Ciuman Pertama Aruna

II-100. Berkerah V



II-100. Berkerah V

0"Papamu pernah berkata pemuda yang di dinding kamar Marisa adalah putranya. Aku hanya tertawa karena kau terlihat begitu tampan di banding dia," tiba-tiba suara ini terhenti.      

"Siapa itu?" tangan pemuda ini menunjuk sesuatu, sebuah foto anak kecil berbingkai putih.      

"Itu kamu, kan." Perempuan berkerah V turut serta memalingkan wajahnya mengamati foto yang ditunjuk oleh Danu Umar.      

"Papa mu bilang itu foto putranya," lengkapnya.     

"Oh, aku hanya memastikan," sejujurnya Damar sempat terkejut karena dia melihat foto kecilnya sendiri. Dia tidak yakin dirinya masih menjadi bagian dari ingatan laki-laki bernama Amar. Sejujurnya Damar sendiri tidak tahu wajah ayahnya. Antara dilarang oleh bu HRD dan dia juga tidak berminat sama sekali.      

"Bagaimana kabar mamamu?"      

"Ma.. jangan lama-lama ngomong pentingnya," seorang gadis yang diketahui bernama Marissa berteriak memekikkan telinga. Sepertinya gadis itu ditahan untuk mendekati Damar, supaya ibu tiri yang kini mengajaknya bicara punya kesempatan untuk saling mengenal.      

"Kalau kalian sulit diatur, mama pastikan kalian di hukum papa." perempuan itu menghembuskan nafas lelah, dua putrinya sudah menunggu dengan bersedekap tangan.      

"Satu! Dua! Ti..!" perempuan berkerah V ini menghitung, menakut-nakuti dan dua anak perempuan mundur perlahan, masuk ke dalam menyajikan raut muka mirip Squidward yang sedang terganggu SpongeBob.      

"Huuh adik adikmu mengidolakanmu, sebenarnya Marissa awalnya dan tampaknya Sabel ikut-ikutan. Maaf ya.. mereka kadang sangat menyusahkan"     

"Lucu sih, aku tidak tahu aku masih punya fans," balas Damar     

"Oh iya, kabar mamamu? Semoga dia baik-baik saja?"     

"Amai (ibu) baik, dia baru menikah," jelas Damar mulai mencair.      

"Wah.. benarkah?" kelihatan wanita berkerah V cerah mendengarkan berita bahagia Bu HRD.      

"Iya.. Amai sedang berbulan madu di Jepang," tambah Damar, sedikit ngeri jika mengingat kepergian Bu HRD dan bang Bay ke Jepang sejujurnya adalah bulan madu mereka yang ke 5.      

Kabarnya Bu HRD sampai mendapatkan surat teguran karena banyak alpa masuk kerja. Padahal perempuan ini tugasnya mendisiplinkan karyawan yang lain. Entah lah mungkin dia sudah dipecat, toh tanpa bekerja pun bang Bay sudah lebih dari cukup untuk memanjakan Amai-nya. Bang Bay punya banyak lesensi hak cipta lagu dan musik, dia tidak perlu bekerja susah payah uang mengalir padanya setiap saat.      

Hal itu pula yang membuat Damar sekarang lebih suka menjadi pencipta lagu, atau pembuat konten di Yo*Tube daripada menjadi artis yang setiap saat kehidupan pribadinya tercampuri oleh gosip belum lagi fans garis keras.     

"Mamamu pekerja keras dan bersemangat, kamu pasti sangat senang melihatnya bahagia," kembali perempuan berkerah V mengucapkan kalimat penuh arti.      

"Aku minta maaf. Jika Amai pernah menyusahkanmu," balas Damar.      

"Terbalik, harusnya akulah yang minta maaf," dia yang bicara terkesan sedang merenungi sesuatu. Mungkin masa lalu antara Amai dan perempuan ini rumit. Damar tidak mau mengulik apalagi menelisik. Dia alihkan pembicaraan "Namamu siapa?" tidak terjawab sebab perempuan ini buru-buru berdiri dengan mata berbinar menatap sesuatu. Damar ikut memalingkan wajahnya mencari tahu.      

Sang Danu Umar menangkap laki-laki sebaya Bu HRD berjalan tergesa-gesa kepadanya, mungkin itu pak Amar alias ayahnya. Pemuda Padang ini ikut berdiri, dia yang mendekatinya dan menatap lekat-lekat dirinya adalah pria dengan setelan kemeja lengkap dengan dasi senada sama celana yang di kenakan. Sebuah Style yang terlampau jauh untuk seorang musisi yang hidupnya sesuka hati mengikuti suasana hati.      

Danu Umar menjulurkan tangan kanannya berupaya menyajikan jabat tangan perkenalan diri, tapi yang terjadi di luar dugaan. Pak Amar memeluknya dalam dekapan. Menepuk punggung Damar berulang, anehnya laki-laki itu sempat menyeka sudut matanya.      

Inginnya Damar juga ikut haru biru, akan tetapi memorinya tidak mendukung untuk melakukan ini. Dia tidak kenal ayahnya, jadi membayangkan untuk menangis pun sepertinya belum terukir di otaknya. Hari ini saja dia datang ke rumah pak Amar, mumpung dia berada di Surabaya serta supaya tidak larut memikirkan apa yang terjadi antara Aruna dan suaminya.      

"Kau sudah besar ternyata," Pria yang tak setinggi Damar terdengar bergetar. Guratan wajahnya terlihat sekali bahwa laki-laki ini tergolong manusia disiplin dan pekerja keras.      

"Lia.. siapkan makan untuk putraku, aku mandi dulu setelah itu kita makan sama-sama" kembali pak Amar menepuk bahu putranya. Damar berdiri bingung, tak tahu harus ngapain ketika pak Amar dan Lia ibu tiri yang baru dia tahu namanya masuk ke sisi lebih dalam rumah mereka.      

Amar menoleh "Ayo..," matanya masih menyajikan semburat merah.      

Damar mengikuti mereka dan mendapati ruang keluarga yang menyajikan televisi sebagai fokusnya. Tentu fokus tersebut dilengkapi dengan busa nyaman dari sofa besar dan bantal-bantal tergeletak.      

Damar menemukan dua anak unik sedang gulung-gulung santai.     

"Marisa, Sabel bangunlah papa perkenalkan kakak kalian" panggil Amar dibarengi dengan gerakan menoleh putri-putrinya.      

Marisa dan Sabel secepat kilat berdiri. Dia menantikan moment untuk mengambil gambar atau bercakap-cakap dengan artis bernama Danu Umar.      

"Umar," panggilan Amar pada Damar.      

_mengapa dia panggil aku Umar?_ batin Damar kurang nyaman.      

"Yang besar Marissa dia kelas 3 SMA sedangkan yang kecil Sabel kelas 5 SD," jelas Amar.      

"Sini sapa dengan sopan kakak kalian" kembali Amar memerintah.     

"KAKAK??" Marissa mencari pemahaman.      

"Iya, ini putra Papa yang pernah papa ceritakan. Putra papa yang tinggal jauh," Amar menggerakkan tangannya meminta putri-putrinya segera mendekat.      

"Sebentar pa.. sebentar.." Sabel tak kalah menelisik.      

"Dia anak laki-laki berbaju putih yang fotonya ada di kamar papa dan diruang tamu kita?" Sabel menerka-nerka     

"Iya siapa lagi," jawab Amar.      

"Jadi Umar anak papa yang papa bilang hilang nggak tahu ke mana itu sama dengan Danu Umar??" jantung Marissa berdetak. "Jangan bercanda pa.. nggak lucu sumpah!" Marissa tidak percaya.      

"Hadu..h kalian.. sini cepat! Papa mandi dulu, kalian berkenalan sendiri ya" Amar melenggang pergi. Menyisakan dua anak gadis yang melompat mendekati Damar.      

"Ka.. kakak.. kak Danu Umar.." berbinar Marissa memanggil.      

"Minggir kak Marissa! aku mau foto sama kakak baru.." Sabel mendekat meminta si Padang ber-swafoto dan dua anak ini ikut merapat mencari tempat teratraktif versi mereka.      

Sekali, dua kali dan tak terasa mungkin dua puluh kali sudah jepretan kamera handphone di layangkan, hingga Danu Umar memilih duduk santai di depan televisi ketika dua anak ini sibuk mengambil ragam posenya, "bisa nggak kalian berhenti!"      

"Enggak..!" kompakkan Marissa dan Sabel menjawab.      

"Kak Danu.. eh Umar, padahal aku mau jadi pacarmu kenapa kamu tiba-tiba jadi kakakku?" ungkap Marissa.      

"Hem..?" Sang solois memasang muka geli sendiri.      

"Kak.. Kakak.. liat sini aku lagi live.." Sabel mengarahkan handphone-nya pada Damar, layar di genggam tangan Sabel menunjukkan kumpulan akun menyapa.      

"Sapa kakakku.. yang datang dari Jakarta.." Sabel berseru dan Damar melambaikan tangannya pada layar.      

Beberapa dari penonton live Sabel meluncurkan pertanyaan.      

[Itu Danu Umar?]      

"Iya dong"     

[Wah beneran kamu adiknya]      

"kakak jawab!" Damar mengangguk menyenangkan Sabel.      

[hai kak Danu.. nyanyi dong kak]      

[Danu Umar kapan bikin lagu baru?]     

BLA     

BLA      

BLA     

[Kak Danu, tadi pagi yang di bandara siapa?]     

Sambel dan Marissa menatap kakaknya penuh ancaman ... ...      

.      

.      

__________________________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.