Ciuman Pertama Aruna

II-115. Pengakuan



II-115. Pengakuan

0"Malam itu saya mengakui, saya minum-minum di bar, dan berakhir mencium Tania. Saya menyesal, saya tahu hal semacam itu tidak layak di lakukan seorang suami kepada perempuan lain. Sayangnya hanya segelintir orang yang tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku menuju bar karena aku di tolak istriku, aku mencintainya. Sangat mencintainya hingga begitu hancur ketika di malam honeymoon kami aku tidak di izinkan menyentuhnya." Kata 'Saya' pada kalimat Hendra berubah menjadi 'Aku', mata biru memegangi kertas dan memandanginya sekejap-sekejap saja. Mukinkah ada beberapa hal yang berbeda dari catatan pembelaan gugatan cerai.      

"He.." Dia tersenyum getir sejenak.      

"ini bukan salah istriku, dia hanya gadis baik yang menuruti perintah. Sejujurnya aku kecewa, aku tetaplah lelaki normal yang ingin diterima secara utuh. Sayangnya aku juga turut bersalah, kami melewati banyak salah paham karena pernikahan kami berawal dari perjanjian antara kakekku dan ajudan setianya. Parahnya, aku pengidap PTSD. Anda tahu itu apa? post traumatic syndrome disorder." Dia mengambil nafas, seiring mata perempuan di sampingnya mulai memerah.      

"Aku tidak bisa melihat perempuan tertidur di hadapanku, untuk menyembunyikan hal itu termasuk rasa tidak percaya diri atas kemungkinan sindrom tersebut bisa di sembuhkan mengingat aku mengidapnya sejak usia 6 tahun."     

"Aku membuat kontrak pernikahan dengan calon istriku. Aku memilih membuat dan melangsungkan MOU bodoh itu, karena aku tahu suatu saat perempuan kecil yang dijodohkan denganku tetap perlu melanjutkan hidupnya. Jadi kubatasi pernikahan ini 2 tahun saja." Aruna tidak bisa mengendalikan dirinya, air matanya jatuh satu persatu.      

Dan pengacara Hendra bangkit menyerahkan kertas asli kontrak pernikahan yang di tanda tangani Aruna.      

"aku sadar, hal itu yang membuat istriku, mungkin juga keluarganya tidak bisa menaruh kepercayaan padaku."     

"Namun, setelahnya. Setelah malam itu berlalu kami bahkan menikmati hari yang begitu indah. Karena istriku, lagi-lagi memaafkanku. Kami masih pergi ke pantai bersama. Dan menikmati honeymoon kami berdua," kuasa hukum Mahendra bangkit kembali mendekati hakim, dia menyerahkan sebuah tab yang memutar video yang hari itu dimakan oleh Mahendra.      

Satu isakan lolos dari mulut gadis sendu kala mendengar tawanya sendiri, 'Hen.. mengapa kamu suka fajar daripada senja?'      

Kalimat itu mengakibatkan Aruna membutuhkan tisu, dan sang ayah datang mengusap pundaknya. Mantan ajudan Pak Wiryo terlihat kalut ketika menyerahkan sapu tangannya untuk si bungsu.      

"Aku tidak yakin gugatan ini berasal dari istriku sendiri, aku tahu Dia gadis yang mudah memaafkan. Yang aku tahu," Mahendra menoleh pada Aruna. "Dia sudah memaafkanku"     

"Aku bisa membuktikan dengan mendatangkan sak.." kalimat ini terputus.      

Di belakang sana ada yang berdiri meneriaki kakaknya sendiri, "Anantha bisa kau hentikan ini!! Kau menyiksa adikku!" entah kapan Aliana datang, tadi setelah mediasi Aruna pun belum melihatnya.     

Kini ketika gadis bermata coklat membalik pandangannya, dia dapati sumber suara itu dari perempuan hamil. Kak Aliana yang sedang dipegang oleh kak Aditya.      

"Tok tok tok!" suara hakim memukul dan mengetuk-ngetuk palunya.      

"tolong tenang., Jika masih ada kegaduhan, jalannya sidang ini akan kami hentikan," suara sang hakim memenuhi seluruh ruangan, menghantarkan perempuan dengan perut menggemaskan duduk kembali.      

"Lanjutkan.." pinta sang hakim menetap Mahendra.      

Aruna juga menyadari satu hal, bahwa bundanya meminta keluar ruangan dibantu mbak Linda. Salah satu pembantu rumah tangga yang masih tersisa di keluarga Lesmana.      

Sedangkan di sisi lain, perintah lanjutkan yang di usung sang hakim hanya didiamkan oleh cucu Wiryo.      

Sehingga pengacaranya menyerobot memberi penjelasan. Tentang pembuktian melalui saksi-saksi yang akan didatangkan pada sidang lanjutan untuk memperkuat pernyataan pembelaan gugatan pertama.      

"Anda masih sanggup membacanya?" kuasa hukum Hendra bertanya dengan suara rendah.      

"Yah," Hendra meyakinkan pengacaranya.      

_Aku harus membacanya_ pria ini membalik kertas ke halaman berikutnya.      

"Pembelaan atas dasar gugatan nomor 4 salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan." Suaranya kian paruh. Hela nafasnya saja kian menyiksa sang perempuan.      

"Saya mengakui dengan sadar melakukan banyak kesalahan, membuat istriku terkunci di kamar mandi sampai hilang kesadaran. Saya sudah diperingatkan oleh dokter Diana bahwa sindrom yang saya derita memicu perilaku posesif dan agresif terhadap perempuan yang saya sukai. Dokter yang menangani saya bisa menjelaskan ini. Malam tepat di mana saya begitu agresif ingin mengurungnya.." ketika sang pria bertutur, detak jantung Aruna menguat. Apakah dia akan membongkar kejadian sesungguhnya? Pertanyaan itu tidak bisa lepas dari benak gadis ini.     

Mungkin kah kedekatan yang tidak layak di perdengarkan kepada orang lain akan turut di bongkar Hendra. Kedekatan dia dan Damar dalam perjalanan pernikahan mereka, akan Hendra beberkan?. Aruna menatap sang suami pasrah.      

"Malam dimana saya begitu agresif ingin mengurungnya adalah malam malapetaka bagi saya. Sekali lagi karena saya menginginkannya dan dia menolak mentah-mentah keinginan saya. Saya dan Aruna berdebat hebat karena aku menghina ayahnya. Dan kami saling memaki tidak bisa mengendalikan diri. Lalu kuseret dia ke kamar mandi dan menguncinya. Aku akui aku salah,"     

Gadis di samping Mahendra meloloskan satu Isak tangis, pria ini bahkan tidak membongkar rahasia yang tersembunyi tentang pengkhianatannya sebagai istri.      

Suara itu ikut menyayat ibu hamil yang mengerti Perjalanan cinta sang adik perempuannya.      

"Aku salah, aku lupa membukanya. Malah tertidur di tempat lain"      

Pengakuan-pengakuan Hendra beberapa tidak ada dalam catatan pembelaan yang sudah di periksa kuasa hukumnya. Otomatis pengacara Hendra memegangi dagunya, merengut dengan tangan terlipat dan wajah khawatir.      

"Di hari berikutnya ketika dia menjalani perawatan di rumah sakit. (Hendra menjeda kalimatnya, mengerjakan mata mencari keyakinan) Aku tahu aku tidak layak di maafkan, nyatanya istriku sendiri yang membantuku menghadapi ketakutanku melihatnya terbaring lemah. Dia sendiri yang meyakinkan bahwa lagi-lagi aku ter maafkan. Kami kembali hidup harmonis seperti tidak terjadi apa-apa dan nyatanya hal itu.." Suara Hendra terpotong teriakan      

"Aku sendiri yang akan bersaksi untuknya., Aku datang dengan pacarku dan Hendra merawat Aruna dengan sangat baik," Aditya mencoba menghentikan suara lantang ibu hamil. Sayang mulut Alia lolos dari dekapan tangan Ayah bayinya. Perempuan ini akhirnya di usir dari ruang sidang, pada langkanya keluar ruangan "Ingat kak Anantha, mereka sangat mesra. Kau pun tahu itu, kau juga menjenguknya," entah apa yang terjadi kakak perempuan Aruna lantang memojokkan kakak lelakinya terang-terangan. Sayangnya perempuan hamil ini terusir, hanya bisa wira-wiri gusar di depan pintu sidang.      

"Bisa saya lanjutkan?"      

"Baik, silakan," Ucap pimpinan Hakim sidang perkara.      

"Nyatanya kejadian yang ... ... ... ..."     

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.