Ciuman Pertama Aruna

II-103. Kian Tertarik



II-103. Kian Tertarik

0"Banyak hal yang setelah di lepaskan baru hadir. Aku mau dia tahu, ini bukan tentang menggertak dia yang rapuh tapi tentang menguatkan pilihan yang bimbang," Setelah diamnya yang cukup lama Raka akhirnya menemukan jawaban dari sudut pandang unik sang tuan muda yang kini seolah tak sekedar menggunakan otak kirinya tapi  juga hatinya.      

Hendra melempar tatap ke langit gelap di luar jet pribadinya.     

***     

"Jangan di limpahkan padaku." Dia meraih tas Aruna dan memanggulnya. "Masak tidak di jemput kakak sampai matanya bengkak" candanya, "Sudah besar jangan cengeng."     

"ayolah..," laki-laki berambut halus ini menggerakkan tangannya meminta Aruna bangkit. Sambil membuang nafas lelah tidak ada pilihan lain selain membuntuti teman kakaknya.     

.     

Baunya harum, itulah yang pertama kali terlintas di kepalaku ketika dia kesulitan mengenakan sabuk pengaman dan aku membantunya.     

Aku selalu bertanya-tanya pada diriku. Mengapa aku begitu tertarik pada gadis ini?. Sekali, dua kali mencoba mencari jawaban dari pertanyaan yang di suguhkan oleh hati. Sempat aku berhenti dan tak kutemukan jawaban.      

Hingga malam ini ku pahami kembali pertanyaan-pertanyaan yang sempat terabaikan. Dia memang manis, dan memikat. Bukan karena cantik, lebih kepada gadis yang baik.      

Aruna begitu marah dengan kakaknya, tapi dia masih mencoba tersenyum padaku menyembunyikan emosinya. Bahkan minta maaf beberapa kali karena tiba-tiba air matanya mengalir begitu saja. Aku sedikit khawatir, ku hentikan mobil yang kami kendarai dan kucoba bertanya dengan sungguh-sungguh apa yang membuat dia gundah gulana seperti ayam diasak malam (tidak berdaya lagi).     

Tisu yang tersedia di mobilku sudah menjadi gumpalan-gumpalan kecil terkumpul dikakinya. "Kalau kamu tidak mau cerita tidak apa-apa? Tapi tolong ingusmu jangan sampai mengotori mobil" candaku supaya dia menjeda kegelisahannya.      

Kemudian aku tak bisa mengalihkan pandanganku ketika Gadis ini tiba-tiba gugup memunguti tisu bekas air matanya yang tersebar di kaki, buru-buru menengok ke sana kemari mencari tempat sampah mungil yang umumnya ada di dalam mobil. Sayangnya aku tidak punya, ku biarkan saja dia kebingungan karena aku suka melihat ekspresi paniknya.      

Lalu wajah polos itu menatapku penuh penyesalan: "Kak maaf., Kubuang ke mana ya.,"      

"Berikan," kataku.      

"Ah, jangan ini kotor," wajah jengah gadis ini memang menggemaskan. Dan ketika kutemu kan kantong plastik untuknya, buru-buru dia raih lalu semuanya dirapikan. Dia terlihat sangat polos, Aku jarang menemukan yang seperti ini.      

"Em.. kenapa menangis?" tanya ku masih enggan menggerakkan moda transportasi roda empat yang ku kendalikan.      

"aku lapar," sungguh tak terduga jawabannya. Suaranya lirih mengelus dan memegangi perut.      

"Haha.. ada ada saja!" aku tak bisa mengontrol tawaku. "masak air matamu tentang lapar?" godaku sambil perlahan menggerakkan mobil kembali.     

"kau suka makanan apa?" tanyaku tak bisa melepas ekor mataku untuk tidak melirik nya.     

"Yang pedas, kalau perlu sangat pedas"      

"Kamu tipe orang yang makan pedas ketika hatimu gundah ya.." dan dia mengangguk.     

Jujur sekali gadis ini, sayangnya aku tak memiliki tempat makan favorit yang menawarkan rasa pedas "Em.. ke mana ya?"      

"Kak Rey tak tahu tempat yang cocok untuk mencari makanan pedas?" akhirnya dia berkenan memanggil namaku, dan aku gelengkan kepala ku karena memang aku tak tahu.      

Serta-merta Aruna menuntun perjalanan kami menuju tempat favoritnya. Sebuah kedai yang memajang poster mangkok berisi kuah berwarna merah tepat di atas mobil kami parkir.      

Dan Aruna mengikat rambutny,a makin cantik saja. lalu buru-buru keluar mengajakku gabung bersamanya. Senang rasanya melihat gadis ini tak lagi memasang ekspresi kaku seperti jamuan awal yang sengaja di atur Anantha. Hari ini sebenarnya Ananta tidak sengaja, dan aku rasa ini menjadi bonus untukku.      

"Kak Rey tidak pesan," aku hanya tersenyum melihatnya mengaduk dua mangkok sekaligus.      

"Aku tidak terbiasa makan makanan seperti itu Aruna?"      

"em.. begitu ya.. apa kakak tak masalah melihatku saja?"     

"Tidak.. tidak masalah. Aku masih bisa minum air mineral ini" dan dia tersenyum mendengar jawabanku.      

"Aku tidak lama kok Kak.. makan ku itu cepat,"      

"Hehe.. tak apa.. jangan terlalu cepat nanti kamu tersedak," dia kembali tersenyum bahkan beberapa kali tertawa karena aku ajak bercanda.      

Sepertinya gadis ini berubah setelah menyantap makanan pedas di hadapannya. Ketika dia tertawa sejenak Aku mengingat sesuatu. Dulu pertama kali berkenalan dengannya tepat di rumah keluarga Lesmana. Masih kuat di dalam benakku bagaimana dia tertawa ketika diganggu Mahendra. (Vol. I)      

Sepasang suami-istri yang membuatku begitu iri. Aku makin penasaran dengan gadis ini setelah tahu dia ternyata istri Mahendra. Kakak kelasku dikala SMA, laki-laki bermata biru alias pewaris tunggal Djoyodiningrat sangat menyita seluruh perhatian terutama perempuan. Hampir di setiap sudut kelas menceritakan tentang dirinya.      

Waktu itu aku sangat cupu dengan kacamata yang membalut penampilanku, aku perlu membuat diriku terlihat malang supaya aku dianggap berbeda dengan kakakku. Key Barga sudah bermasalah sejak SMA, sempat tertangkap basah melakukan adegan yang tidak pantas di lingkungan sekolah.      

Sehingga aku pun mendapatkan imbasnya, semua perempuan menjauhiku. Takut aku mirip kakak ku. Sedangkan Mahendra yang kala itu sebenarnya seusia denganku, namun dia 2 tingkat di atasku karena bersekolah lebih muda dari usianya. Benar-benar perlawanan dengan nasibku yang harus pura-pura lugu, itu pun masih dihindari teman-temanku.      

Hendra Djoyodiningrat, setiap dia melangkah beberapa perempuan akan terhenti dan menyingkir memberinya tempat untuk berjalan. Lokernya dipenuhi pesan cinta, dan laki-laki itu dengan sombongnya membuang semua hadiah yang diberikan padanya.      

Dia selalu dibuntuti seorang perempuan cantik bernama Tania, perempuan itu akan menindas secara sukarela gadis lain yang berani mendekat pada Mahendra. Setelah kami dewasa pun, Kabar tentang Mahendra yang angkuh dan anti perempuan santer diperdengarkan oleh kalangan  pebisnis.      

Lalu tiba-tiba kakak kelasku yang juga musuh bebuyutan Tarantula ternyata takluk oleh perempuan yang kini duduk di hadapanku. Kesimpulanku cukup jelas, awal mula Aku tertarik pada Aruna karena didukung ambisi panjangku ingin seperti kakak kelas yang menarik hati banyak orang.      

Tampaknya sekarang setelah aku menatap gadis ini sekali lagi, bukan sekadar Mahendra yang membuatku berambisi. Aruna memang menarik untuk di dekati.      

Sekarang saja aku terbius oleh cara makannya yang berantakan kemudian dia seka  se-kenanya, gemas luar biasa hati ini dibuatnya. Dalam lingkungan pergaulanku, tak pernah kutemukan yang sepolos ini. Apalagi telah kudengar banyak kisah kebaikan yang diceritakan Anantha. Jujur kini aku kian tertarik pada Aruna.      

Kupastikan Aku siap mendapatkan milik Mahendra, Ah' sangat menarik.      

.     

"Kak Rey kenapa senyam senyum?"     

"Mau tahu?? Hehe karena ini" tangan Rey ... ... ...     

.      

.      

__________________________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.