Ciuman Pertama Aruna

II-167. Jatuh di Lantai



II-167. Jatuh di Lantai

0[Sudut Restoran]     

Dua orang kuasa hukum duduk berhadapan melepas rasa lelah. Resto mini malis dengan bangku-bangku kayu dan interior yang cenderung bernuansa kecokelatan memberi rasa nyaman sejenak untuk melepas penat. Jalanan di luar yang masih padat, ketika dua sahabat yang juga musuh bebuyutan saling melempar pandang, kemudian terkekeh wujud implisit ekspresi saling menghina.     

"Aku mau muntah saat kau menghina Dokter paruh baya yang membela pasiennya dengan berkata 'jangan mempertaruhkan reputasimu demi uang' harusnya kau berdiri di depan cermin dan mengumpat dirimu sendiri," Rendy Nasution begitu berbangga menikmati kemenangannya bahkan bisa menghina saingan terberatnya.      

"Haha, sudah cukup menghinaku?" Fernando terlihat meletakkan sendoknya, "lakukan lagi kalau masih ada list (daftar kalimat hinaan) -nya,"      

"Tidak -ah', aku sudah cukup puas hari ini," Rendy menggerakkan tangan kanannya, sebuah tanda agar Fernando melanjutkan makannya.      

"Jujur aku tidak percaya dia punya kehidupan seperti itu?" Fernando bicara di sela-sela menggerakkan sendoknya.      

"Siapa? Klienku?" Fernando mengangguk mendengarkan konfirmasi Rendy.      

"Jangankan kamu, aku saja tidak menduganya. Ketika kami meeting bersama, dia jarang sekali bicara, hanya mengangguk dan berkata oke, iya, terserah, selebihnya fokus berdiskusi dengan para saksi," Ungkapan Rendy mengusung kerutan pada dahi Fernando, "Saksi-saksi itu dilarang membuka beberapa hal yang merugikan diri mereka, kau tahu? aku juga tidak percaya dia punya sisi semacam itu,"      

"Aku hampir berpikir kamu akan menang karena klienmu menggunakan uangnya untuk menyuap para saksi," Ini suara Fernando.     

"Awalnya aku sempat menawarkan hal yang sama, dan aku malu sendiri, mereka yang bersaksi atas dasar keinginan sendiri," Rendy menimpali.       

"Ini sidang perceraian yang membuatku tertampar," kembali Fernando berbicara.      

"Haha," Nasution tertawa kasar dan di buat-buat, "perempuan simpananmu sudah berapa sekarang?"      

"Ah' jangan bicara seperti itu seolah aku saja yang nista, berhentilah jadi bujang palsu dan menikah sana!" Fernando tahu Rendy seorang play boy yang memiliki sederet wanita. Tiap bulan bisa ganti perempuan padahal usianya hampir mendekati 40 tahun.      

"Aku jadi berpikir untuk menikah setelah melihat mereka tadi, sepertinya kehidupan pernikahan yang di penuhi cinta tidak akan mudah di goyahkan oleh perceraian," tampaknya Rendy sedang menjalankan perenungan.       

"Terlalu banyak kasus perceraian yang ku tangani dan ke semuanya mayoritas pengihanatan, membuatku hampir malas menikah," Rendy terlihat meraih gelas berisikan air putih di dekatnya.      

"Kau tahu apa yang aku pikirkan sekarang?" Caligis melempar teka-teki.      

"Hem, Apa?      

"Sepertinya., aku memutuskan bercerai dengan istriku, kau mau jadi kuasa hukumku?"      

"Hah?? Apa maksudmu?"      

"Kami tidak bahagia, bahkan punya simpanan masing-masing. Selama ini kita bertahan karena tidak mau ribet pembagian harta gono-gini dan menjaga reputasi kami di hadapan para kolega,"      

"Kau serius,"      

"Tentu..! Anak-anakku sebenarnya sudah tahu kondisi orang tuanya  hanya saja mereka juga pura-pura menutup mata, aku rasa jika di teruskan kita semua akan tersiksa dengan kepalsuan ini," ungkapan Rendy mengunci tatapan Fernando.      

"Jangan melihatku seperti itu? Kau mau menghina? Hina saja?"      

"Tidak.. Bukan begitu," Rendy bermonolog, "Kau yakin akan menggunakan jasaku?"      

"Ya," yakin Fernando, "Aku lihat kau berkembang pesat, hanya saja kemampuanmu berkolega tak begitu oke,"      

"Hai.. Hai.. Aku bisa menggait Mahendra pewaris tunggal Djoyo Makmur Grup!" tak terima, "Sedangkan kau? Ah' aku bahkan tidak kenal Nantha.. Nantha.. Siapa itu?"      

"Yang memintaku mendampingi Anantha bukan sembarang orang," bisik lirih Fernando, "Kau kenal keluarga Barga, anak-anak dewan Tarantula Grup?"      

"Kenapa? aku merasa ada yang janggal," Rendy turut penasaran.      

"Aku juga merasakan hal yang sama, perceraian ini semacam di tunggangi permusuhan dua pemilik perusahaan adidaya di negeri ini, bukan –kah ini aneh?" Fernando tertangkap sedang meresapi isi otaknya, dia sedang berpikir dengan serius.      

"lalu.. apa yang akan kamu lakukan pada klienmu?" tanya Rendy.      

"Aku akan mundur," mantap Fernando, "sudah dapat di duga perceraian ini tidak berhasil dan yang utama, ada campur tangan pihak ke tiga seolah bekerja di balik layar," Fernando mengubah arah pandangannya pada kebisingan jalan, "lebih baik aku menjaga diriku dari pada ikut terlibat dalam persaingan adidaya yang tampaknya mulai tak terkendali," tutupnya.      

***     

"Kurang dekat," pinta Aruna.      

"Lebih dekat lagi.." dia memerintah.     

"Begini??" tawar Hendra yang kini sudah menyentuhkan dahinya pada dahi Aruna. Gadis ini terus saja protes kurang dekat, sampai-sampai lelaki bermata biru benar-benar menyentuhkan dahinya.      

Dan sang perempuan meraih lehernya, berikutnya meraih bibir lelaki bermata biru, tak usah ditanya bagaimana dua manusia dilanda rindu ini mengobati kerinduan mereka yang menggebu-gebu.     

"Aku tidak mau di tinggal," bisik Aruna setelah jam bergerak terlalu cepat untuk mereka yang sempat berlama-lama dalam penghayatan, saling membasahi bibir satu sama lain.      

"Huuh," Desah Hendra mengetahui dirinya sedang dalam posisi dibutuhkan sekelompok orang pada ruang khusus tersembunyi, terutama untuk membuat keputusan-keputusan penting.      

"Aku mau di temani," gadis ini masih saja mengusung wajah mayun menggemaskan.      

"Bagaimana kalau kau di temani mommy ku? Atau Nana, sekretarisku, mau?" langsung menggeleng. Mana mungkin, pertemuan terakhir dengan mommy Hendra berisikan kenangan buruk karena dia meminta Aruna meninggalkan putranya.      

"Apa kamu tidak bisa menggeser kesibukanmu sejenak? Kita baru saja melewati hari yang melelahkan. Bisakah kau menemaniku makan? lalu kita istirahat di sini?" Aruna menepuk-nepuk ranjang empuk di samping tempatnya terduduk.  Permintaan perempuan ini mampu menggugah rasa dilematik Mahendra.     

Pikirannya melayang-layang pada kalimat permintaan maaf ayah Lesmana yang ditujukan untuk Anantha, termasuk kalimat penyesalannya yang sempat dia sampaikan kepada Riswan, 'Andai aku punya kesempatan akan aku habiskan waktuku lebih banyak untuk istriku, aku terlalu mengabaikannya'.     

"Kamu benar-benar ingin bersamaku sekarang?" Aruna lekas mengangguk-angguk sepintas kemudian memasang mata membulat, lebar, berbinar, mirip kucing kecil lucu yang sedang minta snack kepada tuannya.      

Lelaki bermata biru tertawa mengelus rambutnya. "Huuh, Baiklah.."      

"Yeee.. Seru Aruna,"      

Hendra hampir tidak yakin yang di hadapannya saat ini adalah gadis dinginnya, gadis sendu yang jarang menunjukkan ekspresi lepas.      

"Apa kau sedang bahagia?"      

"Tentu!, apa kamu tidak melihat senyum cantikku," Gadis bermata coklat dengan bibir merahnya yang mematikan itu sedang mengarahkan kedua telunjuknya ke arah pipi, lalu membuat penekanan pada kedua pipinya sehingga senyum gemas dengan gigi terlihat dia terbitkan.      

_Ah' sempurna.!_ Bisik hati Hendra, yang sedetik berikutnya mendapati detak jantung berpacu hebat sebab perempuannya terlihat terlalu bersinar.      

"Jangan lakukan itu!" Pria ini memerah, memalingkan muka. Jengkel ketahuan dirinya sedang berbunga, sejujurnya dia sedang di landa rasa malu-malu -mau.      

"Lihatlah.. Aku cantik –kan," goda Aruna, menarik lengan baju cucu Wiryo yang tidak berani menatap wajahnya.      

Canggung, sebab ketahuan hatinya sedang bergemuruh hebat, sangat tak asyik dan memalukan.      

Apakah ini yang sering di ceritakan orang-orang tentang dia yang dulunya ialah gadis cerah, bersinar, ceria dan ramah?      

"Ah!" Hendra dapat pelukan dari samping.      

"Kubilang jangan lakukan itu!!,"      

"Kenapa??!" sungguh Aruna sangat bingung.      

"Jantungku bisa melompat, dia akan jatuh dilantai," bisiknya lirih, sangat lirih hampir tidak terdengar.        

.     

.     

__________        

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/        

1. Lempar Power Stone terbaik ^^        

2. Gift, beri aku banyak Semangat!        

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan        

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.