Ciuman Pertama Aruna

II-129. Tak Terbaca



II-129. Tak Terbaca

0"Aruna.. Aku ingin adikku terbebas dari keluarga Djayadiningrat. Bukan berarti aku berhak mengatur kehidupannya setelah itu," kembali pernyataan ini di serobot Rey.      

"Fernando Caligis, hanya Lawyer itu yang bisa mengimbangi," Ungkapan Rey mampu merebut perhatian Anantha. Lawyer dengan bayaran mahal serta penulis buku 'Ranah Perdata' salah satu pembahasannya terkait sidang perceraian, sehingga banyak selebriti menggunakannya dalam banyak kasus gugatan cerai.      

"Tapi, aku tidak mau terus-menerus merepotkanmu, apalagi berhutang budi lebih banyak lagi," Anantha mencukupkan ketertarikannya. Baginya masalah Aruna tak bisa di campuri oleh orang lain.      

"Jika aku mengatakan aku benar-benar menyukai adikmu dan ingin menikah dengannya setulus hati, bagaimana menurutmu?" lagi-lagi lawan bicara Anantha enggan mengalah, masih berusaha mempertahankan minatnya.      

"Aruna punya jalan hidupnya sendiri, aku.."      

"kalau aku bisa membuatnya tertarik padaku apa kamu akan merestui?" kalimat Anantha terpotong oleh pertanyaan Rey untuk ke sekian kali.      

"Oh' tentu saja. Lelaki mana yang lebih baik darimu, aku bukan saja merestui, aku akan memberimu dukungan penuh" Anantha berdiri perlahan melangkah menuju sofa yang lebih santai dibanding meja kerjanya.      

"Apakah kau percaya aku menyukainya sejak awal?"      

"Ah' benarkah?"      

"Apa kau tak melihat aku selalu mengenakan gelang tangan buatan Aruna?"      

"Aku pikir kau suka aksesoris model itu, makanya kamu terus-menerus memakainya,"      

"Aku sungguh-sungguh Anantha," Rey mendekati kolega yang mudah terpengaruh, laki-laki ini ikut duduk di sebelah kakak Aruna.      

"Izinkan aku memberikan bantuan. Lawyer terbaik sedang di butuh kan sahabatku,  demi melepaskan adiknya dari belenggu keluarga yang membuat kehidupan Aruna tak punya masa depan, mana bisa aku diam saja," tangan Rey kini sudah menepuk ringan sang sahabat, Ah' entah lah apakah hubungan ini layak di sebut sahabat pada sudut pandang Rey? Sayangnya kedekatan mereka hampir melebihi kedekatan dengan keluarga masing-masing.      

"Aku membantumu bukan karena aku ingin mendapatkan Aruna, jujur semua ini untuk persahabatan kita," mungkin kah kalimat Rey benar?. Atau dia sedang menjalankan misi hebat tentang perebutan saham 10% Tarantula dengan Oliver dan Nakula.      

Lama Anantha terdiam hingga pria di sampingnya kembali bergumam.      

"Mendapatkan Aruna atau tidak hanya lah bonus, seperti persahabatan kita yang seolah bonus dari Tuhan. Lihatlah.. aku tak punya siapa-siapa, kakakku pulang pergi dari pusat rehabilitasi, orang tuaku tak sanggup menanggung malu, memilih tinggal di luar negeri. Sekarang siapa keluargaku kalau bukan kamu. Salahkah aku andai aku memberikan bantuan untuk sahabat yang sudah kuanggap keluarga?. Sampai adiknya saja benar-benar ingin aku nikahi supaya aku sungguhan berstatus keluarganya," tampaknya Rey terlalu pandai merangkai kata.      

Dan Anantha kembali terbius olehnya, pria ini menangkap ungkapan manis Rey bagian dari harapan yang luhur. Padahal pemilik saham ini telah banyak mengelabuhinya menggunakan siasat bisnis kelas kakap yang penuh permainan abu-abu, dia sedang tersenyum dalam dua ambisi tak terprediksi.     

Namun, sejenak tatapannya turut sayu. Tak terbaca apa makna ekspresinya yang kali ini?     

***     

Putaran roda mobil CEO DM grup menimbulkan decitan cukup menegangkan untuk satpam yang biasa membuka portal tempat parkir khusus.      

Sama dengan Hery yang sempat tersentak ketika embusan angin dari mobil di hadapannya seolah akan menerjangnya saja. Hery buru-buru mendekati pintu pengemudi dan mengetuknya, menyerahkan setelan jas lengkap degan celana kepada tuan muda.      

Hendra meraih pakaiannya dari jendela mobil dan buru-buru dia tutup, lelaki perfeksionis ini sadar balutan baju yang dia kenakan sangat aneh dan tidak layak di lihat siapa pun kecuali pemberinya itu sendiri alias gadis unik, Aruna.      

Pria ini bergerak ke kursi belakang, sambil susah payah akhirnya mampu melengkapi tubuhnya dengan pakaian yang layak pakai versi pewaris tunggal Doyodiningrat. Dia begitu lega sampai-sampai embusan nafasnya terdengar lucu untuknya sendiri, Hendra terkekeh menertawakan baju Aruna yang tak nyaman.      

Tak lama jendela mobil kembali turun dan gerakan tangan CEO memanggil dengan jemari enteng bergerak-gerak congkak, spontan dekati pengawal Hery, "Mana jam tanganku?"      

"Anda sudah mengenakan jam tangan," Hery tak mengerti.      

"Jam tangan ini untuk bajuku sebelumnya, bukan bagian dari setelanku hari ini," dia meminta Hery melihat dirinya.      

"ini tidak senada," tegas Mahendra.      

"Hitam dan Navy? Sepertinya masih sangat pas tuan?" Hery mengutarakan pendapatnya.      

"Menurutmu, tapi tidak menurutku," Hendra kadang keterlaluan tentang penampilan, dia tak mau ada yang kurang. Bahkan soal warna jam tangan atau dasi, termasuk sepatunya.      

"Mana sepatuku?"      

"Oh' Anda sudah di tunggu, apa Anda lupa?" Hery mencoba mengalihkan pembicaraan, ajudan ini lupa menyiapkan sepatu Hendra.      

"Ah' iya," jawaban Hendra membuat hati Hery lega. untung dia bisa mengalihkan tuannya kalau tidak, bisa-bisa pria ini akan menyuruhnya naik ke lantai teratas Djoyo Rizt Hotel sekedar disebabkan warna sepatu dan gelang jam yang jelas sudah dia kenakan, tak sesuai warna dan kehendaknya      

"Buang ini!" perintah Hendra menyerahkan hem kotak-kota berwarna merah dan celana olahraga kuning. Sempat menyengir sejenak, sesaat kemudian lekas-lekas Hery buang. Ajudan ini mendapati tatapan mata biru menghunjam berharap permintaannya segera di penuhi tanpa tanda tanya.      

***     

"Hem..." Gadis menggeliat mencari-cari sesuatu, tangannya bergerak ke segala arah berharap dia bisa menyentuh kulit seseorang. Tapi, semuanya kosong tinggal rasa empuk dari kasur yang juga menjadi tempatnya terbaring.      

_Ke mana Hendra?_ tanda tanya itu membuatnya segera melengkapi kesadaran dia membuka mata cepat-cepat.      

Gadis ini terduduk kecewa, sadar lelaki bermata biru sudah pergi. Teh hangat dan sarapan yang tersaji sudah jadi jawaban tersendiri. Dulu tiap pagi sebelum pria ini berangkat kerja. Dia selalu melakukan hal yang sama. Hendra akan menyiapkan potongan kue dan minuman hangat untuknya di nakas kamar pribadi rumah induk.      

Malas bercampur sedih, demikian ekspresi putri Lesmana berjalan lamban menuju kamar mandi dengan selimut menjuntai.      

"Aku bahkan tidak sakit??" ini gerutunya karena dia memang benar-benar tak mengalami malam yang di sebut pertempuran.      

Sayang senyumnya tak bisa terelakkan, perempuan ini senyum-senyum sendiri mengingat tiap gerak sentuhan lembut tangan suaminya menjelajahi lapisan tubuh, kulitnya masih merinding. Dia dilanda malu menyadari kenakalannya meminta di atas dan Hendra melarangnya dengan kata terbata-bata.      

Sejalan Kemudian, sayangnya wajah memerah itu kembali menampakkan duka. kala dia menyadari kesalahannya. Tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut, bingung bercampur desakan yang menyakitkan walau hanya sepucuk 'phallus' mendesak di dalam sana.      

_semalam hanya uji coba_ suara batin ini menggiring gerakan tangan mengambil air dalam gayung dan mulai membasahi tubuh.      

_Apakah Hendra bakal memiliki keberanian lagi setelah semalam?_ pertanyaan ini juga bagian dari gerakan menuang sampo pada rambut panjang menjuntai.     

_kenapa aku mempertanyakan Hendra?_ dia meniup busa yang menempel pada jari-jarinya.     

_Harusnya aku mempertanyakan diriku sendiri. Mungkin kah diriku mampu menghadirkan keberanian yang serupa dengan semalam?_ Sejujurnya gadis ini masih belum percaya dengan tiap kejadian yang dia mulai bersama CEO DM grup.      

***     

"Mommy kenapa Anda begitu gelisah?"      

"Apa kau bisa membantuku? mencari cara menemui menantuku?"     

"Em., ... ... ...      

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.