Ciuman Pertama Aruna

Menangkap Mangsa



Menangkap Mangsa

0"Ting tong... Ting tong...". Suara bel pintu berbunyi.     

Damar berlari kebawah melihat siapa tamu yang datang. Dia sedikit curiga, hanya Pandu dan sopir mereka yang mengetahui rumah barunya. Sedangkan keduanya sedang terjebak dalam masalah karena Damar melarikan diri. Situs-situs di internet menyebutkan Danu Umar sakit sehingga tidak bisa hadir dalam fanmeeting hari ini. Harusnya Pandu masih jadi tameng yang di wawancarai dalam acara tersebut, termasuk di buru oleh para wartawan.     

"Siapa ya?". Damar mengajukan pertanyaan pada seseorang diluar melalui kamera bel pintu yang dilengkapi dengan monitor dan speaker, sehingga Damar bisa melihat tamu yang datang tanpa harus membuka pintu.     

"Oh, saya okesent (layanan mengantar online). Mengirim barang untuk nona Aruna. Eh' Maksudnya atas nama Aruna". Pengawal Hendra sengaja mengelabuhi pemilik rumah ini agar bisa memastikan calon istri tuannya benar-benar ada di dalam. Jelas sekali bicaranya berantakan.     

"Ya. Masuklah gerbangnya sudah aku buka". Pengawal Hendra menyelipkan ke dalam membawa sebuah kotak berisikan handphone Aruna. Alat yang terselip di bajunya menyala, permintaan laki-laki diujung sana agar bisa mendengar percakapan yang terjadi antara Hery dengan mereka.     

"Bisa aku terima". Damar keluar dari balik pintu, teras rumahnya terdesain lebih tinggi. Aktivitas dua orang itu secara samar terlihat oleh seseorang dibalik mobil bentley yang terparkir pada sebrang jalan.     

"Pengirimnya bilang, ini barang pribadi. Jadi saya harus menyerahkan langsung pada pemiliknya".     

"Oh' begitu?".     

"Mau menunggu? dia masih mandi". Balas Damar.     

_Mandi??_ Hendra mendengar dengan serius percakapan mereka.     

"Boleh. Tidak masalah". Hery setia menunggu nonanya di depan pintu rumah Damar, setengah terbuka. Tampaknya Damar lari menuju lantai 2 meminta Aruna lebih cepat. Teriakan pemuda padang itu terdengar sayup-sayup pada alat yang dikenakan pengawal Hendra.     

'Aruna cepat mandinya ada paket untuk mu'     

'Damar baju mu kebesaran semua.. ga' ada yang pas di aku'.     

Dan suara itu menghilang.     

Beberapa menit kemudian si rona kemerahan muncul dari balik pintu di iringi pria lain yang dia sebut sahabat. Hendra membuka jendela bentley-nya. Mengintip Aruna yang terbalut sweater kebesaran.     

Calon suami itu sudah tidak tahan lagi, bergerak, bergegas keluar dari dalam persembunyiannya. Keinginannya ditangkap oleh Surya. Sekertarisnya berusaha menghentikan tindakan Hendra.     

"Jangan gegabah!".     

"Kau harus ingat mereka anak-anak muda, masih butuh bersenang-senang dengan temannya".     

"Jangan buat dirimu menyesal, biarkan pengawal mu bekerja!". Ungkapan Surya membuat Hendra mengurungkan niatnya. Jemari lelaki itu tergenggam kuat tanda bahwa dia sedang meredam amarah.     

_Sejak kapan Hendra menjadi begitu peduli dengan nona Aruna? Apa dia benar-benar jatuh hati pada anak kecil itu?_ Surya hampir tidak percaya dengan perubahan besar pewaris Djoyodiningrat. Melihatnya saja orang akan tahu bahwa Hendra sedang dilanda rasa amarah membabi-buta.     

_Ah' bukankah dia pengawal Hendra? Mengapa ada di sini_ Aruna sangat terkejut. Laki-laki pembawa paket adalah salah satu dari pengawal Hendra yang menemaninya beberapa hari lalu. Aruna masih ingat betul pria ini juga yang mengemudikan mobil Hendra kala dirinya dipaksa bersembunyi di balik Coat CEO Djoyo Makmur Grup.     

"Bisa kami terima paketnya?". Pinta Damar. Aruna segera mengambil handphonenya dari dalam kotak yang dibuka oleh pengawal Hendra.     

"Tampaknya kita perlu bicara?". Aruna menelisik maksud kedatangan pengawal Hendra padanya. Dan kenapa laki-laki ini harus berpura-pura sebagai pengantar paket berisikan handphonenya. Bagaimana bisa handphone yang berada di Surat Ajaib bisa ada padanya. Aruna merasa butuh penjelasan.     

Ketika keduanya mencoba menjauh dari Damar. Damar segera menarik lengan Aruna. Pemuda ini menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Jelas-jelas calon suami Aruna baru saja mengirim pesan singkat via WhatsApp menggunakan nomor Aruna. Artinya pria itu berada tidak jauh dari lokasi ini.     

"Tidak apa-apa Damar aku mengenalnya".     

"Aku hanya akan ngobrol sebentar". Aruna menenangkan raut muka khawatir Damar.     

Hendra sudah tidak tahan, lelaki bermata biru itu keluar dari mobilnya. Surya segera menyusul menghentikan langkah kaki atasan yang sekaligus sahabatnya.     

"Ingat Hendra kau tidak punya hak marah padanya". Sekertaris Hendra mengingatkan.     

"Aku tidak marah". Hendra membela diri.     

"Dengan ekspresi seperti itu kau bilang tidak akan marah?. Itu mustahil!".     

"Mengapa aku tidak boleh marah. Dia calon istri ku?!". Hendra keberatan.     

Surya mengangkat tangannya tidak percaya dengan kata-kata yang baru terlontar dari mulut Hendra.     

"Kau yang menyodorkan surat kontrak padanya. Kau ingat tujuan mu apa?".     

"Aku tak percaya kau sudah melupakannya.. tujuan utama mu supaya kehidupan pribadi mu tidak terusik".     

"Dulu aku sudah memperingatkan mu berkali-kali tapi kau keras kepala".     

"Sekarang masalahnya kau dan dia sudah sepakat. Dan kini kau akan mengusik kehidupan pribadinya??". Surya berusaha menyadarkan Hendra. Secara nyata Hendra tidak punya hak untuk marah kepada putri Lesmana.     

Aruna & Hery     

"Kenapa anda di sini?". Tanya Aruna mulai gugup.     

"Tuan muda ada di depan, dia berharap anda berkenan pulang bersamanya. Sekarang juga!". Balas Hery. Aruna perlahan merasa takut dan tertekan. Selain mengikutinya berhari-hari seperti yang diungkapkan Damar, Hendra bahkan ikut campur dalam kehidupan sehari-harinya yang sederhana. Bermain bersama sahabat.     

Hendra & Surya.     

Hendra menyadarinya, dia tidak berhak mengatur Aruna. Pria itu mulai memegangi pelipisnya dengan satu tangan, menandakan dirinya sedang kalut. Dia tidak memiliki wewenang atas hidup Aruna, sekarang atau setelah pernikahan dilangsungkan. Aruna memiliki kebebasan menjalin kehidupan pribadinya. Dan hal tersebut karena kontrak pernikahan yang telah Hendra sodorkan secara paksa kepada calon istrinya dihari pertama pertemuan resmi mereka.     

Hendra mulai pasrah, CEO itu menatap rumah Damar sekali lagi. Mengakhiri pemburuannya terhadap gadis mungil yang dia inginkan.     

Sayang, mata kedua laki-laki itu saling bertemu. Damar masih berdiri didepan terasnya. Dengan struktur bangunan lebih tinggi, dia leluasa mencari-cari sesuatu yang mencurigakan. Pemuda Padang yakin calon suami Aruna sedang mengawasi mereka, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Dan Hendra berdiri pada sebrang jalan sedang berdebat dengan Surya di dekat bentley-nya.     

Damar bergerak menuruni tangga. Hendra tidak bisa mengendalikan diri.     

"Hen.. Hendra!". Surya sempat memanggilnya.     

"Percuma mereka sudah tahu keberadaan ku!!". Pria itu mengabaikan peringatan sekertarisnya. Berjalan meringsek menuju pintu gerbang rumah Damar.     

Melihat Damar dengan kegelisahannya. Panik dan bergegas menuruni tangga. Perlahan kaki Aruna bergerak mundur. Gadis itu tahu sang CEO yang memiliki kekuasaan tanpa batas seolah akan menerkamnya dari balik pintu gerbang.     

"Sreeak". Benar dugaan Aruna, sesaat kemudian pintu gerbang rumah Damar di buka Lelaki bermata biru dengan sorot mata tajamnya. Hendra melangkah melambat seperti singa yang akan menangkap mangsanya.     

Tepat disaat Damar berdiri di depan si rona kemerahan. Mencoba menjaga gadis itu dari ancaman.     

"Sudah saatnya pulang". Pinta Hendra dingin memendam amarah. Menuntut gadis mungil yang bersembunyi di balik tubuh jangkung di antara mereka.     

Aruna tidak menjawab. Dia terlalu takut dengan cucu Wiryo. Dari sorot matanya, Aruna tahu laki-laki itu sedang terbakar amarah dan memahami betul ketika suasana hatinya buruk Hendra bisa berbuat apa saja semau dia. Seperti ketika dia memukul kasar pintu gerbang rumah Aruna lalu melemparkan hinaan, dan membuat Aruna menangis sepanjang hari. Aruna tidak yakin dia sanggup mengalami kejadian seperti itu lagi.     

Hendra mengabaikan keberadaan Damar. Lelaki itu mendekat meraih tangan Aruna. Melihat Aruna keberatan. Damar berusaha mendorong Hendra. Pemuda itu tidak sadar tangan bagian kiri Mahendra sedang bermasalah.     

"Au.. Aargh". CEO itu memegangi tangannya mengeluh, tampak kesakitan.     

Pengawalnya terlihat sangat panik. Mengeluarkan senjata api ketiak Damar meringsek maju mendekati tuannya. Hery mengacungkan pistol tepat di kepala Damar.     

Semua orang terlihat syok. Terutama Aruna. Rasa takut yang mencekam menyelimuti dirinya.     

"KENAPA KAU.. !!". Bersama teriakan Hendra memarahi pengawalnya. Gadis itu kehilangan dirinya, rasa panik menyerang begitu dalam dan hilanglah kesadaran putri Lesmana     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.