adiknya selalu menutupi banyak hal dan sering mengabaikan keinginannya sekedar untuk kebaikan orang lain.     

"Em.. aku sempat tersentuh..".     

_Tapi aku tahu, perasaan apapun diantara aku dan dia hanya akan sia-sia_     

"Kemudian semua kembali seperti semula. Aku nyaman dengannya, itu saja".     

"Andaikan orang aneh itu tidak suka menggangguku. Mungkin aku juga nyaman dengan dia". Jelas Aruna.     

"Benar sebatas itu?".     

"Ayolah kau harus jujur pada kakakmu supaya kak Alia bisa membantu".     

"Kadang kakak sangat.. ah sudahlah". Sesaat Alia terlihat mengusap air matanya. Secepat kilat supaya Aruna tidak tahu.     

"Aku bisa melewati ini. Tenang saja.. adikmu ini sangat tangguh". Aruna tersenyum menenangkan.     

"Oh ya, bagaimana makan malam itu.. Apa kak Aditya beneran melamar kakak?". Aruna mengalihkan topik pembicaraan.     

Alia tampak terpengaruh, bersemangat menunjukkan cincin dijari manisnya.     

"Wah.. cantik sekali lihat-lihat". Aruna memegangi cincin pasangan idolanya, Aditya dan Alia.     

"Tunggu.. tunggu sebentar..". Alia beralih melihat jari Aruna.     

"Apa CEO aneh itu tidak memberimu cincin?". Alia tampak emosi.     

"Hehe aku malah bersyukur dia tidak memberiku benda-benda semacam itu".     

_Aku akan mirip hewan peliharaan yang dia ikat_     

"Biarku beritahu dia!". Tegas Alia.     

"Orang itu sok sibuk sepanjang waktu, hingga hal sepenting ini dia abaikan". Alia merasa adiknya disia-siakan.     

"Sungguh..!, kak Alia tidak perlu melakukan itu".     

_Aku akan bingung mencari alasan, supaya tidak perlu memakainya_. Aruna tersenyum dalam kegetiran tersembunyi.     

Si bungsu keluarga Lesmana, pada mulanya bertekad menemui sang ayah. Dia ingin mengutarakan ketidakmampuannya menjalankan janji pernikahan keluarga. Hampir saja hal tersebut benar-benar akan dia utarakan. Dan obrolan bersama sang kakak membuatnya sadar, keinginannya jelas mustahil.     

***     

"Kali ini aku tidak akan lagi mentolelir! Kita telah bekerja semalaman karena permintaan anehmu".     

"Jadi sekarang kau harus benar-benar jujur pada dirimu dan percaya pada kami. Jika kau tidak bisa melakukannya, silahkan mencari psikiater yang lain".     

"Lebih baik aku menolong banyak orang yang tulus antri meminta pertolongan ku, dari pada menangani pasien keras kelapa sepertimu!". Diana sudah cukup kelelahan dengan permintaan gila Hendra. Sang pasien spesial itu tidak ingin pasangannya tahu dirinya mengidap post traumatic disorder syndrome. Padahal rencana awal Diana gadis itulah yang bisa menyembuhkan pewaris tunggal Djoyodiningrat.     

"Hai.. mana ada psikiater mengancam pasiennya?!". Gerutu Hendra.     

"Ada! Ketika pasien itu menjengkelkan seperti cucunya Wiryo". Celetuk Diana.     

"Hehe.. jangan marah-marah.. lipatan dibawah matamu akan bertambah". Canda Hendra.     

Gurauan Hendra membuat Diana terpaku sesaat.     

_Apa yang terjadi? Dari mana dia belajar bercanda? Jadi foto-foto yang dikirim kakeknya bukan sekedar foto untuk menghapus rumor, seperti yang diberitakan sekertarisnya_     

"Natasya ambilkan foto mereka!". Diana meminta salah satu timnya bergegas.     

Hendra terbaring santai pada kursi yang disiapkan Diana. Sebenarnya kelakuannya kali ini cukup menyenangkan. Anak ini biasanya perlu dipaksa, kalau toh mau dia akan sedikit kaku untuk sekedar terbaring di kursi.     

"Anda perlu tahu, akulah yang telah mendorong tetua Wiryo memberikan pilihan kepada Anda". Ucapan Diana membuat pupil mata Hendra membesar. Dia penasaran maksudnya.     

"Antara gadis ini dan artis yang anda jadikan ekperimen". Cara bicara Diana mulai berubah. Artinya sang dokter sedang bekerja. Dia berubah secara tiba-tiba hanya karena candaan sederhana. Bergurau seperti yang baru saja Hendra lontarkan adalah kebiasaan yang jauh sekali dari bocah kecilnya, pasien kesayangan Diana. Dokter itu sudah hafal betul setiap perubahan perilaku yang ditujukan Hendra, dia mempelajarinya bertahun-tahun. Di awal perjumpaannya kembali, bocah kecilnya tidak banyak perubahan. Kecuali akhir-akhir ini cukup mengejutkan.     

"Oh' pantas saja. Aku merasa aneh ketika kakek memberikan penawaran bukan perintah". Hendra.     

"Itu artinya saya ikut bertanggungjawab atas pernikahan anda dengan gadis ini. Jadi mari kita saling terbuka". Diana meminta pengertian.     

"Kau ingin tahu tentang apa?".     

"Mengapa anda tidak ingin.. em Aruna ya namanya?". Ungkapan Diana dibalas anggukan Hendra.     

"Kenapa Aruna tidak diijinkan tahu tentang syndrome anda?". Diana terlihat serius.     

"Awalnya aku menutupinya karena gengsi, tapi sekarang aku melakukannya karena aku tidak ingin dia semakin takut padaku".     

"Aku ingin membuatnya nyaman. Yach.. walau kenyataannya selalu gagal". Hendra terlihat berbicara dari hati. Sebuah kejutan bagi Diana. Bocah kecilnya kini memiliki perasaan mendalam.     

"Apa Aruna sudah membuat anda jatuh cinta?". Telisik Diana. Tiga orang tim Diana yang lain juga turut penasaran, orang-orang itu meletakkan pekerjaannya dan mulai menguping.     

"Jujur aku tidak tahu seperti apa jatuh cinta?".     

"Apakah ada definisi tentang jatuh cinta, atau semacam indikator tertentu jadi aku bisa melakukan klasifikasi. Sehingga aku tahu, yang aku alami ini dapat dikategorikan jatuh cinta atau bukan?". Otak Hendra terlalu ilmiah.     

"Hiks".     

"Hiks.. kik". Tiga orang tim Diana tidak bisa menahan tawanya. Mereka saling memandang dengan wajah merah menahan rasa geli diperut. Bagaimana bisa laki-laki yang akan menginjak usia 28 tahun, dengan paras setampan itu dan latar belakang luar biasa belum pernah terlibat percintaan. Parahnya, dia tidak mengerti bahwa jatuh cinta sesuatu yang tak bisa didefinisikan oleh para pujangga, bahkan alasan seorang Sigmund Freud menjadi dokter untuk menikahi wanita yang dia cintai. (Dikutip dari Interesting and Revealing Fact About Freud)     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.