Ciuman Pertama Aruna

II-104. Bercak Merah



II-104. Bercak Merah

0Kupastikan Aku siap mendapatkan milik Mahendra, Ah' sangat menarik.      

.     

"Kak Rey kenapa senyam senyum?"     

"Mau tahu?? Hehe karena ini" tangan Rey meraih sudut bibir Aruna menghapus makanan yang menempel di sana. Gadis ini terkejut bukan main, segera menghindar dan tak mau lagi menatap Rey. Hal itu bukan tentang canggung tapi tentang keberanian berlebih laki-laki di hadapannya.      

Aruna kurang nyaman dengan tindakan Rey, gadis ini buru-buru menyelesaikan makannya memilih membentengi dirinya dengan aura dingin versi Aruna.       

***     

"Raka aku mau kedai di sebelah outlet Surat Ajaib kita beli. Aku juga ingin tempat itu di rubah menjadi kafe" Cetus Mahendra pada sela-sela laju mobil membawa rombongan CEO DM grup.      

"Anda mau mengawasinya dari tempat itu?" tebak Raka.      

"Dia masih istriku, aku mau dia tetap dalam pantauanku walau aku sengaja menjauhinya."      

"Akan ku lakukan apa yang kamu minta."      

***     

Rey telah berhasil mengantar pulang gadis gelisah ini sampai di depan tempat tinggalnya. Tadi pria ini sempat menawarkan untuk mengantar Aruna ke apartemen kakak laki-lakinya Anantha atau ke rumah keluarga Lesmana, akan tetapi gadis ini bersih kukuh ingin di antar ke tempat tinggal mungilnya di rootop Start up Surat Ajaib.      

Keadaannya masih kacau dan  jelas-jelas tangisnya bukan sekedar tangis manja adik yang marah telat di jemput kakaknya di bandara. Dalam rasa penasarannya Rey malah menemukan gadis ini tertidur di mobilnya. Laki laki dengan rambut belahan tengah halus yang memberi kesan santun tersebut mendapati Aruna terlelap lunglai bersandar pada kursi mobilnya.      

Rey sempat tersenyum dan menunggunya bangun, cukup lama tapi dia tak ingin membangunkannya. Pria ini malah tertarik mengamatinya.      

_Dulu aku hanya bisa mengamatimu di dekap Mahendra, mengharap saja aku tak bernyali. Sekarang kau ringkih dan mudah di raih_ batin Rey mendekati Aruna. Membelai rambutnya lalu mengendus bagian wajah sekenanya.      

"Hehe.. menarik sekali.," Pria ini menyeringai. Enggan menjauh dari pengamatannya.      

"Kau bisa membuat suamimu takut bercerai?! Ah' aku dengar dia mati-matian melawan Anantha untuk mempertahankanmu, aku penasaran se-menarik apa dirimu?" Rey menurunkan sandaran kursi penumpangnya. Tentu saja yang terlelap makin nyaman dan tak ada tanda-tanda menemukan kesadaran.      

Aruna terlalu letih hari, sejak kedatangannya di kota pahlawan dengan pilihan penerbangan fajar dia belum istirahat sama sekali. Gadis ini banyak berlatih sebelum perfomance pada panggung impiannya. Usai tampil di TEDx Surabaya, Suaminya sudah mengambil alih dirinya. Dia di membuat berlarian menikmati kejutan demi kejutan yang berujung menguras hati dan perasaan. Aruna lelah fisik dan batin.      

Pria penasaran mengais ujung rambut Aruna, mengamati dan memainkannya dengan jemari. Nyatanya pria ini kian penasaran menghirup ujung-ujung rambut istri lelaki bermata biru yang dulu posisinya pernah di fantasikan. Ya, remaja Rey pernah sangat mendambakan berada di posisi pewaris tunggal Djoyodiningrat.      

Rey kian tertawan dalam ambisinya mendapatkan, dia merangkak mendekati si jelita yang memikat. Pria ini berniat mengendus sesuatu yang tidak patut di lakukan, akan tetapi layak di coba. Toh di gadis benar-benar tertidur pulas.      

Jantungnya berdetak kuat ingin mengeksekusi niat.      

_SIAL!!_ umpatnya dalam hati ketika blitz lampu menyilaukan matanya. Mobil serupa milik Anantha datang dan terparkir tepat di depan mobilnya. Kakak perempuan ini datang dan lekas-lekas Rey memasang wajah sopan.      

Rey segera membuka pintu mobil menyambut rekan karibnya. Rekan bisnis polos dan mudah di kendalikan. Cukup dengan ekspresi kebaikan yang enteng di perankan Rey alias pemain peran yang kini terperangkap dalam kenyamanan.     

"Hai, terima kasih Rey. Lagi-lagi aku merepotkanmu" sapa Anantha.      

"Sama sekali tak merepotkan. Aku malah senang, aku banyak berinteraksi dengan adikmu. Aku pikir aku mulai menyukainya," balas Rey.      

"Hehe.. ku bilang juga apa, kamu tidak akan menemukan gadis sebaik adikku," kekeh Anantha.      

"Ya.. kali ini aku percaya, dia sebaik ceritamu yang tak ada henti-hentinya itu," Rey tersenyum melambungkan hati Anantha.      

"Em.. di mana Aruna?" Rey bergerak membuka pintu sisi kiri menunjukkan kepada Anantha letak adiknya.      

"Dia tertidur, sepertinya sangat lelah.." monolog Rey.      

"Jadi kau menunggunya bangun? Kenapa tak kamu bangunkan saja?" Anantha menunjukkan perasaan bersalahnya karena terlalu merepotkan Rey.      

"Aku tidak tega.. dia can.. oh maksudku dia terlihat capek sekali."      

Kedua pria ini sempat bercakap-cakap sebelum akhirnya sang kakak membopong tubuh adiknya. Naik menuju tempat tinggal sang Gadis kelelahan.      

Aruna terbangun tepat ketika bunyi-bunyian gemeletuk bambu-bambu cantik hasil kerajinan tangannya yang tergantung di teras tempat tinggalnya mengenai sebagian kepala sang kakak.      

"Kak turunkan aku! Biar aku saja yang membuka pintu," pesan Aruna bergerak menuruni punggung kakaknya.      

"Kamu beneran akan tidur sendiri di sini,"     

"Memangnya aku harus ke mana?" jawab Aruna.      

"kamu tak ingin pulang ke rumah Ayah?"      

"sepertinya aku mulai nyaman dengan tempat tinggal baruku,"     

"Kakak pikir Aruna lebih baik tak sendirian."     

"tak masalah Kak, setiap hari aku juga sendirian,"     

"Baiklah kalau itu keinginanmu, kakak balik dulu.. oh iya Aruna, sebaiknya jangan menonton TV. Pagi tadi sidang perdana perceraianmu menyita perhatian media,"     

"Aku baik-baik saja, berita tentang diriku tak lagi mempengaruhi hidupku.. em.. asal kakak mempertimbangkan keinginanku,"     

"beristirahatlah.. kakak tahu kamu lelah.. kita bicarakan ini lain kali," tentara kamikaze meninggalkan si bungsu, gadis ini masuk ke dalam. Melepas jam dan aksesoris di tangan.      

_Ah' tasku di mana tasku??_ mengamati sekeliling dan sempat mencari di teras lalu turun ke bawah. Mobil kakak maupun mobil Rey sudah tidak ada. Besok saja dia tanya di mana tasnya. Sudah cukup malam dan cukup melelahkan.      

Aruna memilih segera membersihkan diri, menggagalkan pakaian yang melekat pada dirinya. Sececah menghitung merah di tubuhnya, _huh.. Hendra, sampai hati kau berbuat begini padaku_      

Shower memberi gadis ini butiran rintik air hangat, tetesan-tetesan itu membasahi tubuh ramping penyimpan ngilu di dada.      

Ngilu itu kian kuat ketika tangannya mengusapkan sabun pada bekas kenakalan suaminya. Tak kuasa gadis ini menangis lagi tanpa air mata. Sudah habis sejak tadi, sejak dirinya bertahan mengarungi langit malam sendirian pada penerbangannya menuju kepulangan.      

"Aruna aku mau yang di dalam,"      

"Kau rakus sekarang,"     

"Hais' jangan gunakan kaus oblong tanpa kancing."     

"Hahaha.. kenapa?"      

"Menyusahkanku sayang.. ayolah aku mau yang di dalam, yang ini." Hendra meremas squishy lembut milik Aruna.      

"Auu.. nakalnya kamu.."     

"Hehe.. aku punya ide.."     

"Kau mau apa Hendra jangan lepas bajuku.. kalau bianglala ini turun ke bawah petugasnya bisa melihat tubuhku,"     

"Kau lupa CEO DM grup sangat cerdas." Lelaki bermata biru menyusupkan kepalanya ke dalam kaus longgar berwarna putih milik istrinya.      

Kini yang tersisa bercak-bercak merah yang sedang di sentuh sang korban kenakalan.     

"Sakit, sakit sekali."     

***     

"Hendra ke mana saja kau seharian? Lihatlah.. banyak sekali berkas yang aku bawa pulang..  kamu harus segera memeriksanya,"     

"Letakkan di kamarku," lelaki bermata biru berjalan lunglai menyusuri lorong-lorong rumah induk.      

Mendadak langkahnya terhenti, mengamati punggung perempuan yang mengenakan piama buah ceri milik istrinya.      

"Nana.. ... ....     

.      

.      

__________________________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.