Ciuman Pertama Aruna

II-140. Cloning



II-140. Cloning

0Roda Bentley Continental berwarna hitam legam kembali menapaki pelataran rumah induk Djoyodiningrat.      

Tidak ada yang berbeda, air di tengah-tengah taman masih menari dan menyerukan gemercik zat cair yang saling berbenturan, akan tetapi menenangkan. Daun-daun yang berguguran di pelataran pun tak tampak, sudah di sapu bersih oleh para penjaga taman.      

Ketika sang tuan rumah paling terhormat menuruni mobil tanpa menapaki kaki ke lantai, pilu dan sendu terlihat dari wajah para asisten rumah tangga.     

Termasuk nyonya besar keluarga ini. Perempuan paruh baya hanyut dalam keharuan, tapi memaksa diri tersenyum lebar dan membuka kedua tangannya sebagai ungkapan sayang, ingin memeluk sang suami.      

Selepas Oma Sukma memberikan pelukan kepada Opa Wiryo. Telinga Hendra seolah mendengarkan bisikan dari surga, 'kau berhasil membuktikan argumenmu, selamat bung'.     

Hendra sedang bahagia, sama seperti kumpulan mata berbinar di sekitarnya. Mereka takjub melihat pemandangan langka di hadapannya.      

Tetua Wiryo dan Oma Sukma tak pernah menunjukkan kemesraan di depan umum, sampai-sampai kebanyakan penghuni rumah ini sempat berpikir mungkin saja di balik layar hal serupa terkait ke tidak harmonis-an juga berlaku pada mereka.      

Detik ini dugaan yang di anggap bagian dari fakta umum sirna seketika. Ternyata mereka baik-baik saja dan terkesan kian mesra.      

Ketika pintu rumah ukiran Jawa terbuka lebar, Hendra kembali mendorong kursi roda kakeknya. Rumah ini terasa kian hangat setelah dua perempuan di izinkan menemukan pemahaman. Walau hanya secuil dari puluhan misteri terpendam.      

Sayang masih ada sesuatu yang kurang, gadis yang sempat mengisi tawa di balik dinding-dinding kemegahan rumah induk keluarga yang masuk nominasi 5 pemilik aset terbesar se-Asia Tenggara belum menunjukkan tanda-tanda pulang ke rumah suaminya.      

Malam ini yang mengisi kekosongannya sudah berdiri cantik dengan dress hampir mirip. Riasannya tipis hanya bermodalkan lip glossy alias menanggalkan kebiasaannya menggunakan lipstik matte yang cenderung pekat.      

Yang kian menjadi-jadi dari perilaku Nana menirukan Aruna adalah jenis parfumnya. Hendra menyediakan parfum tertentu untuk Aruna, parfum yang tersedia di meja rias Aruna dan segala jenis make up putri Lesmana agaknya sudah di copy kemudian di paste pada meja rias Nana secara sengaja oleh Nana.      

Hanya saja Nana tidak menyadari bahwa benda-benda tersebut jarang di pakai Aruna. Aruna konsisten sebagai gadis Esay going yang jarang merias diri, apalagi sekedar berada di dalam rumah.      

Bau harum khas tubuh Aruna di cukupkan dari seperangkat sabun, sampo, dan lotion hasil racikan mahasiswa teknik Kimia sahabatnya sesama anggota coworking yang dulu aktif di ikuti founder surat ajaib. Dapat di duga bau harum kesukaan Hendra hasil kreativitas anak negeri yang sedang berupaya merangkak bersama star up, tak jauh beda dengan Surat Ajaib. Sayang sekali cloning ala Nana tak sejeli dugaannya.      

"Opa Wiryo selamat datang," sejak kapan perempuan ini percaya diri merubah panggilan dari tetua menjadi Opa. Karena hati tiap-tiap penghuni rumah mewah ini sedang berbahagia, mereka tak begitu memedulikan pilihan kata Nana.      

Membaur menjadi satu dan menduduki tepat duduk yang dulu di peruntukan bagi Aruna. Nana duduk di dekat Hendra, dia bahkan mengaku membantu menyiapkan sebagian hidangan yang tertata indah di atas meja makan.      

Si cantik yang makin lincah beraksi meraih hati masing-masing penghuni rumah, Nana sempat mendapat pujian dari hasil masakannya.      

"Wah, apa ini juga masakan Nana?"      

"Tentu saja Oma.. Oma suka?"      

"Ini makanan favorit Opa, jadi yang suka bukan Oma (tapi dia)" tangan Oma Sukma bergerak-gerak menunjuk Opa Wiryo yang terlihat turut mengangguk. Gadis cerdas dengan segala upayanya, Nana memilih mana-mana yang perlu dia hidangkan. Tidak sembarangan menentukan menu makanan.      

"Andai keluarga ini di beri menantu sepertimu pasti kami bahagia sekali. Apalagi lekas-lekas melahirkan cicit lucu dan menggemaskan, rumah ini butuh kehadiran bayi supaya makin hangat dan lengkap," ini suara Oma Sukma, tampaknya sudah terbawa arus yang di upayakan Nana.      

"Bukan sekedar bayi, kita butuh pewaris. Suka- tidak suka, masa depan keluarga di tentukan oleh penerusnya," Kalimat kaku dengan suara berat turut serta mengiringi pernyataan Sukma, suara ini milik tetua Wiryo.      

Andai Hendra masih sama dengan dirinya yang dulu. Mungkin detik ini juga dia akan meletakkan sendoknya lalu pergi begitu saja. Jadi bisa di bayangkan seperti apa gerak gerik Mahendra menahan diri. Ketika kekek dan neneknya sendiri mulai berharap dirinya merelakan sang istri pergi.      

"Rasa-rasanya aku merindukan Aruna," tiba-tiba Gayatri yang sedari tadi terdiam turut bersuara, "Meja makan ini terlalu kaku sejak dia pergi," walau ucapannya tidak banyak, tapi kalimat Gayatri mampu mengulik momen yang sempat terekam oleh masing-masing pelahap makanan yang kini melingkari meja berbahan marmer.       

Putri Lesmana kesulitan makan dengan cara benar versi keluarga Djoyodiningrat, dia sibuk berhati-hati dan hasilnya malah berantakan. Sebab, Hendra suka sekali mengganggunya di tengah-tengah acara makan bersama. Ketika gadis ini mulai ngambek Hendra pula yang membantunya.      

Senyum kenakalan Hendra selalu menghiasi meja makan, tak ketinggalan wajah tertekuk manyun juga setia dia ekspresikan putri Lesmana menghadapi ujian kesabaran di jahili pewaris keluarga ini. Uniknya, kadang kala kalimat rayuan sempat menyusup di telinga anggota keluarga yang lain. Walau pun Hendra  merapatkan mulut di dekat telinga sang istri tiap kali meluncurkan bujuk rayunya.     

"Aku tidak akan mengganggumu, syaratnya biarkan aku mengecap bibirmu malam ini,"     

"Nggak mau!"      

"Ayolah.. sekali saja,"     

"Nggak!"     

"Baiklah kalau kau keras kepala,"      

Tak lama.      

"Prak!" Semangkuk sup yang baru di sendok putri Lesmana tumpah, meluber di atas meja sampai menetesi bajunya sendiri.     

Dan buru-buru gadis ini akan berdiri menundukkan kepalanya, berulang kali minta maaf kepada ketiga anggota keluarga yang lain. Sedangkan dari sisi samping tawa Mahendra turut serta mewarnai permintaan maaf gadis lugu.      

Siapa yang bisa melupakan kenangan penuh daya tarik ini. Hendra yang jarang bicara dengan keluarganya apa lagi tertawa. Tapi, kehadiran putri Lesmana selalu berhasil menggelitik tawa cucu Wiryo yang kian menjadi-jadi di barengi ekspresi berbangga hati telah berhasil menjahili istrinya sendiri.     

Siapa pun akan menyadari betapa besar perhatian Hendra tertuju pada Aruna. Walaupun cara yang di tunjukkan pewaris tunggal Djoyodiningrat acap kali tidak sesuai harapan kebanyakan orang.      

"Aku sudah selesai.." Hendra meletakkan sendoknya, dia tidak sedang lelah lalu buru-buru ingin meninggalkan tempat ini. Lelaki bermata biru hanya sedang merindu. Diam-diam sudah menyiapkan seikat bunga dan sekotak kado untuk melengkapi keinginannya mengunjungi gadis yang baru saja di bicarakan.      

"Kamu akan tidur di tempat istrimu lagi malam ini," ungkapan mengejutkan bersama tatapan lekat khas Gayatri mendatangkan ekspresi gelagapan putranya, Mahendra tertangkap basah.      

"E.. iya.." Hendra tersenyum kaku malu-malu. Rona merah itu membuat ternganga penghuni kursi di sekitarnya.      

"Lain kali bawa istrimu ke sini, jangan kau sendiri yang mengobati rindumu. Aku juga merindukan menantuku," kalimat Gayatri di sambut anggukan salah tingkah putranya. Dia mendorong kursinya masuk ke dalam kolong meja makan (merapikan), bukankah ini perilaku yang tak perlu?.     

Hendra yang salah tingkah pergi sambil membuat garukan tak berarti pada sudut lehernya. Pria berbunga-bunga ingin segera mendekap erat tubuh istrinya. Dia tak tahu cara menutupi hasratnya.      

Di sisi lain, perempuan muda yang sudah berupaya mengloning istrinya menangkap perbedaan sikap ibu Gayatri. Nana menyadari Gayatri berubah haluan, mommy Hendra tak lagi memberinya dukungan. Dia malah berupaya menjatuhkannya perlahan. Itulah sudut pandang Nana saat ini.     

Padahal dalam benak Gayatri, dia sedang berupaya menyadarkan Nana. Ternyata gadis ini keras kepala tatkala di minta mempertimbangkan niatnya. Gayatri tetaplah seorang ibu yang akan mengupayakan apa saja, asal Mahendra putranya berbahagia.      

***     

"Rey.. tempat apa ini?!"      

"Kau belum pernah pergi ke club'??"      

Dia menggeleng.      

"Ah' yang benar??"     

"Sungguh,"     

"Suamimu tertangkap selingkuh dengan artis di club', iya -kan?"      

"Itu Hendra.. bukan aku.."      

"Jangan takut ini milik Heru, kita punya ruangan sendiri, ruang VIP di lantai atas,"     

"Siapa Heru?"     

"Kau pernah dengar Tarantula Grup?"      

Aruna belum punya gambaran akan menjawab apa.      

"Kami semua, Gibran, Oliver, Nakula, aku sendiri termasuk Heru.. oh iya satu lagi Intan. Putra putri pemilik saham Tarantula yang secara resmi bakal meneruskan sepak terjang orang tua kami,"      

"Tarantula itu semacam perusahaan??"      

"Haha kau polos sekali.. aku jadi tidak tega padamu,"     

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.