Ciuman Pertama Aruna

II-93. Kursi Paling Buruk



II-93. Kursi Paling Buruk

0Lalu ku dapati tangan lain yang lebih besar menyentuh lenganku, ternyata tangan kak Desi. "Aruna ayo ikut aku"      

.      

"biar dipegang kakak yang lain ngajarnya, ayo ikut aku" ungkapan Desi menggiring langkah kaki Aruna masuki ruangan yang ditujukan untuk istirahat para relawan atau lebih tepatnya semacam ruang guru pada sekolahan umum.       

Tempat ini dulunya sekedar papan kayu yang disusun menjadi sebuah kelas dan lantainya adalah kayu berdecit ketika seorang berjalan di atasnya. Sekarang sudah berubah menjadi bangunan 2 lantai termasuk fasilitas yang melengkapi tepat ini tidak kalah dengan sekolah swasta.       

Yang paling menyenangkan ialah impian para relawan termasuk Aruna terkait membangun kelas-kelas berdasarkan bakat minat benar-benar terealisasi. Selain kelas untuk belajar pelajaran umum agar mereka bisa mengejar paket A, B atau C. Anak-anak di sini juga memiliki kelas seni lengkap dengan alat musik dan ruangan penuh kaca untuk dance maupun menari.       

Ada juga laboratorium memasak, seni teater, sastra di ruang baca, dan juga ruang seni Art yang di dalamnya terdapat peralatan melukis dan membuat berbagai kerajinan tangan seperti yang baru saja di ajarkan Aruna.       

Perubahan demikian signifikan sempat bikin gadis bermata coklat ini terbelalak ketika pertama kali datang setelah lama vakum mengajar. Relawan yang dulunya selalu datang dua minggu sekali ini sempat bertanya ke sana kemari tentang hal baik apa yang membuat tempat ini berubah total. Tapi tidak ada satu pun yang tahu siapa donatur atau organisasi filantropi yang telah melirik sanggar belajar hingga terwujudnya bangunan yang kini di huni anak-anak.       

Kabarnya donatur itu tidak mau disebutkan namanya, dia hanya ingin kenyamanan untuk anak-anak. Lebih-lebih  donatur misterius itu juga memberikan keleluasaan terkait jaminan kepada anak-anak berbakat yang tumbuh dari tempat ini untuk melanjutkan hingga perguruan tinggi.       

"Apa yang terjadi padamu?" tanya Desi.       

"he.. aku cuma kelelahan, jangan khawatir"       

"aku mengenalmu sejak SMA Aruna, aku tahu bagaimana caramu mengajar." Desi tidak mau menyerah, gadis ini menatap Aruna termasuk mengelus tangan si kucir kuda di hadapannya.       

Dan tanpa disadari ada air mata yang jatuh, "Menangis saja tidak apa-apa" lanjut Desi, memberi dekapan.       

"Apa benar kamu akan bercerai dengan suamimu" Tanya Desi ragu-ragu, Aruna hanya bisa menganggukkan kepala dengan masih terus menangis.       

"Sayang sekali padahal aku sempat yakin suamimu sangat baik, tapi melihat rumor yang beredar aku yakin hal itu ujian yang tidak mudah untukmu dan dia"       

"Bukan itu masalahnya kak". Terbata-bata Aruna berbicara.       

"Keluargaku tidak mengizinkan aku kembali pada Hendra, walau aku sangat menginginkannya"       

"Kalian masih saling mencintai?"       

"Tentu"       

"Kalau begitu jangan menyerah,"       

"Aku inginnya begitu, sayang aku tidak tahu bagaimana caranya berjuang. Kalau aku kembali pada Hendra kakakku akan terluka, bahkan bundaku kemungkinan tidak akan rela," Aruna melengkapi kesedihannya dengan menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan.       

"Aku tidak tahu seberapa peliknya masalahmu, cobalah untuk kuat dan makin kuat, tidak ada jalan buntu untuk orang yang terus melangkah. Tidak ada Andriani yang sekarang jika tidak ada Aruna yang dulu berkenan menjadi sahabat penyemangat" Secara mengejutkan tangis Aruna terhenti.       

"Di mana Andriani sekarang?" Desi tersenyum mendengar pertanyaan Gadis ini.       

"Andriani sudah bekerja di stasiun Tv swasta"       

"Dia beneran sudah menyelesaikan kuliah?"      

"Iya dong"       

"Kakak pasti bangga sekali ya.."       

"Pasti, dan makin bangga lagi ketika sahabatnya juga bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi tanpa menyerah. Andriani bisa Aruna, kamu pasti bisa." Desi meyakinkan gadis patah arah ini. Andriani adalah sahabat karib Aruna sejak SMP, gadis ini dulunya siswa baru dengan kasus pindah sekolah karena mengalami pelecehan seksual di SMP sebelumnya dan hal tersebut mengakibatkan tidak ada satu pun yang berkenan mendekati Andriani apalagi menjadi sahabatnya, kecuali belia ceria dan cenderung tomboy kala SMP siapa lagi kalau bukan Aruna.       

"Kak Desi, Andriani masih tinggal sama ayah dan adiknya, kan?"       

"Iya.. Masih" Desi adalah sepupu Andriani kakak kelas Aruna dan Andriani. Dulu Andriani tinggal di rumah Desi karena rumah asli Andriani cukup jauh dengan sekolah barunya bersama Aruna.       

"Kapan-kapan ingin rasanya berkunjung ke rumah Andriani?"       

"Kita berangkat barengan saja, dia pasti senang" Dan si kucir kuda bisa lebih lega, sedikit melupakan kesedihannya.      

***     

Walaupun ku tahu diriku sudah berada dalam hatinya, tapi aku tetaplah manusia biasa, seorang suami yang tidak pernah berharap mimpi pun tak ingin melangkahkan kakinya menuju kantor pengadilan agama. Dulu aku pernah membayangkan ini, dulu sekali setelah aku menyodorkan sebuah kertas kontrak pernikahan yang berakhir sebagai senjata makan tuan padaku. Sebuah kebodohan fatal yang ingin rasanya ku temukan mesin pemutar waktu agar aku bisa kembali ke detik itu.       

Detik ternaif dalam hidupku, andai aku mau bersabar menerima keputusan kakekku tentu hari ini aku lebih percaya diri melawan kakak istriku dalam mempertahankan pernikahanku bersama istriku tercinta.       

"Hen, sudah sampai." Ucap Surya. Tepat sesuai dugaanku awak media berjajar menanti kedatanganku. Mengingat pernikahanku menjadi bahan berita yang menyenangkan mereka. Skandalku berciuman dengan Tania juga di goreng renyah di jajakan pada portal online, tidak mencengangkan untukku ketika aku keluar dari mobil kerumunan orang menyerbuku dengan pertanyaan sejuta umat.       

"Mas Hendra tolong berikan pernyataan Anda?!"       

"Apa Anda menerima gugatan istri Anda?"       

"Benarkah skandal Anda dengan Tania adalah alasan utama?"       

"Kabarnya Anda masih ingin mempertahankan pernikahan Anda, tolong bicara sedikit saja?"       

Aku membeku seribu bahasa, tidak ada gunanya menjawab. Sekali mulutku berucap akan banyak argumentasi yang tersusun secara liar.       

"Benarkah Anda mengurung istri Anda?, sampai-sampai keluarganya memutuskan hubungan dengan keluarga Djoyodiningrat untuk membebaskannya?"       

_Pertanyaan sialan!!_ kuhentikan langkahku dan menatapnya, "Siapa bilang?!" Gertakku. Aku tidak bisa menerima pertanyaan yang ini, entah mengapa diriku benar-benar ingin melenyapkan orang yang ngomong sembarangan. Walau ada benarnya, aku tetap tidak terima dikatakan mengurung istriku, ingin rasanya aku tonjok muka pria yang menyodorkan kalimat sialan itu. Sayangnya blitz kamera wartawan menghujaniku, sekali aku pukul beritanya akan berubah menjadi 'Kekerasan Pada Jurnalis' hancur lagi saham DM Grup yang baru pulih merangkak naik.       

Surya memeluk separuh tubuhku dan menyeretku masuk ke dalam ruang sidang. Kudapati ayah mertua dan kakak iparku bersama pengacaranya sudah siap di sana. Oh, ternyata kakekku dan para pengawalnya tidak mau ketinggalan.     

Anehnya dalam perasaan kalut ini masih kudapati rasa damai dan tenang setelah kutahu kakek duduk tepat di belakang kursi paling buruk yang pernah aku duduki. Kursi seorang suami tergugat cerai istrinya tepat pada anniversary tahun pertama pernikahan.     

Tekatku masih sama akanku ulur sepanjang-panjangnya sidang perceraianku sampai Aruna berlari kembali kedalam pelukanku apa pun caranya.       

.      

"Aruna apa kamu tidak merasa Aneh?" Damar yang duduk di sampingku pada penerbangan kami ke kota Surabaya mengamati satu persatu orang yang duduk di sekitar kami. Dia menyentuh telinganya memberi tanda agar aku turut serta memperhatikan telinga mereka.       

"OH, YA TUHAN HENDRA!!" Pekikku sambil berdiri dan ternyata sekitar 10 orang tersenyum menyapaku.      

.       

.       

__________________________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.