Ciuman Pertama Aruna

Dering Telephon



Dering Telephon

0Hendra tampak sibuk membersihkan dirinya. Mulai berdiri dan menatap Apa yang membuat Aruna tersimpuh dalam sesal. Tiba-tiba wajahnya mengeras, datar.     

Cucu Wiryo meminta tubuh Putri Lesmana berdiri. Dan lebih tegap, merangkul pundaknya berniat membawa Aruna kembali ke kamar. Dia sangat sadar tak seharusnya menikmati gurauan dalam ruang terbuka di keluarga ini.     

Tapi ternyata gadis itu menolak.     

"Em.. Omaa.. Opaa.. dia yang bersalah".     

"Dia mencuri barang-barang berhargaku dan menyembunyikannya di laci".     

"Aku hanya berusaha mengambil kuncinya".     

"Jadi ruangan ini hancur karena dia dan dialah yang harus bertanggung jawab".     

"Bukan aku..".     

"Ah' aku pasti terlihat buruk sekali".     

"Sungguh aku tidak sengaja".     

Hendra menarik paksa istrinya, dia sadar tidak ada alasan yang dapat diterima di keluarga ini. Alasan adalah alasan, keluarga ini tidak pernah menganutnya. Hanya satu yang mereka teguhkan. Benar atau mengakui kesalahan. Toh ruangan hancur bukan masalah besar untuk keluarga Djoyodiningrat.     

Hanya saja makhluk baru ini belum memahami banyak hal, Dia gadis naif yang hidup secara normal di luar sana.     

"Lepaskan aku Hendra..".     

"Aku harus minta maaf.. Aku harus membersihkan nama baik ku".     

Walau para pelayan perlahan terlihat berhati-hati merapikan ruangan. Anggota keluarga Djoyodiningrat hanya terdiam menatap keduanya. Aruna sangat khawatir dan bingung tercampur jadi satu.      

_Aku benar-benar akan membuat kesan buruk karena perilaku_.     

"Oma maafkan aku, aku di didik dengan baik oleh ayah ibu ku, jadi jangan salahkan mereka karena aku... Em.. aku jadi menantu berantakan".     

"Anda sebaiknya bertanya pada cucu anda. Dia mengutil semua celan..".     

"Aruna!!".     

Pria itu menutup rapat-rapat mulu istrinya dengan telapak tangan lebarnya dan menatap tajam bermakna : 'Jangan ngomong sembarangan'     

Hendra sempat berbisik: "Hal itu adalah privasi kita, ayo kita masuk ke kamar"     

"Tapi nanti aku akan padat label buruk.."     

"Tidak akan! Semua penghuni rumah ini sudah buruk". Hendra menguatkan dekapannya.     

"Sini ayo kita masuk!". Hendra benar-benar menyeretnya Aruna masuk ke kamar meraka.     

Anggota keluarga Djoyodiningrat terdiam bukan karena mereka tak ingin membalas ucapan Aruna.     

Mereka sedang tertegun melihat Hendra berubah signifikan. Perubahan Hendra seperti mimpi panjang yang dikabulkan oleh Tuhan.     

"Wiryo, baru kali ini aku melihat keputusanmu benar". Oma Sukma akhirnya berkenan bicara dengan suaminya. Sudah sejak kejadian di hari Hendra diseret oleh para ajudan Wiryo, Sukma mendiamkan suaminya.     

"Keputusan ku selalu benar, kamu saja yang belum tahu Seperti apa keadaan yang kami hadapi".     

"Sekarang aku sangat berharap kamu tak lagi mencetaknya seperti keinginanmu, biarkan dia tumbuh menjadi dirinya sendiri".     

"Aku rasa istrinya bisa membawa banyak perubahan untuk cucuku".     

"Ya, dia memang sudah siap sebagai pengganti ku, setelah ini dia akan menentukan nasibnya sendiri".     

"Aku harap cucuku tidak terbelenggu dalam kemisteriusan seperti kau, setelah jabatan presdir melekat pada dirinya".     

"Untuk keinginan itu, aku sendiri tidak bisa berjanji. Hidup kami sudah tergariskan demikian sejak dulu, kecuali dia berhasil memecahkan masalah yang diwariskan keluarga ini".     

***     

Sang suami membawa Aruna setengah digendong dibahunya, meletakkan tubuh kecil itu diranjang. Lelaki bermata biru meringkuk dan memeluk mengalungkan tangannya diatas perut, meraih istrinya dari samping. Tampak begitu menikmati Apa yang dia lakukan.     

"Hendra mana kuncinya..?! lepaskan diriku sebentar! Aku harus memakai dalaman ku".     

Gadis ini sudah sampai dikamar mandi, namun dia tak tahu laci mana yang digunakan untuk menyimpan benda-benda berharga miliknya. Suaranya nyaring memanggil suaminya, jengkel. Sang suami datang dan membuka laci itu. Aruna segera nyerobotnya dan masuk ke dalam bathroom.     

"Kenapa kau tak memakainya disini. Supaya aku bisa melihatnya".     

"Sudahlah jangan bercanda, kembali sana!".     

Ketika perempuan mungil itu kembali, Hendra menunggunya penuh harap diatas ranjang. Menepuk-nepuk permukaan empuk bed king size mereka. Nyatanya sang istri memilih membaringkan dirinya disofa.     

"Aruna Kenapa kau ada disitu?".     

"Kalau kau berada sejauh itu aku tak yakin aku bisa melihatmu tertidur sebelum aku tidur". Hendra protes.     

Aruna terlalu jauh untuk diamati tanda kehidupannya. Perempuan itu mengabaikan semua peringatan Hendra, dia terbaring begitu saja dan mulai memaksakan dirinya untuk tidur.     

Sang pengidap sindrom terpaksa memejamkan matanya rapat-rapat, tapi bayangan tubuh gadis terdiam membeku diatas sofa mulai menyerap dirinya.     

"Aruna kau mirip mayat, sungguh! pergilah dari situ atau Aku benar-benar murka". Aruna menutup telinganya tidak peduli.     

"Aruna pergi!! kau membuat ku mengingat mayat, PERGI!!". Suara Hendra semakin lantang membuat Aruna tidak tahan, akhirnya gadis ini benar-benar pergi menyusup ke dalam ruang baju. Mendengarnya pergi Hendra baru berani membuka matanya.     

_Ah' anak ini benar-benar membuatku susah_     

Lama Hendra menunggunya karena dia pikir Aruna akan kembali, nyatanya si mungil istrinya sama sekali mengabaikan dirinya, sendirian menguasai ranjang.     

Karena kesulitan tidur Hendra penasaran dan mencari tahu.     

_Eh apa itu??_     

_Apa?? apa yang dia lakukan?!_     

"Iya Tuhan bangun!!, aku bilang bangun Aruna!!".     

Hendra dalam rasa takut dan cemas mengguncang tubuh Aruna yang tidur dilantai. Gadis ini memasang wajah cemberut, merasa terganggu tapi tidak mau membuka mata.     

"Berani-beraninya kau memakai jasku sebagai alas tidur. Tahukah kau brand benda ini apa?".     

"Bisa-bisanya kau taruh dilantai, menidurinya tanpa dosa".     

"Siapa suruh membentakku terus-terusan!?".     

"Ayo kita tidur diranjang".     

"Tidak! Kau pasti akan memelukku sembarangan". Aruna masih trauma dengan malam mengerikan yang dia lewati bersama setan bermata biru.     

"Tenang Aku tak akan memelukmu ayo, kita kembali ke ranjang!".     

.     

.     

Hendra benar-benar melakukan hal unik sebelum mereka berbaring.     

"Kemarikan pergelangan tanganmu?".     

"Aku tak akan memelukmu, sebagai gantinya aku akan memegang pergelangan tanganmu".     

"Asalkan nurut, aku tidak akan marah".     

Semakin lama Aruna merasa Hendra makin misterius, gadis ini tahu Hendra mencari-cari denyut nadinya dipergelangan tangan. pasti ada sesuatu dibalik sikapnya yang terus-menerus aneh.     

Lelaki Mata biru memegangi pergelangan tangannya sembari berbaring bersama dalam kantuk.     

_Sebenarnya dia ngapain?_ Aruna diterpa rasa penasaran.     

"Hen?".     

"Ya".     

"Kemana kau pergi semalam?".     

"Maksudmu?".     

"Ya.. setelah mimpi buruk, kau menghilang hingga pagi?".     

"Ah' aku hanya mencari udara segar diluar"     

"Jadi disini sangat pengap ya??. Sampai-sampai kau tak kembali hingga fajar".     

"Tidak bukan begitu.., aku hanya jalan-jalan lalu lupa waktu"     

_Dia berbohong lagi_     

.     

.     

Hendra yang dari tadi berperang dengan dirinya, antara mendengarkan ritme denyut nadi Aruna dengan rasa cemas yang terus-terusan menyerangnya.     

Iya, dia ingin membuka matanya.     

Dia tahu Aruna sudah tertidur, terlelap. Tangan mungil itu diraihnya dan didekap didada. Memiringkan tubuh menghadap tubuh istrinya yang terpejam.     

Dia harus bereksperimen sekarang.     

Apakah denyut nadi dipergelangan tangan Aruna cukup kuat untuk melihatnya tidur.     

Hendra berusaha dengan sangat merasakan denyut yang ada dipergelangan Aruna. Secara perlahan mata biru mulai terbuka, sangat perlahan karena dia terlalu ragu.     

_Terimakasih, ku bisa melihatmu_ Senyuman mengembang. Senyum dari rasa bahagia.     

Dia mengamati tubuh dan mata terpejam Aruna. Gerakan kembang kempis ketika menghirup dan menghembuskan nafas. Sungguh menarik perhatian.     

Begitu nikmatnya melihat gadis ini tertidur, mengabaikan pergeseran jarum pendek jam dinding.     

Terus saja menikmatinya.     

Sedikit berani Hendra mendekati tubuh istrinya.     

Menatapnya lebih lekat bahkan mengusap rambutnya. Pria ini tersenyum diantara rasa senang bisa menikmati pemandangan indah didepannya dengan rasa getir, karena tak diijinkan memiliki seutuhnya.     

_Apa kau benar-benar ingin pergi dari ku setelah 2 tahun?_     

_Bolehkah aku menganulir perjanjian pernikahan kita?_     

Pria ini mendekat, menyentuh ringan dan lembut bibir merah milik mata terpejam.     

Perlu berhati-hati supaya dia tak terbangun.     

Blush     

Sekali rasanya tak cukup. Ketika sang suami ingin mencoba si merah penggoda sekali lagi.     

Dering telepon milik istrinya mengganggu.     

_Siapa yang menelponnya malam-malam begini?_     

Meraih dan mengangkatnya.     

_Agus, Apa yang terjadi? Mengapa telepon selarut ini?_     

"Halo Aruna". Suara Agus nyaring, antusias.     

"Maaf aku mengganggumu".     

"Aku punya kabar baik untukmu".     

"Aku sudah menemukan dimana Damar berada"     

"Halo, Kenapa kau diam saja??"     

"Apa Ada suamimu?".     

"Ya Aku disini". Hendra menyergap dingin menakutkan. Membuat pendengar diujung sana merinding.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.