Ciuman Pertama Aruna

Jaga Milik Ku



Jaga Milik Ku

0"Pertanyaan ku masih sama. JAWAB!!". Gertak Andos.     

"Kriek.. ceklek". Suara pengisian peluru pistol Raka terdengar nyaring.     

"Aku sudah katakan berkali-kali tuan, aku benar-benar tidak tahu siapa mereka".     

"Aku tiba-tiba dilepaskan dari hukuman seumur hidup dan dijanjikan uang 1 milyar, syaratnya berhasil membunuh anda".     

"Aku terpaksa bersekongkol dengan mereka karena ingin bertemu putriku".     

"Ternyata benar aku bisa bebas".     

"Setelahnya aku dikejar-kejar untuk memenuhi permintaan mereka.. sebab keselamatan putriku juga dipertaruhkan". Pria babak belur itu mendekat menyentuh sepatu Hendra.     

"Tolong ampuni saya tuan". Merintih, memohon ampunan.     

"Saya belum pernah bertatap muka dengan mereka sama sekali".     

Pradita mendekat membisikan sesuatu kepada Hendra.     

"Nomor yang menghubungi orang ini tidak bisa di lacak. Walau panggilan yang dia ceritakan benar-benar ada".     

Hendra menatap laki-laki tak berdaya di bawahnya.     

"Mengapa kau di penjara seumur hidup?". Ungkapan Hendra membuat orang-orang disekitarnya kecewa. Bagaimana bisa cucu tetua Wiryo yang kabarnya tidak punya empati tiba-tiba menanyakan hal tidak penting. Apa lagi kalau bukan tersanjung oleh orang yang berencana membunuhnya.     

"Saya membunuh perempuan itu. Karena dia selingkuh".     

Hendra terdiam sesaat mengamatinya.     

"Kita apakan dia?". Raka menarik pelatuk.     

"Saya tidak bohong.. saya bersumpah.. saya benar-benar tidak mengetahui siap mereka".     

"DOOR!!". Tembakan melukai kaki kiri pelaku sabotase. Hendra memejamkan mata sesaat lalu berdiri.     

"Aku bukan Wiryo. Jadi terserah kalian. Mau kalian apakan dia". Hendra benar-benar melangkah pergi.     

"Tolong saya tuan.. tolong.. saya mohon demi putri saya". Sekali lagi laki-laki itu merintih memohon pertolongan.     

"Percuma membunuh saya. Anda akan terus diburu". Suara itu mulai menghilang.     

Baru saja sebagian pintu bergerak menutup, Sebuah tembakan mematikan memekik ditelinga.     

Hendra berlari kembali kebelakang. Pelaku sabotase sudah bersimbah darah. Andos membunuhnya.     

"Apa yang KAU LAKUKAN!!". Hendra tidak percaya pria itu benar-benar dibunuh.     

"Kau serahkan dia kepada kami, dan beginilah cara kami bekerja". Andos membuat pembelaan. Hendra memicingkan matanya penuh kekecewaan.     

"Keselamatan anda adalah peluang kemarin, begitu juga dengan kematiannya hari ini. Sama-sama peluang. Sayangnya dia kurang beruntung. Toh dia harusnya mati dipenjara". Tambah Andos.     

"Membebaskannya sama saja dengan mengantarkan dia pada kematian. Orang-orang yang mengendalikannya juga akan membunuhnya". Raka ikut membuat pernyataan.     

"Pergilah anda biar kami yang mengurusnya, itu lebih baik buat Anda". Andos memberi masukan.     

"He..". Hendra tahu apa yang dimaksud orang-orang ini.     

"Aku tidak akan pingsan hanya karena melihat laki-laki mati". Pria ini terusik untuk memerintah.     

"Cari putrinya dan pastikan dia hidup dengan layak".     

"Beritahu anak kecil itu bahwa ayahnya meninggal karena berusaha menyelamatkan dirinya". Hendra menunjukan siapa dirinya. Pewaris tunggal Djoyodiningrat menggunakan posisinya untuk memerintah orang-orang Wiryo.     

"Kau!". Hendra melihat Pradita.     

"Jangan biarkan foto-foto yang diambil Surya tersebar di media sosial. Calon istri ku harus tetap aman sampai pernikahan kami dilangsungkan".     

"Dan kau!". Hendra menatap Raka.     

"Tarik mundur tim Andos yang diam-diam mengikuti Aruna".     

"Dirimu sendiri yang akan bertanggungjawab atas keselamatannya".     

"Sekarang giliran mu, Andos!. Walau aku tidak begitu suka dengan mu. Aku yakin kau cukup ahli menjaga ku. Segera kembali kepada ku setelah selesai mengurus pria ini".     

Hendra berjalan gusar meninggalkan mereka. Tiba-tiba dia berhenti.     

"Pradita. Ikut dengan ku!". Ahli IT berjalan membuntutinya di belakang.     

"Berikan pada ku semua akses menuju tempat ini".     

"Kalau perlu jelaskan pada ku semua fungsi yang tersembunyi dibalik ruangan ini".     

"Lantai D termasuk lantai tempat kalian bekerja". Hendra akhirnya menuruti keinginan tetua Wiryo. Lelaki bermata biru sang pewaris tunggal Djoyodiningrat memiliki kemauan memimpin ruang bawah tanah Djoyo Rizt Hotel. Sebuah pergerakan diluar dugaan. Dia awalnya mengabaikan semua desakan yang dilayangkan kakeknya, kini dirinya sendiri yang berinisiatif mengambil alih.     

'Percuma membunuh saya. Anda akan terus diburu'. Kalimat yang terlontar dari pelaku sabotase sebelum menghembuskan nafas terakhirnya membuat Hendra berubah haluan. Hendra perlu memastikan putri Lesmana yang dikabarkan akan menjadi taruhannya, tetap aman.     

***     

[2 Jam Sebelumnya]     

"Mengapa perfomance kalian menurun?". Jajaran direksi DM Construction sedang melangsungkan rapat terbatas bersama CEO Djoyo Makmur Grup.     

"Para arsitek masih mogok. Mereka tidak mau menyerahkan hasil kerja mereka walaupun kami sudah memberikan peringatan. Terkait pemutusan kontrak". Salah satu dari mereka melontarkan pernyataan.     

"Tidak mudah mencari arsitek lain, karena sebagian besar proyek pembangunan sudah berjalan. Pergantian arsitek sama saja dengan mengganti konsep bangunan". Yang lain menambahkan.     

"Arsitek-arsitek kami adalah orang-orang kompeten, anda sendiri mengakuinya. Tindakan gegabah jika kita menghentikan mereka". Pimpinan MD Construction ikut berbicara.     

"Apakah masih sama yang mereka suarakan??". Tanya Hendra.     

"Iya. Belum berubah". Pak Hans pimpinan MD Construction terlihat letih beberapa hari ini.     

"Berapa yang mereka terima dari Riswan Hamim, sehingga rela melakukan hal bodoh seperti ini?". Hendra penasaran.     

"Tidak ada".     

"Ini semacam bentuk kesetiaan kawanan. Dan gerakan mewujudkan impian bersama". Jelas pak Hans.     

"Yang benar saja".     

"Pandai sekali Riswan mempengaruhi orang lain". Hendra hampir tak yakin masih ada orang-orang yang tergerak tanpa imbalan.     

"Itu sebabnya dia adalah kandidat terkuat calon presiden berikutnya, walau tanpa partai politik yang menaungi". Yang lain menambahkan.     

Tiba-tiba Surya menyusup minta waktu bicara empat mata dengan Hendra. Hendra menghentikan rapat sejenak. Menepi dan mulai mendengarkan sekertarisnya.     

"Hen, nona Aruna menghilang". Ucap Surya panik. Wajah CEO Djoyo Makmur Grup langsung pucat.     

"Kau tak salah bicara?". Pria itu memastikan.     

"Dia keluar tergesa-gesa dari outlet Surat Ajaib, dan sebuah mobil sedan hitam membawanya dengan kecepatan tinggi". Tambah Surya.     

"Ambil alih rapat ini!". Pinta Hendra.     

"Tunggu, apa kau yakin?. Kalau kau menyuruhku memimpin rapat ini. Kau tahu hasilnya apa?!".     

"Aku mendukung program pembangunan Riswan". Surya mengingatkan.     

CEO itu berdiri dihadapan para peserta rapat.     

"Baiklah karena aku tidak punya banyak waktu. Aku ijin kalian mengatur pertemuanku dengan Riswan. Keputusanku akan aku berikan setelah berjumpa dengannya".     

"Beritahu para arsitek agar bekerja lebih giat". Ucapan Hendra disambut riuh tepuk tangan peserta rapat. CEO keras kepala itu luluh. Demikian yang tergambar dalam benak meraka. Kenyataannya Hendra tidak memiliki waktu untuk memikirkan pekerjaannya. Pria itu berjalan gesit mengabaikan orang-orang yang ingin berjabat tangan.     

"Surya berikan kartu ku". Surya bergegas menempelkan kartu pada lift untuk menuju lantai bawah tanah Djoyo Rizt Hotel.     

Ketika pintu lantai bawah tanah terbuka. Pradita sudah berdiri dibaliknya. Sepertinya pria itu tahu Hendra akan datang.     

"Dimana Raka". Suaranya dingin mengancam.     

"Tuan kami menemukan posisi handphone nona Aruna, beberapa orang sedang melangsungkan penyidikan memastikan handphonenya benar ada disana". Pradita mengalihkan pembicaraan.     

"Aku tanya DIMANA RAKA!!". Hendra diliputi kemarahan, gusar mengetahui Raka tidak bisa memastikan keselamatan putri Lesmana.     

"Mas Raka dua hari ini diminta mendampingi tetua kunjungan keluar kota".     

"Dia sangat menyesal dan sedang dalam perjalanan kembali ke Jakarta". Pradita menjelaskan, raut wajahnya turut menunjukkan kekecewaan.     

Vian berjalan cepat keluar dari ruangannya menemui Hendra.     

"Tuan muda, Heandphone nona ditemukan".     

CEO itu meminta sekertarisnya memacu mobil lebih cepat menuju outlet Surat Ajaib.     

***     

[Tepat setelah berpamitan dengan teman-teman Aruna]     

*Jaga baik-baik milik ku. Ingat seorang peminjam harus mengembalikan pinjamannya dalam keadaan baik seperti semula.     

Terlalu marah, lelaki bermata biru telah menghapus kalimat ancaman untuk pesaingnya dan menggantinya dengan pesan singkat berisikan kalimat tersebut dari handphone Aruna via WhatsApp ke nomor Damar.     

Calon suami Aruna kembali menghubungi Pradita. Meminta pimpinan cyber lantai bawah tanah mencari tahu tentang Damar atau lebih tepatnya Danu Umar, musisi pendatang baru. Termasuk perumahan tepi pantai tempat terakhir mobilnya menghilang.     

Tidak lama Hendra mendapatkan google map letak rumahnya.     

CEO Djoyo Makmur Grup mulai mengetuk-ngetukkan jarinya. Sebuah gerakan bahwa dia sudah tidak tahan lagi menunggu. Pria dibalik mobil Blentley terlihat suram dan mencekam, menanti bel pintu yang di pencet pengawalnya di sambut oleh pemilik rumah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.