Ciuman Pertama Aruna

Konsekuensi



Konsekuensi

0"Haah... Haah..". Nafas Hendra terasa sesak sedari meninggalkan Aruna. Pria itu duduk sejenak ditepian tempat tidur. Memegangi dadanya sebelum akhirnya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.     

Pria itu berfikir semua akan lenyap bersama terbasuhnya rasa lelah oleh air yang mengalir dari rintik shower. Nyatanya tidak sama sekali.     

Memandangi dirinya yang kacau dan sedikit lebam. Ya.. Hendra baru menyadari ada sudut di wajahnya yang membiru. Tidak jauh dari matanya yang masih memerah. Ketika pria itu meneteskan obat mata, dirinya bahkan menangkap bekas gigitan Aruna.     

Gadis kecilnya sungguh terlewat batas, berani memberikan banyak luka pada tubuhnya. Termasuk luka di hatinya. Sayang Hendra tidak memahami. Sesuatu di dalam dadanya adalah luka yang berbeda.     

_Apa yang terjadi pada ku??_     

_Apa aku perlu menemui Diana?!_. Lucunya Hendra berfikir sakit di dadanya tidak lebih dari masalah psikis, bisa di cari tahu penawarannya.     

Pria itu menatap dirinya lebih lekat di cermin. Dan mengingat banyak hal tentang hari yang panjang ini. Termasuk rona kemerahan yang memabukkan. Jika gadis itu tidak berteriak. Mungkin dia akan menyesap lebih dalam bibir Aruna.     

Ternyata seperti itu rasanya. Aruna tidak menyadari bukan hanya dia yang mengalami ciuman pertama. Tapi pencurinya juga menyandang status yang sama, tentang rasa yang pertama. Wangi bibir gadis itu tidak ingin dia hapus.     

Mungkin waktunya hanya sampai 2 tahun. Dan sepanjang itu pula dia yakin mampu merebut hati gadis yang terikat kontrak dengan dirinya.     

***     

"Hendra kenapa kau menyerahkan tanggung jawab pernikahan mu pada orang itu!".     

"Kau sudah tidak percaya pada ku?". Surya tampak emosi melempar surat perintah pengalihan tangung jawab pernikahan sang pewaris kepada sekertaris kakeknya. Lelaki yang menjadi saingan Surya, Andos.     

"Kau tahu aku tidak pernah se protokoler ini". (Surat perintah bukan kebiasaan ku) CEO mengamati seksama lembaran yang baru saja dilempar Surya pada mejanya.     

_Ah' tanggalnya apa tidak salah? Bukankah ini sebulan lagi??_     

"Kau dapat ini dari siapa?!". Tanya Hendra.     

"Sekertaris tetua ada di depan".     

"Heh". Surya tertawa merendahkan. Dia jarang marah, tapi kali ini terlihat jelas pria itu sangat kecewa.     

"Dia bahkan membawa para bodyguard, asuhannya". Tambah Surya.     

"Didepan?". Hendra menerawang.     

"Ya! Didepan pintu ruangan ini". Balas Surya.     

"Biarkan mereka masuk!. Sepertinya mereka ingin menemui ku". Pinta Hendra, menyadari keputusan yang dia buat kemarin sudah mendatangkan konsekuensi.     

"Kau harus meralat ulang pengalihan tanggungjawab itu". Pinta Surya sebelum melangkah memenuhi permintaan Hendra. Membuka pintu untuk Andos.     

"Ini bukan buatan ku. Kita sama-sama mengerti, aku tidak bisa merubahnya". (Buatan Presdir adalah ketetapan)     

Surya tampak mengeluh. Tapi dia menerimanya. Sesaat kemudian, lima orang pria masuk kedalam ruang kerja Hendra.     

Mereka tampak kaku seperti kakeknya, berdiri di hadapan meja kerjanya dan memberi hormat serentak. Sebuah pemandangan yang tidak di sukai Hendra.     

Hendra meminta mereka untuk duduk lebih santai pada sofa putih ditengah ruangan. Sayangnya mereka terlihat tidak berkenan.     

"Teruslah berdiri disitu. Atau kalian keluar saja". Dan mereka terpaksa mengikuti permintaan cucu Presdir. Sebuah pelanggaran dalam benak mereka. Duduk sejajar dengan pimpinan tidak diperkenankan.     

"Apa yang akan kalian sampaikan". Ucapan Hendra terlihat santai. Dalam balutan yang sempurna, untuk sebuah kondisi yang tidak layak dianggap santai.     

Pria yang paling berpengaruh diantara mereka mengarahkan pandangan matanya kepada sekertaris Hendra. Itu artinya dia menginginkan Surya keluar dari pembicaraan ini. Hendra menangkap sempurna.     

"Surya bawakan minuman untuk mereka. Aku rasa di tambahkan sedikit cemilan boleh juga". Hendra memintanya pergi dengan sangat halus.     

"Apa??". Surya hampir tidak percaya. Disisi lain dia tidak bisa menolak permintaan Hendra.     

"Katakan sekarang!". Pinta penerus tunggal keluarga Djoyodiningrat.     

"Keputusan anda memilih putri Lesmana, mengukuhkan posisi anda sebagai presiden direktur berikutnya semakin dekat". Andos mulai memberikan informasi.     

"Itu artinya anda harus mendapatkan pengawalan yang ketat". Tambah mantan intelejen.     

"Hah.. haha". Hendra tertawa.     

"Kalian akan menjadikan aku seperti kakek. Ah' itu sangat tidak asyik". Hendra melempar sarkasme. Kakek tua kaku dan keras kepala yang selalu di ikuti para pengawal setianya.     

"Aku hanya butuh asisten seperti Surya. Tidak perlu seserius ini". Tambah Hendra.     

"Setiap pemimpin adalah raja dalam permainan catur. Dan para pion seperti kami hadir untuk melindunginya. Bisnis tidak ada bedanya dengan permainan catur, jangan berpura-pura naif". Andos pria yang konsisten dan berani.     

Untuk sebuah bisnis yang besar namun hanya dimiliki oleh satu keluarga tunggal. Siapapun dalam lingkaran ini tahu bahwa itu tidak mudah. Kapan saja, hanya dengan bergabungnya beberapa direktur dari masing-masing anak perusahaan lalu mereka sepakat melakukan kolaps bersamaan. Hal semacam ini sudah bisa dikatakan kehancuran bertahap. Untuk itu presiden direktur perlu kekuatan yang besar. Selain kepemilikan saham.     

"Aku yakin anda tahu mengapa kakek anda tidak pernah menunjukkan minat menjadikan anda Presdir. Bahkan dia menyebarkan rumor bahwa anda tidak akan mendapatkan apa-apa. Dia sedang bermain catur untuk melindungi cucunya". Andos memandang Hendra meyakinkan.     

Wiryo selalu menyisihkan Hendra dalam pembahasan Presiden direktur. Dia seolah-olah akan memberikan itu untuk salah satu karyawan terbaik atau pengikutnya yang setia. Karena tetua Wiryo sedang berusaha agar Hendra tidak diganggu oleh orang - orang serakah.     

"Walau dia menyadari sindrom yang anda derita menjadikan anda tidak layak menyandang status Presdir apalagi penerus tunggal. Namun dia selalu memilih anda. Bahkan kali ini dia yakin anda bisa sembuh". Ucapan Andos tidak meleset dari prediksi Hendra. Dia tahu kakeknya terlihat tidak menginginkannya, tapi pria tua itu selalu biasa mengikatnya.     

Hendra ingat betul bagaimana dia melewati masa SMP dan SMA yang begitu keras. Rentetan kegiatan yang tak kenal waktu. Dari berlatih bela diri hingga kunjungan resmi maupun diam-diam ke perusahan kakeknya, baik yang paling besar maupun kantor kecil di pinggiran kota sepi.     

Ketika musim liburan tiba. Dirinya bahkan di lempar sebagai cleaning servis di beberapa perusahaan kakeknya. Kornea matanya ditutup dengan kontak lensa tiap kali tugas itu dijadwalkan. Dia tahu dirinya sedang dicetak menjadi penerima tanggungjawab sejak awal.     

"Baiklah aku harus bagaimana?". Hendra mencoba mencari tahu maksud orang-orang kakeknya.     

"Ini adalah Raka, dia akan bertanggungjawab menjaga keselamatan anda, memimpin para pengawal".     

"Dia Pradita, memegang kunci lantai D". Lantai D, tidak banyak orang yang tahu dimana letaknya. Rumor itu nyata bahwa Djoyodiningrat punya pusat teknologi & informasi untuk mengembangkan berbagai sektor potensial yang berkaitan dengan dunia digital. Namun tidak pernah di ungkapkan. Orang-orang yang bekerja di lantai D sangat misterius dan hampir tidak terlihat. Karena didalam lantai D, yang terletak di lantai bawah tanah Djoyo Rizt Hotel juga menaungi devisi cyber. Tim ini bahkan bisa menyadap, menentukan letak seseorang dsb.     

"Negosiator, Thomas". Thomas dan timnya biasa mengatur beberapa pejabat publik yang suka berulah. Bahkan orang dan perusahaan eksternal yang kadang saling menjatuhkan.     

"Agen rahasia internal, Vian". Dia memiliki orang kepercayaan di tiap anak perusahaan Djoyodiningrat. Dan siap menyajikan informasi terbaru mengenai perkembangan dan kondisi real anak perusahaan.     

Dan tentu saja Andos sendiri adalah tangan kanan yang siap menyelesaikan berbagai masalah.     

"Dimana posisi Surya". Hendra masih mengingat sahabatnya.     

"Dia akan tetap menjadi rekan anda. Rekan pengembangan bisnis. Bukankah itu keahliannya. Jadi dia tidak akan kemana-mana". Hendra memahami. Surya dan dirinya selalu punya cara berkolaborasi untuk peningkatan profit perusahaan. Dan kadang dia memang payah dalam menyelesaikan masalah.     

Hendra juga menyadari sesuatu. Mengapa dirinya hanya pandai memperbaiki sistem perusahaan, mengatur peningkatan omzet dan beberapa hal tentang marketing. Tapi jarang berhasil ketika harus mengeksekusi orang-orang yang berkhianat atau kesepakatan eksternal maupun internal yang berat. Biasanya hal tersebut bagian dari tanggungjawab kakeknya.     

"Pengukuhan anda sebagai calon tunggal Presdir akan diselenggarakan setelah pesta pernikahan". Tambah Andos.     

"Kapan pernikahan ku?". Hendra pura-pura tidak tahu.     

"Satu bulan lagi. Mohon maaf tetua minta dipercepat. Kami butuh waktu yang tepat sebelum akhir tahun. Sehingga awal tahun kita sudah meringkus para penghianat dan siap menentukan kebijakan berikutnya".     

"Ah' kalian terlihat mengerikan". Hendra menyadari hidupnya tak akan lagi sama. Bisa jadi dirinya berubah sebagai orang yang berbeda.     

"Dari semua kepercayaan itu, kakek anda membuat satu permintaan". Raut muka Andos makin serius.     

Hendra tahu ini akan terjadi.     

"Apa permintaannya?".     

"Dia menginginkan anda menjalani treatment bersama Dr. Diana. Dan treatment itu dikatakan berhasil ketika anda punya bayi dari nona Aruna".     

"Ketika bayi itu lahir. Seluruh kekuasaan kakek anda menjadi hak anda".     

"Dasar Wiryo!!".     

_Lelaki tua itu selalu punya cara mengatur ku_     

_Apa dia tahu aku punya kesepakatan dengan Aruna??_     

_Kalau pun tidak tahu, dia pasti sudah mengantisipasi kesepakatan semacam ini bisa terjadi_     

"Jika aku menolaknya apa yang terjadi?".     

"Anda sudah memilih, artinya anda tahu konsekuensinya". Hendra di ijinkan pergi jauh bersama Tania. Tapi dia memilih tetap tinggal dalam keluarga Djoyodiningrat dengan simbol Aruna.     

"Nona Aruna akan jadi taruhannya".     

"Apa??".     

"Hah.. haha". Hendra menertawakan dirinya sendiri hampir tidak percaya dengan konsekuensi yang dilayangkan Wiryo 'menjalani pernikahan ini dengan normal layaknya sepasang suami istri' kakek tua itu benar-benar menagih pilihan yang di buat Hendra. Memastikan semua berjalan sesuai kehendaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.