Ciuman Pertama Aruna

II-119. Sombong Vs Iri



II-119. Sombong Vs Iri

0"Aruna lihat! suamimu mau memukulku," pria ini merengek, menarik tubuh Aruna dan bersembunyi dibalik punggung gadis yang di ributkan.      

"Aaargh! Kau benar-benar menyebalkan!! Bisakah kau berhenti merengek dan bersembunyi di balik tubuh istriku," Hendra merebut Aruna, lelaki berpostur bule itu menarik tangan istrinya. Dan dari arah belakang ada yang nggak mau kalah. Damar mendekap punggung Aruna lalu mengikat perutnya dengan kedua tangan.      

Dalam benak Hendra pemuda ini tidak tahu malu, sudah tahu dia hanya sahabat sedangkan Hendra suami. Harusnya sadar tidak boleh memeluk istri orang sembarangan.      

"apa-apaan kau menyingkirlah!!" Si bule menekan wajah Damar menggunakan telapak tangan kirinya agar pemuda itu menjauh dari punggung istrinya. Sedangkan telapak tangan kanan mendekap bagian kepala Aruna.     

"Ayolah.. hentikan ribut kalian!!, Apa kalian lupa aku sedang sakit? Apa aku perlu pingsan lagi supaya kalian berhenti bertengkar!" ucapan gadis lelah ini tidak ada yang menanggapi. Kedua laki-laki itu makin heboh tatkala salah satu dari mereka yaitu Damar sengaja menjilat telapak tangan Hendra supaya wajahnya tak lagi didorong seenaknya.      

Damar mulai sadar kelemahan tuan muda kaya raya. Dia takut kotor, otomatis Hendra mengibas-ngibaskan tangan kirinya. Saling melempar gertakan satu sama lain.      

"Bruk!!" Aruna pura pura pingsan supaya dua laki-laki ini berhenti bertengkar. Dan keduanya terserang panik.      

.     

.      

"baiklah.. sekarang kalian harus mendengarkanku, kalau salah satu dari kalian memancing keributan. Aku nggak peduli yang mengawali harus pulang!!" gertak Aruna.      

"Hendra, tolong hubungi psikiatermu sekarang," pinta sang istri khawatir.     

"Em.. kayaknya tidak perl.," belum usai mata biru mengelak.      

"Oke.. kamu pulang sekarang!" potong Aruna.      

"Kenapa? Aku tidak membuat keributan,"      

"Protes atau tidak mau menuruti kata-kataku sama dengan ngajak ribut," tegas Putri Lesmana.      

"Baiklah., Baik., Akan aku minta Tio kemari supaya kamu tahu aku baik-baik saja," Hendra mulai bangkit, menyingkir sejenak, membuat panggilan. Gadis ini pun tak lagi bersandar di lantai, Aruna minta Damar segera mencari kotak obatnya beserta segumpal es dingin di kulkas.      

Ketika semua telah siap, gadis bermata coklat mulai merawat sahabatnya, dia benar-benar miris mengamati wajah Damar, walaupun di balik itu semua ada perut kaku menahan tawa. Bibir si Padang robek dan wajahnya lebam sebelah.      

Baru saja usai mengemas kompres air dingin lalu meminta Damar memeganginya sendiri. Aruna kembali fokus menyentuhkan cotton but di lumuri isopropil alkohol pada sudut bibir Damar, beberapa kali pemuda ini meringis menunjukkan rasa sakitnya.      

"Sakit ya., Bersabarlah.," ucap Aruna menenangkan.      

Sejalan kemudian Damar meletakkan kompres pada wadah, pria ini terganggu dengan pelipis Aruna. Darah yang tadi dia bersihkan mengering dan tampak berserakan. Sama seperti yang dilakukan Aruna, Damar meraih kapas lalu melumurinya dengan isopropil alkohol. Lalu membantu membersihkan luka Aruna.      

"Apa yang terjadi? Mengapa kalian saling memukul?" tanya gadis yang tadi belum sempat memahami secara utuh kronologi baku hantam dua pria yang erat dengannya.      

"Mana aku tahu., Bule aneh itu tiba-tiba menarik kerah bajuku," Damar tidak menyadari apa kesalahannya.      

"Dan kenapa Dea berubah jadi Damar?" pertanyaan Aruna yang tak sempat di lontarkan tatkala terbangun lemah dan mendapati Damar di sisinya.      

"Dea harus menemui cowoknya, katanya mau ambil pesanan dress, lalu menawarkan siapa yang mau gantiin dia buat jagain kamu. Tentu saja aku langsung datang," seru Damar.     

"Oo.. Dea harus bertemu pak Surya ya.." Aruna membenarkan ungkapan Damar.      

Di sisi lain, pria bermata biru yang baru usai membuat panggilan. Mengerutkan keningnya, "Kenapa kalian kelihatan mesra sekali?" tidak terima menangkap gerakan dua orang yang saling membantu satu sama lain.      

"Sudah aku bilang, dia istriku! Istriku! Lepas!" CEO posesif ini menangkap tangan Aruna. Tak ingin gadisnya menyentuh sang pesaing.      

"Iya.. iya.. dia istrimu.,! Kau membuat telingaku berdengung," Damar ilfil.      

Si bule memungut kapas dari tangan Damar lalu membuat gerakan perawatan pertama pada luka di pelipis Aruna dengan sangat hati-hati.      

"Bisa nggak? kau tak usah menampilkan gerakan kayak gitu di hadapanku?" Hendra tertangkap sangat detail dan terlalu teliti, berhati-hati membuat Damar geram di liputi rasa iri.      

"Diamlah! Kompres saja mulut robekmu itu. Setelah ini giliranmu!" tegas Hendra meletakkan dua plester pertolongan pertama pada Aruna.      

"Ah, siapa juga yang mau kau bantu," gerutu Damar membuat penolakan, nyatanya pria ini tanpa sadar mengikuti perintah mata biru, meletakkan kompres pada pipinya yang memar.      

"Berbaringlah sayang, kamu sedang sakit., Istirahat yang nyenyak," Hendra terlihat sangat manis membaringkan Aruna lalu merapikan selimut, membantu gadis itu menemukan rasa nyaman.      

Dan Damar, si pria iri membanting kompres di tangannya.      

"Kau?? Kau benar-benar? Huuuh sangat menjengkelkan!!" Hendra menunjuk-nunjuk tumpahan air berserakan hasil kelakuan Damar, "bersihkan!!"     

"Nggak mau!!" Damar berdiri meraih jaket dan tasnya.     

"Dari pada nonton adegan Bollywood kalian, mending aku pulang," si iri sedang bad mood tingkat Dewa.      

"Damaar.." panggil Aruna bangkit dari istirahatnya. "Hendra bantu aku," pinta Aruna. Dan Hendra segera membantu istrinya menuruni tempat tidur.       

"Hai.. istirahatlah.. aku baik-baik saja," balas Damar.     

"Hendra aku ingin mengantar Damar sampai pintu," entah apa yang terjadi pria posesif ini bisa di ajak kompromi.      

.     

"Terima kasih banyak, maafkan suamiku. Dia sering khilaf mengabaikan hatinya karena ke seringan menggunakan otaknya," sentil Aruna yang kini berdiri di teras dalam dekapan Hendra.      

"Hai.. nggak bisa gitu dong sayang., tadi dia menyentuh wajahmu., " protes Hendra, "lelaki mana yang rela istrinya di sentuh pria lain," lengkapnya.      

"Aku cuma memeriksa suhu tubuh Aruna?" Damar bersih kukuh tak merasa bersalah.      

"Berduan di dalam rumah, siapa yang tidak curiga," Hendra merasa benar.     

"Sudahlah.. aku yang salah, kalian berdua benar semua.." Aruna membungkam perdebatan.      

"Sepertinya setelah ini aku akan tinggal di Surabaya.," desah Damar.      

"Itu lebih baik," dengan pernyataan jahil Hendra memberi dukungan.      

"Au.." dan siku Aruna mendarat kilat di perut lelaki bermata biru.      

"Ya., Sepertinya itu keputusan yang tepat untukku, supaya aku tidak terlibat persaingan kosong denganmu," kembali Damar bersuara.      

"Kosong?" Hendra bingung.      

"Kosong," Damar menatap Aruna sejenak, "Sekeras apa pun Aku berusaha nilaiku tetap kosong. Sebab perlombaan ini sejak awal tidak sehat. Kau mencuri start. Dan, curang" ujung pernyataan Damar adalah penghinaan resek yang tidak dapat ditandingi.      

"Hais' bagaimana bisa kau dan 'bentengterbaik' orang yang sama," maksud Hendra penulis nove romance puitis dan pemuda resek adalah satu orang yang sama.      

"Oh.. ternyata kamu penggemar novelku," Damar tersenyum lebar.      

"Cih, hanya untuk kebutuhan," kebutuhan mengenal cinta yang di rekomendasikan Dr. Diana (chapter vol. I)      

"Jangan lupa baca seri novel Rona Kemerahan,"     

"Sorry, Aku CEO perusahaan besar, jadwalku padat," menampilkan kesombongan merupakan keahlian Hendra.      

"Yah.. sayang sekali, padahal main karakternya visualisasi istrimu," Damar mengangkat bahu.      

"Benarkah??"      

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.