Ciuman Pertama Aruna

Lantai D



Lantai D

0[2 Hari Sebelumnya]     

Pria berbalut Coat coklat pekat menjulur menutupi tangannya yang masih bertumpu pada penyangga serta terbalut gips. Lama dia berfikir sebelum akhirnya memutuskan mengikuti kemauan tetua, menaiki lift khususnya. Dan dengan sebuah kartu milik pimpinan pengawal bernama Raka, Hendra baru mengetahui bagaimana cara menuju lantai D yang kabarnya berada di lantai bawah tanah.     

Raka menempelkan kartu miliknya pada lift kemudian memencet bersamaan angka 5 dan 8. Sesaat berikutnya lift meluncurkan kebawah dengan warna lampu berbeda, warna biru.     

Ketika lift berhenti, mereka dihadapkan dengan pintu yang dilengkapi alat detektor. Raka menyentuhkan tangannya pada sebuah kotak di sisi kanan pintu, sekejap kemudian deteksi kornea mata meminta pengunjungnya mendekat, lalu pintu terbuka.     

_Wah' Wiryo, dari mana isi kepala kakek tua itu bisa membangun ruangan secanggih ini_ Hendra perlahan menyadari mengapa kakeknya menyandang predikat 'penguasa tanpa batas'. Rekan-rekan bisnisnya pun selalu menunduk padanya. Sangat jarang ada yang berani menolak permintaan tetua Djoyodiningrat.     

Hendra melangkah menyusuri lorong sembari mengamati keadaan di dalam. Pada sisi kiri lorong terhampar aktifitas para cyber. Pembatas kaca tebal transparan membuat kegiatan mereka tertangkap sempurna. Susunan meja dengan bentuk setengah lingkaran berderet beberapa lapis. Tepat didepan para ahli IT terdapat layar besar membentang dan mampu dioperasikan oleh mereka dalam bentuk potongan layar atau full screen.     

Antara layar screen dengan para pekerja terdapat podium setengah lingkaran. Seseorang yang Hendra kenal sedang memberikan instruksi. Pradita, sang pemegang kunci lantai D atau lebih tepatnya pimpinan pusat teknologi informasi Mega bisnis Djoyodiningrat. Pria itu berhenti sesaat dari aktivitasnya, menyadari kedatangan Hendra. Berdiri mengarah pada pewaris Djoyodiningrat dan memberikan hormat.     

(Cyber dapat diartikan sebagai istilah lain yaitu 'cyberspace yang diambil dari data 'cybernetics. Cyberspace merupakan sebuah ruang yang tidak dapat terlihat. Ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi yang dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik tidak lagi menjadi halangan).     

Hendra menatapnya kosong. Suara di balik kaca tidak terdengar. Dia sedang berfikir keras apa tujuan gila kakeknya membangun tempat ini. Kegilaan lelaki tua itu terhadap hidupnya, dia pikir adalah kegilaan paling fatal. Ternyata hal tersebut bukanlah seberapa.     

Kini mata Hendra melirik sisi kanan. Kaca transparan itu dibagi menjadi dua ruangan. Raka berhenti sejenak.     

"Di depan anda adalah tim Thomas (Negosiator)". Jelas Raka. Ruang kerjanya lebih mirip ruang pekerja pada umumnya dengan tumpukan berkas dilengkapi meeting room.     

"Dan sebelahnya tim Vian (agen rahasia internal)". Tidak jauh dengan kondisi ruang milik Thomas. Hanya saja ruangan Vian lebih misterius dan terkesan seperti kumpulan para penyidik atau detektif.     

"Dimana orang-orang mu". Tanya Hendra pada Raka. Pria yang kemana-mana membawa senjata api, tersenyum menyeringai.     

"Jangan terkejut tempat kami lebih manusiawi dari pada mereka". Raka berjalan melambat berhenti di ujung lorong. Ruang tertutup, tidak seperti yang lain hanya dibatasi oleh kaca transparan tebal anti peluru.     

Ketika pintu itu di buka. Hendra hampir tidak yakin didalamnya adalah ruangan luas seperti tempat berlatih bela diri. Beberapa orang sedang bersantai dengan baju khas beladiri. Sepertinya mereka baru saja selesai berlatih.     

"Berdiri kalian semua!". Suara lantang Raka membuat mereka sigap bersiap dan memberi hormat pada Hendra.     

Hendra tidak peduli, dia lebih tertarik dengan ruang-ruang disekitar. Tepian tempat ini memiliki sekitar 7 pintu. Laki-laki itu berjalan perlahan mendekati suara bentakan yang sayup-sayup terdengar. Matanya menyusup kedalam celah kaca selebar A4 terletak dipintu. Pintu yang terkesan dibanting sembarang sehingga tidak tertutup rapat, mengakibatkan makian Andos kian jelas terdengar.     

"Apa yang dia lakukan?". Tanya Hendra pada Raka.     

"Dia menghukum tim yang lalai dalam tugas". Jawab Raka singkat mengajaknya pergi. Namun Hendra masih terpaku. Ya, didalam ruang itu ada Putra dan Hery. Dua bodyguard tersebut yang telah menyelamatkannya dalam sabotase kemarin.     

Hendra tergerak membuka pintu. Andos dan orang-orang didalam sempat terkejut. Sekertaris pribadi tetua yang kini lebih banyak mengurusi Hendra melirik Raka, Raka menyadari bahwa dia harus segera membawa tuannya pergi.     

"Anda tidak seharusnya berada disini. Bisakah anda keluar segera!?". Minta Raka.     

"Aku minta waktu 2 menit!". Permintaan Hendra sedikit mengejutkan. Tak ada yang berani menolak. Karena dialah pemimpin sesungguhnya.     

Melihat orang-orang tersebut diam Hendra bergerak dan berdiri didepan sekelompok bodyguard yang baru saja mendapat hukuman.     

"Terimakasih". Kata-kata tersebut membuat tiap mata terbuka lebih lebar.     

"Terimakasih telah menyelamatkan nyawa saya dan calon istri saya". Hanya kata itu yang Hendra ucapkan. Lalu melangkah pergi. Tapi dia tergelitik untuk berbalik mendekati Andos.     

"Belajar melihat sisi positifnya". Padahal Hendra memiliki sifat yang hampir sama dengan Andos. Kecuali beberapa saat yang lalu ketika sudut pandangnya perlahan berubah seiring kebersamaan sederhananya dengan putri Lesmana.     

"Bukankah kalian sudah berhasil menangkap pelakunya, jadi tujuan kita untuk mengungkap para pengancam yang belum pernah diketahui identitasnya semakin dekat". Suara Hendra dingin tanpa melihat Andos. Ketika berperilaku seperti ini, Hendra bagaikan Wiryo dalam wujud muda.     

"Prediksi anda salah". Sela Andos. Hendra tampak mengernyitkan dahinya.     

"Sampai sekarang kami belum berhasil membuka mulut pelaku". Andos menambahkan.     

"Untuk itu anda diminta datang kemari".     

"Kakek anda memberi kewenangan penuh mau diapakan orang itu".     

"Dimana dia". Tanya Hendra.     

Raka meminta Hendra mengikuti dirinya, keluar dari ruang para bodyguard, termasuk Andos membuntuti dibelakang.     

"Tempat ini bukan lantai D". Hendra terkejut mendengar ucapan Raka.     

_Apa lagi sekarang?_     

"Bukakan lantai D untuk kami!". Raka menekan sesuatu ditelinganya. Sesaat kemudian Pradita menghampiri mereka. Empat orang itu menyusup dalam salah satu pintu yang terkesan seperti pintu ruangan biasa. Nyatanya pintu tersebut adalah lift, bukan naik keatas atau turun kebawah. Lift mengarah kesamping. Pradita menekan beberapa tombol dan meminta tuanya mendekat.     

"Berdirilah disini!".     

"Dekatkan mata anda!". Pria itu tampak ahli memainkan smartphone ditangan.     

"5 menit lagi anda bisa masuk. Struktur tubuh, wajah dan kornea mata anda sudah ditangkap oleh sistem". Jelas Pradita.     

"Hendra menunggu sambil menatap wajah orang-orang kakeknya. Mereka terlihat muda. Sama dengan dirinya. Hanya Andos yang tampak berumur".     

"Sudah berapa tahun kalian mengenal kakekku". Tanya Hendra.     

_Yang benar saja, aku cucunya dan tidak ada yang aku ketahui_     

_Pantas saja orang-orang percaya bahwa posisi Presdir tak mungkin jatuh pada ku_     

"Sebagian, oh bukan, lebih tepatnya mayoritas dari kami adalah anak angkat kakek anda. Kami hidup, tinggal dan bersekolah sampai kuliah keluar negeri juga atas dukungan tetua Wiryo. Jadi kami mengenal beliau sejak kecil".     

"Ha.. haha". Hendra tertawa dingin sama seperti Wiryo.     

_Ah' orang tua itu memang ahli berencana_     

Pintu perlahan terbuka ruangan yang benar-benar berbentuk huruf D hadir dihadapan Hendra. Ruangan itu memiliki atap melengkung setengah lingkaran dan tampaknya difasilitasi teknologi tinggi. Ditengah-tengah ruang lantai D terdapat meja meeting berisikan 8 kursi.     

"Anggota kita terdiri dari 8 orang sekarang. Kami berlima, tetua dan anda anggota baru".     

"Satunya?".     

"Belum saatnya anda tahu". Pradita menjelaskan.     

"Nanti jika sudah waktunya anda pasti diberi tahu". Tambah Raka.     

Beberapa menit berikutnya Andos muncul melempar pelaku. Pria itu tersungkur dibawah kaki Hendra. Bahkan tidak berani berdiri karena senjata yang ditodongkan Andos.     

"Ini kesempatan terakhir mu".     

"Bicaralah dengan benar atau kau akan mati disini". Ucapan mantan penyidik ini sungguh mengerikan. Andos seolah baru menunjukkan jati diri.     

"Pertanyaan ku masih sama. JAWAB!!". Gertak Andos.     

"Kriek.. ceklek". Suara pengisian peluru pistol Raka terdengar nyaring.     

"Aku sudah katakan berkali-kali tuan, aku benar-benar tidak tahu siapa mereka".     

"Aku tiba-tiba dilepaskan dari hukuman seumur hidup dan dijanjikan uang 1 milyar, syaratnya berhasil membunuh anda".     

"Aku terpaksa bersekongkol dengan mereka karena ingin bertemu putriku".     

"Ternyata benar aku bisa bebas".     

"Setelahnya aku dikejar-kejar untuk memenuhi permintaan mereka.. sebab keselamatan putriku juga dipertaruhkan". Pria babak belur itu mendekat menyentuh sepatu Hendra.     

"Tolong ampuni saya tuan". Merintih, memohon ampunan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.