Ciuman Pertama Aruna

Ungkapan Doa



Ungkapan Doa

0"Haha.. kalian ingin menghentikan ku?!.. kemarilah aku ladeni kalian!".     

_Itu kan..?? Suara Hendra. Ada apa dengannya?"_     

"Tuan.. Mohon maaf, kami tidak ingin melawan anda. Bisakah anda masuk kembali".     

"Hehe.. Aku hanya ingin makan, apakah begitu saja dipermasalahkan?".      

"Baiklah kami ambilkan yang anda inginkan, anda bisa menunggunya di dalam".     

Membuang nafas, tidak percaya perintah apa yang dilayangkan Wiryo pada para ajudannya.     

Tak sabaran.     

Cucu Wiryo melangkah seenaknya keluar dari zona salah seorang ajudan kakeknya. Ajudan lainnya yang sedang bermaksud mengambilkan makanan menyadari tuan muda keluarga ini hanya berdalih.     

Tepat ketika dua orang akan menerjangnya. Hendra tangkas menghindar. Menendang salah satu dari mereka dan menjatuhkannya ke lantai. Lainnya mencoba melawan dengan pukulan. Mata biru menangkap dan memutar pergelangan tangan menekuk paksa, tak butuh waktu lama tangan sang ajudan sudah terkunci. Tuan muda melemparnya.     

Hendra menyadari ajudan yang tadi dia tendang menekan sesuatu di telinga.     

"Haha.. Kalian atau aku yang gila sekarang!". Kalau sudah seperti ini, Hendra baru benar-benar menjelma jadi setan.     

Ketika dia tertawa untuk dirinya sendiri. Selalu terdengar dan terlihat ngeri untuk siapa pun.     

Disisi lain Aruna tidak bisa menangkap adegan-adegan mengerikan itu. Celah sempitnya hanya bisa mendengar suara bantingan seseorang atau suara Hendra tertawa mengerikan. Aruna merinding sendiri. Seperti apa sebenarnya keluarga ini?.     

Beberapa orang berdatangan, Hendra hanya tersenyum melihat orang-orang Wiryo mengelilinginya.     

"Hanya segini?!. Pastikan kalian tidak mengeluarkan pistol atau aku benar-benar murka dan membunuh kalian".     

_Apa? Apa yang barusan aku dengar??_     

_Ada apa ini??_ Keluarga Aruna sering bertengkar, lebih tepatnya ketika keluarga ini mendesak ayah Lesmana menyerahkan kakaknya kemudian beralih pada dirinya. Namun tak sekali pun ada kontak fisik diantara mereka. Keluarganya hanya saling melempar kekecewaan satu sama lain tanpa berniat melukai.     

Apakah salah satu anggota keluarga ini menggunakan ajudannya untuk mendesak Hendra?. Seperti yang dulu pernah dilakukan oma Sukma kepada Hendra dan dirinya. Tersirat dalam ungkapan eufemisme : " Kadang kita terpaksa saling bersinggungan" yang bermakna 'saling memaksa dengan cara kasar'. (Pencuri Pertama, Capther 26).     

Tiba-tiba Aruna merasa merinding sendiri menyadari apa yang mungkin sedang dialami Hendra.     

Hendra membuka almari kaca dibelakangnya, tersenyum jahat memandangi sekitar tujuh ajudan kakeknya.     

"Tuan muda sungguh kami tidak ingin melukai anda, cobalah menuruti permintaan tetua".     

"Kembalilah ke kamar anda!".     

"Prank". Terdengar benda terlempar mengenai lantai.     

"Brak". Dan suara tubuh terbanting, termasuk rintihan seseorang namun bukan Hendra.     

"Tuan kami benar-benar tidak ingin melukai anda".     

"Hehe kalian pikir kalian bisa melumpuhkan ku!!".     

Dan Aruna tak sanggup mendengarkan lagi, suara raungan dan pukulan berbaur satu sama lain. Kemudian sayup-sayup terdengar kumpulan langkah kaki datang, kemungkinan datang sejumlah ajudan lain.     

"Aaa..rgh". Barulah Aruna sadar, suara kali ini berasal dari Hendra. Putri Lesmana bergetar dia memegangi pintu seolah ingin berlari keluar.     

_Hendra kenapa dia? Ada apa sebenarnya?_     

"Kalian akan menyesal melakukan ini!!. Hendra berusaha terlepas setelah dilumpuhkan orang-orang kakeknya.     

Perempuan kecil di balik pintu sangat ingin berlari ke arah sumber suara suami kontraknya, sempat terlihat tangan bergetar mencari-cari keberanian.     

"Wiryo…! Apa yang kau lakukan pada cucu ku!". Ada bayangan hitam berlari, diiringi suara perempuan yang Aruna kenal. Oma Sukma berteriak dan murka. Tidak seperti keanggunan yang ditangkap Aruna sebelum-sebelumnya. Nenek elegan ini bisa marah bahkan berteriak memaki suaminya sendiri.     

"Biarkan saja dia, kau tak perlu ikut campur. Anak sombong ini harus menerima konsekuensinya".     

"Masukkan dia ketempat seharusnya!!". Wiryo memekik menyeramkan.     

Seandainya Aruna melihat bagaimana orang-orang tetua mulai menyeret Hendra dan mendapati perlawanan keras dari suaminya. Mungkin dia akan berakhir sama dengan nenek anggun keluarga ini, yang mulai tidak tahan dan menangis.     

"Ya tuhan Wiryo.. kau benar-benar bukan manusia.. berikan kesempatan cucu ku beradaptasi".     

"Lepaskan dia Wiryo, ku mohon..!!".     

"Kalian.. Apa kalian tidak tahu siapa yang kalian perlakukan buruk!, Dia cucu ku! dia penerus keluarga ini!".     

Aruna mundur tidak sanggup lagi mendengar pertikaian mencekam keluarga Djoyodiningrat. Terlalu mengerikan untuk gadis yang lahir dan dibesarkan dari keluarga yang utuh, dibalut cinta ayah dan bundanya.     

Aruna meringkuk menyembunyikan dirinya di dalam selimut tebal.     

Seperti apa sebenarnya kehidupan Hendra dan keluarganya. Djoyodiningrat yang di kenal dengan kekuasaan dan kemakmuran tak ternilai, sayangnya menyuguhkan anggota keluarga dengan kepribadian yang tidak terduga.     

Perlahan Aruna menyadari mereka tidak seperti kebanyakan orang yang dia temui. Hanya oma Sukma yang terlihat hangat, tersenyum dan banyak bicara. Yang lainnya, entahlah.. putri Lesmana mulai mengantuk dan terlelap.     

***     

"Dia belum juga keluar?". Sukma memastikan istri cucunya dalam keadaan baik.     

Dua pelayan menggelengkan kepala. Saling menatap, mencurigakan, dan seolah bingung mau mengungkap sesuatu terpendam.     

"Ada apa??".     

"Kenapa kalian diam saja?". Sukma mulai khawatir.     

"Emm.. itu.. nona". Salah satu dari mereka ingin bercerita, namun satunya mencoba menghalangi.     

"Ada apa katakan!?"     

"Nona.. nona sepertinya kurang baik". Perempuan berseragam terbata-bata  menjawab pertanyaan nyonya-nya, yang sebaiknya tidak dibalas apalagi dijelaskan.     

"Kurang baik bagaimana?. Bicara yang jelas!". Perempuan paling tinggi  kedudukannya dalam keluarga Djoyodiningrat menuntut. Tapi dua orang pelayan malah terbungkam, membeku memilih diam.     

"Siapa yang majikan di keluarga ini?!, mengapa kalian berani mengabaikan permintaan ku!". Sukma mulai frustasi. Kejadian semalam membuatnya menderita. Dan kini matahari sudah lewat tengah hari, cucunya belum juga kembali. Sukma takut Hendra tak akan kembali, lebih sedih lagi jika dia benar-benar egois seperti biasanya. Putri kecil Lesmana yang baru kemarin dinikahi akan sangat menderita.     

"Oma biar saya yang melihat Aruna". Gayatri bangkit dari duduknya, berjalan tanpa ekspresi seperti biasanya.     

Disisi lain nenek Djoyodiningrat mendesak para pelayan untuk bercerita. Hatinya makin hancur dan terpukul ketika mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur dari pelayannya.     

Mereka bilang gadis itu belum juga mau makan, ditemukan diatas ranjang yang berserakan, matanya bengkak dan.. selanjutnya oma keluarga ini tidak sanggup mendengarnya.     

_Benarkah Hendra mampu melakukan 'itu', bukankah syndromnya masih belum pulih benar??_ Oma keluarga ini dilanda perasaan sedih luar biasa.     

.     

.     

"Hai.. Aruna..?". Gayatri membangunkan putri Lesmana. Mengusap kening menantunya yang masih tergulung dalam selimut tebal. Memastikan dia tidak sakit.     

"Kamu tak ingin bagun atau membersihkan diri?".     

"Oh, ibu??". Aruna bangkit, mencoba merapikan diri.     

"Apa dia memperlakukan mu dengan buruk semalam?".     

"Ah' maaf, aku menanyakan hal yang tidak pantas?".     

Aruna hanya tersenyum. Senyuman yang disambut dengan tatapan lekat mirip Hendra.     

"Ibu macam apa aku, sampai lupa tidak mempersiapkan baju untuk mu". Aruna masih mengenakan hem Hendra, walau bukan yang semalam. Tapi penampilan semacam ini merupakan sesuatu yang tidak sopan di mata para perempuan Djoyodiningrat. Seolah mereka telah menyianyiakan Aruna.     

"Sementara kamu bisa gunakan baju ku terlebih dahulu, sepertinya baju lama ku seukuran dengan mu?".     

"Tunggu sebentar". Ibu Hendra yang pendiam itu ternyata ramah dan terkesan sangat sopan. Walau ekspresinya datar, Aruna bisa menangkap bahwa dia begitu peduli dengannya.     

Secara perlahan perempuan itu kembali mendekati Aruna. Padahal dia sudah hampir menghilang di balik pintu. Mendekat dan memegang tangan Aruna.     

"Bolehkah aku mewakili-nya, minta maaf pada mu?". Ungkapan ibu Hendra membuat Aruna bingung.     

"Sebenarnya dia anak yang baik, mungkin kamu belum tahu banyak. Percayalah pada ku, suatu saat kau akan tahu bahwa dia juga punya hati yang hangat. Semua kejadian buruk yang menimpanya yang membuat putra ku seperti sekarang. Dan semua itu salah ku". Aruna benar-benar belum paham maksud ibu Gayatri. Meskipun demikian Aruna tahu perempuan ini sedang berusaha keras meyakinkannya. Mengusap tangan dan pipi Aruna, menatap dengan harap dan seolah-olah terdengar ungkapan doa.     

"Aku sangat berharap kamu bisa bertahan di sini dan membantunya".     

"Semoga aku tidak lancang. Bisakah Aruna mencoba memberikan cinta untuk Hendra".     

"Anak ku sangat membutuhkannya, karena aku tidak bisa menjadi ibu yang sempurna. Ku harap, istrinya membantunya mengenal kasih sayang".     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.