Ciuman Pertama Aruna

II-155. Air on G String Piano



II-155. Air on G String Piano

0Baca bab ini sambil mendengarkan Air on G String karya Johann Sebastian Bach. [Instrumen Piano]     

.     

.     

---------------     

Di sudut tersembunyi senyum asimetris Alia mengembang.      

"Maaf, saya tidak sengaja," gelisah sang perempuan yang sedang berpura-pura tak sengaja.      

Pria yang di ajaknya bicara hanya menatap sejenak lalu membersihkan mejanya, tak bicara.      

"Biar saya saja," karena rasa canggung bercampur dengan groginya, Nabila buru-buru turut mengambil tisu dan ikut-ikutan membersihkan meja.      

"Pergilah., tak masalah, sudah ku maafkan," ini suara Anantha, standar seperti biasanya. Bahkan tidak ada tangkapan pupil mata yang membesar terpana atau semacamnya pada adegan sederhana mereka. Padahal Alia sudah bersusah payah me-make over gadis yang kini menjalankan aksi hasil pikiran absurdnya.     

"Boleh saya menggantikan minuman anda," Nabila melakukan improvisasi dari pelajaran drama layaknya tugas praktikum bahasa Indonesia yang pernah dia lalui kala SMA.      

Pelajaran dialog drama yang di paksakan perempuan hamil di ujung sana. Alia tidak membiarkan matanya berkedip sedikit pun demi melihat detail adegan murid angkat dadakan.      

"Nabila harus berhasil!" bisiknya berulang kali sambil mengelus perutnya sendiri, dua tindakan ini perlu di usahakan serempak sejiwa biar gen dari saudara yang sedarah dengannya tak turut serta mewarnai benih yang kini hidup di dalam perut. Sungguh perilaku yang tak perlu, bagaimana pun juga jelas-jelas dalam ilmu genetika tak akan mungkin hereditas[1] saudara sedarah tidak turut serta terangkut ke dalam gen yang merupakan suatu segmen DNA yang nukleotidanya membawa informasi karakter biokimia atau fisiologis keturunan saudaranya. Peluangnya hanya dua, apakah pewarisan sifat yang sejenis Anantha akan jadi dominan atau resesif pada tubuh buah hati Alia. Sungguh upaya elusan perut yang di lakukan Alia ialah kegiatan sia-sia.      

Kini sang kanibo kering terlihat komat-kamit, tampaknya dia mau juga menanggapi Nabila, jika hari ini tidak berhasil sudah pasti otak Alia perlu di peras lagi atau dia tetap men-jomblo dan kaku terhadap kehidupan asmara.      

"Tidak perlu panggilkan waiters saja," enggan Anantha.      

"Sungguh saya ingin menggantinya," Nabila memaksa, dia hanya ingat satu dialog yang di ajarkan Alia saking groginya yakni 'sungguh' jadi kalimatnya selalu di awali kata 'sungguh'.      

"Sudahlah pergilah cari waiters resto ini untukku," kalimat ini langsung menghantarkan langkah gesit perempuan menuju kebagian lebih dalam resto yang jadi adegan drama setingan. Entah berhasil atau tidak Nabila mengikuti ritmenya saja.      

Tepat ketika dia kembali bersama waiters, sayang sekali kakak lelaki bosnya sudah menghilang dari sana meninggalkan uang beserta tip untuk pelayan. Otomatis waiters sigap menjalankan tugasnya menyisakan Nabila yang sedikit membuka mulut tak percaya, benar kata atasannya. Kakak laki-laki Bu Alia golongan manusia yang mirip kanibo kering kurang nutrisi cinta. Tak tahu cara menghargai orang lain yang sedang berupaya baik padanya.      

"Hemm... Kak Anantha lihat saja caraku berikutnya," ternyata atasan Nabila sudah berdiri di sampingnya, mengumpat kakaknya sendiri.      

***     

Suara piano itu terbang melayang-layang mengiringi tidur siang seorang gadis yang kini rasa-rasanya terlalu di manja. Tidurnya saja di buat istimewa dengan not-not syahdu tarian jemari lelaki yang pandai bikin generasi Y atau generasi Langgas bersedu-sedan layaknya generasi Pre Baby Boomers terhanyut oleh Si Binatang Jalang Chairil Anwar.      

'Danu Umar' itu nama yang lebih di kenal khalayak banyak. Sedangkan sebutan Damar ialah hadiah si rona kemerahan, hanya -lah panggilan lingkaran orang-orang terdekatnya saja. Amai lelaki ini juga memanggilnya dengan sebutan sayang 'Uda Danu' jadi  tiap kali dirinya terpanggil dengan nama pemberian gadis yang kini memilih lelaki lain, ada sayatan luka yang berdenyut di hatinya.      

Damar memainkan pianonya masih dengan pengamatan lekat kepada gadis yang beranjak dewasa dan bisa di sebut perempuan penggoda. Aruna masih menggodanya, walau dia dalam bungkusan kaos tebal serta celana kedodoran miliknya sendiri.      

Menggoda dalam artian sebenarnya, hingga denyut di dalam dadanya menggetarkan not-not yang kini dia sentuh, perlahan semakin meninggi ritmenya.      

Menggoda yang bagaimana? Dia memaki jantungnya sendiri.      

Ada se-golongan pria yang akan tergoda dengan tubuh wanita karena molek gerak-geriknya. Ya! Se-golongan itu ialah golongan dengan jumlah anggota membeludak. Sedangkan golongan lain yang lebih sedikit merupakan golongan yang tampaknya di huni pemuda yang kini memainkan Air on G String karya Johann Sebastian Bach.      

Suara sendu sedan terwakili oleh alunan alat music yang dia sentuh setahun belakangan. Piano di perkenalkan bapak angkat yang berubah status menjadi bapak sambung sebagai jalan  penyembuhan hati.      

Masih tentang golongan yang terhuni sedikit pria termasuk pemuda yang mengusung banyak unsur roman pujangga ini, terdefinisi serupa kelompok pencinta jiwa yang tumbuh di dalam hati para perempuan. Mereka bilang bahasa kerennya adalah inner beauty. Tapi setelah dipikir-pikir Aruna juga tidak memiliki istilah keren itu. Entah -lah dia menarik tanpa banyak cara, tubuhnya yang tergeletak di sana bukan untuk dinikmati. Melainkan untuk diresapi.      

Dan perempuan-perempuan macam begini yang menyulitkan para lelaki untuk kembali ke kondisi semula. Keadaan yang hadir sebelum perjumpaan, Damar ingin mencukupi ini semua.     

Dia akan pergi dari lingkaran setan ini. Atau dia tak bisa menemukan yang lain lagi. Konon kabarnya harus ada kata rela hingga semesta mendukung kehadiran jadwal takdir berikutnya. Kemampuan menalarnya yang dramatis ini di dapati dari kisah panjang patah hati ibunya sendiri.      

Jadi secara sadar aksioma tentang 'cinta tidak harus memiliki' menggelitik hatinya untuk mengimani. Toh Amai-nya benar-benar bahagia sekarang, nanti dia juga akan bahagia tanpa si rona kemerahan.      

Deg     

Penggoda membuka matanya, mengerjap dan tersenyum cantik tak tahu diri. Panggilan yang identik dengan perbudakan dia suarakan dengan paruh pendek ala burung kenari di desahkan begitu saja tanpa peduli ada yang sedang menghayati luka.      

"Damar, aku suka," benar-benar gila kata-katanya. Demikian damar tersenyum smirk yang bukan dia banget, secara mengejutkan di tampakkan.      

"Kenapa kamu?" pertanyaan Aruna masih seputar kalimat sialan dari penggoda yang sedang berjalan santai dan mendesakkan diri turut meminta sekian centi untuk ikut serta duduk di hadapan piano penghasil suara-suara sendu yang bisa jadi terapi banyak penyakit jiwa dan hati.      

"Aku sedang menyembuhkan penyakit kronisku,"      

"Hem..?" gadis ini memiringkan tubuh dan kepalanya menangkap ekspresi pria yang sedang melontarkan kalimat implisit-nya ke sejuta.      

"Kronis??"      

"Ya! Dan bakteri jahat yang jadi pemicunya sedang memandangiku tanpa dosa,"      

"Hah!" Aruna membuang nafasnya. Dia tahu mahasiswa Sastra Indonesia sedang merajut kata-kata ajaibnya.      

Desahan nafas berubah jadi tawa kecil dan gerakan tangan memencet sembarangan barisan warna putih tangga nada piano di hadapannya. Sehingga Air on G String Sebastian Bach terhenti.      

"Kau merusak terapi yang sedang ku jalani,"      

"Jeng! Jeng!" suara hasil pencet memencet Aruna yang kian merusak suasana. Lalu dia tertawa tak ingat dosanya.      

"Aku akan pergi dari Jakarta," kata Danu menyingkirkan tangan Aruna lalu kembali memainkan karya Sebastian Bach.      

"Bagaimana dengan kuliahmu?"     

.     

.     

.     

[1] hereditas adalah pewarisan sifat dari induk ke generasinya baik secara biologis melalui gen (DNA) atau secara sosial     

.     

.     

.     

__________        

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/        

1. Lempar Power Stone terbaik ^^        

2. Gift, beri aku banyak Semangat!        

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan        

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      

__________     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.