Ciuman Pertama Aruna

Kalah Suit



Kalah Suit

0"Aruna.. ayo kita periksa ruangan baju sebelah apakah ada yang bisa kamu pakai". Sejalan berikutnya Aruna tercengang dengan luasnya, termasuk isinya. Sayang hanya ada baju dan benda-benda Hendra.     

Kaki kecil itu melangkah dengan pandangan takjub, mereka benar-benar keluarga kaya raya. Pantas laki-laki ini santai saja ketika tas Gucci itu rusak dan kesulitan ketika harus membersihkan pakaiannya yang kotor.     

Termasuk tidak tahu apa itu casual style yang Aruna maksudkan dan malah melempar pertanyaan : "Brand langit? Apa itu?". Ketika Aruna protes dengan outfit yang dia gunakan saat pertama kalinya menjemput Aruna di kampus Tripusaka.     

Aruna baru mengerti sekarang, Brand semacam itu adalah outfit tuan muda Djoyodiningrat sehari-hari.     

Saat Hendra membuka almari bajunya yang membentang di sisi kanan dan kiri, Aruna tambah terkejut lagi. Jaz dan kemeja Hendra di susun dari warna terang hingga gelap berbaris sempurna dan sangat rapi.     

"Ah' sepertinya mereka belum meyiapkan baju mu Aruna".     

"Gimana ya?? Kau mau memakai punya ku?". Pria itu memandangi Aruna yang sedang mengenakan piyama handuk.     

"Hai aku bicara dengan mu jangan melamun!".      

"Oh' boleh.. Coba aku pilih".     

Aruna semakin tertegun ketika ditengah-tengah Lorong terdapat meja-meja transparan dengan laci-laci sempurna. Isinya adalah gelang jam, dasi, gesper, parfum, ah' masih banyak lagi semuanya milik pria ini.     

"Hendra apa kau punya display sepatu sport??". Gadis yang kini bersetatus istri, penasaran.     

"Kau kan membutuhkan baju?".     

"Ayolah dimana letaknya, aku penasaran!". Hendra melangkah menuju ujung Lorong. Aruna pikir tempat ini hanya terdiri satu Lorong saja. Ketika mereka berada di ujung, Aruna baru menyadari ruangan baju berbentuk huruf 'm', tadi mereka masuk dari kaki tengah hurup 'm' lalu pada bagian ujung terdapat kaca membentang di dinding dan bisa memilih berbelok ke kanan atau ke kiri.     

Hendra berjalan ke kanan, Aruna mengikutinya. Perempuan ini segera berlari lincah ketika dia mendapati sepatu, topi dan baju sport sampai baju untuk offroad pun ada. Terdisplay sempurna.     

"Ah.. Sepatu ini.." Aruna menempel di kaca mengamati dengan takjub sebuah brand sepatu sport yang dia inginkan yang tak mungkin sanggup di beli.     

Hendra tersenyum mengamatinya.     

"Aku akan belikan untuk mu.. kalau kamu menginginkannya".     

"Hehe.. Kau memang pemilik kartu ajaib terhebat". Aruna melempar pujian dan laki-laki ini memerah.     

Tiba-tiba Hendra seolah memikirkan sesuatu.     

"Sedikit kompensasi di pipi boleh juga..". Kalimat ini berasal dari mulut Aruna, dia berbicara dengan nada ejekan menirukan gaya Hendra setelah menyadari pria itu terlihat berfikir. Pasti dia menginginkan sesuatu.     

"Kau cerdas!". Hendra menimpali.     

"Ah' lupakan! Mana baju untuk ku!". Aruna mulai muak menangkap mata Hendra yang menatap dirinya, tepatnya bibirnya.     

"Kau tak punya kaos yang santai?".     

"Kita pilih beberapa sekalian, nanti bisa kamu putuskan mana yang dapat di pakai".     

"Ide bagus.. karena semuanya terlihat kebesaran".     

.     

.     

"Hendra bagaimana dengan ini?". Aruna keluar dari kamar mandi dengan kaos yang sangat kebesaran dan celana olah raga menyapu lantai.     

"Hehe.. sangat hancur".     

_Ah' tali penutup dua lingkaran itu terlihat_ Wajah pria ini memerah.     

"Kalau ini?". Aruna keluar lagi. Kali ini dia kenakan Hem kebesaran Hendra dengan celana yang dia pegangi. Sangat kedondoran dan lucu.     

"Kalau kau pakai ini dan tiba-tiba lupa memegangi celananya, Sepertinya aku akan menangkap segitiga yang tersembunyi di dalam.. hehe".     

"BRAK!". Suara pintu di banting keras.     

"Hendra.. celananya kebesaran semua..!! carikan aku yang kecil!".     

"Ukuran ku kan sama.."     

"Gak peduli.. carikan!".     

.     

.     

"Tok tok tok!". Ketukan pada pintu bathroom setelah cukup lama menunggu.     

Pria itu membawa celana pendek.     

Aruna memeganginya dengan sedikit ragu. Mengamati dan membaliknya beberapa kali.     

"Bukan kah ini boxer mu??". Ngeri.     

"Ah' aku sudah capek mencari.. Cuma ada ini yang kecil..".     

"Ih' aku tidak mau pakai!".     

"Terserah kamu.. adannya itu".     

.     

.     

Aruna mengendap-ngendap, melihat dimana pria itu berada. Ternyata disana di meja kerja yang menghadap ranjang, sedang asyik dengan laptop. Dia benar-benar sedang bekerja. Terlihat memeriksa beberapa lembar kertas dan seolah memadupadankan sesuatu antara kertas-kertas di tangannya dengan sesuatu pada layar leptop.     

Aruna berlari dan menyusup secepat dia bisa, membenamkan diri ke dalam selimut tebal di ranjang. Tidak mau terlihat oleh Hendra, menyadari baju yang dia kenakan sangat aneh.     

"Ingat jangan tidur!".     

Masih masalah di larang tidur sebelum pihak laki-laki tidur, salah satu poin dalam MOU mereka.     

"Aruna duduk!". Mata biru meletakkan kertas di tangan.     

Aruna cemberut dan keluar dari selimut tebal. Turun mencari remote tv.     

Tertangkap senyum Hendra menyadari gadis mungil itu mengenakan hem kebesaran dengan tali lucu pada ujung bajunya, untuk mengurangi volume kebesaran. Pergelangan tangan Aruna tidak terlihat ditelan lengan baju. Dan boxer hitam tertangkap seperti celana pendek normal pada tubuh Aruna.     

Ah' andai dia normal. Perempuan mungil ini akan masuk kategori godaan berat.     

Hendra menghentikan semua aktivitasnya.     

"Malam ini kita suit, siapa yang tidur di ranjang dan siapa yang berada di luar ranjang". Hendra mendekat tiba-tiba membuat gadis ini kelabakan. Mencari-cari remote tv yang sudah di pegang lawan bicaranya.     

"Keluarga aneh, interior kamar aneh, peraturan aneh. Haah.. aku bahkan tidak bisa nonton tv dengan jenak". Mengetahui Hendra memegang remote tv yang dia cari-cari.     

Aruna menengadahkan tangan, minta Hendra memberikannya baik-baik.     

"Bagaimana dengan sedikit ciuman di pipi akan aku berikan ini pada mu".     

"Huuh". Membuang nafas lelah. Gadis ini naik ke ranjang, memeluk guling berencana tidur. Tidak peduli pada peringatan Hendra. Karena lelaki bermata biru sangat menyebalkan sejak tadi.     

"Aruna!". Hendra datang dan menarik paksa tubuh Aruna agar terduduk. Cukup kasar serta keterlaluan.     

"Aku capek tahu..".     

"Aku tahu.. tapi kau tidak boleh tidur sebelum aku tidur. Itu peraturannya dan kau harus menjalankan sesuai rencana!".       

"Masalah tidur lebih dahulu saja seribet ini!. Kau keterlaluan".     

"Ya., memang". Wajah mereka sama-sama masam.     

"Kau mau apa??". Hendra mengernyitkan dahi, melihat Aruna mengakat tangan kanan sembari terkepal.     

"Memukul mu!!.. Suit lah.. apa lagi".     

"Oh oke!".     

Tiga kali mereka mengulanginya karena Hendra tidak terima dirinya kalah.     

"Kalah.. kalah saja, terima nasib mu". 'terima nasib mu' kata-kata Hendra, yang kini dijadikan senjata Aruna untuk menghinanya.      

Pria itu suram terbaring pada sofa di sisi kiri ranjang. Kakinya lebih panjang dari sofa, dia terlalu tinggi. Sofa yang akan menjadi nyaman untuk Aruna terlihat kecil pada tubuh laki-laki Jawa-England. Dia membolak-balikkan badan terlihat kebingungan karena sempit.     

"Jangan berbaring sebelum aku tidur". Hendra mengancam hanya karena gadis kecil ini membuat sedikit gerakan.      

"Baiklah makhluk planet lain".     

"Brak!". Hendra terjatuh dari sofa dan naik lagi.     

.     

10 menit kemudian     

.     

"Brak!". Jatuh lagi, hanya karena tak sengaja menggeser sedikit badannya.     

.     

 25 menit kemudian     

.     

Masih belum bisa tidur karena tidak nyaman     

.     

45 menit kemudian     

.     

Aruna kehilangan kesadaran, dia yang tadi duduk bersandar pada kepala ranjang. Menelungkup jatuh ke sisi kanan dan menghilang, berkelana kedalam mimpi indahnya.     

"Aruna..". Pria ini menghadap punggung sofa. Berkebalikan dengan keberadaan Aruna. Dia memanggil memastikan Aruna masih terjaga.     

Tak terbalas dan mulai khawatir.     

.     

1 jam kemudian     

.     

Tubuh Hendra yang tidak berani berbalik, takut melihat Aruna yang tergeletak dalam tidurnya.     

Mulai kesemutan.     

_Ah' aku harus bagaimana?_     

Tubuh Hendra yang tidak berani berbalik, takut melihat Aruna tergeletak dalam tidurnya.     

Mulai kesemutan.     

_Ah' aku harus bagaimana?_     

"Aruna apa kau sudah tidur..??". Tidak tahan dengan rasa kaku pada tubuhnya, Hendra terduduk tetap memejamkan mata.     

_Sialan, anak itu sudah tidur_ Memukul ringan punggung dan lengan, upaya sederhana menghilangkan rasa pegal.     

"Aruna..". Meraba-raba berjalan menuju ranjang.     

"Pruk".     

"Au.. argh..". Kaki kiri menerjang sesuatu.     

"Prang". Menjatuhkan beberapa benda, entah apa itu.     

"Huuh". Lelah dengan ke konyolannya sendiri yang terpejam mencari-cari anak kecil bernama Aruna. Ini seperti permainan anak-anak. Dia lupa namanya apa, namun dirinya sadar seorang CEO yang di hormati ribuan karyawan berakhir menyedihkan pada malam pertamanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.