Ciuman Pertama Aruna

II-121. Berkebalikan



II-121. Berkebalikan

0"Em., Okey., Baguslah.. aku putuskan aku akan telanjang malam ini!!"      

"HENDRA!!"     

"Hahaha., Kau malu atau mau melihatku.,?" Hendra menggoda.     

"sudah Hentikan, mandi sana! akanku carikan baju untukmu!" Aruna mengusir mata biru.     

.     

"Apakah aku harus mandi dengan gayung lagi?" Teriak seorang pria dari dalam kamar mandi.      

"Kau masih belum bisa?"     

"Aku sedang berusaha.,"     

"ambil secukupnya dan guyur tubuhmu.," jelas Aruna, "itu sangat mudah, jangan terlalu banyak berpikir," lengkapnya.      

"Aku hanya berpikir, mungkin aku butuh tutorial., Supaya dadaku diraba gadis naif," pria ini mengingat kejadian di hari pertama dia tidur di rumah keluarga ayah Lesamana. Nyatanya tempat ini lebih parah, Aruna tinggal di ruang mungil tak memiliki kedap suara, tiap kali Hendra melontarkan kata-kata dari dalam kamar mandi suara itu juga menggema sampai ke ruangan lain.     

"Apakah otakmu sedang mode mesum Tuan muda??" sindir Aruna.      

"Haha.." dia yang berada di kamar mandi terkekeh.     

.     

.     

"Bagaimana dengan baju kotorku? Aku perlu taruh di mana?" sepertinya yang berada di kamar mandi telah usai membersihkan dirinya.      

"Dan satu lagi! Handukmu? Handukmu berwarna pink, sangat kecil, kalau aku keluar cuma mengenakan handuk ini. aku yakin akan ada yang mimisan karena terpesona melihat tubuh kerenku!" kembali pria di kamar mandi melontarkan kalimat protes, berisik.      

"Ya.. ya.. aku antar baju ganti untukmu buka sedikit pintunya.," Aruna berjalan perlahan, membuang nafasnya sejenak sebelum mengetuk pintu kamar mandi. tentu saja tangan mata biru tangkas keluar dari sana.      

"Aargh... HENDRA !!" tangan itu tidak mengambil baju melainkan menarik lengan gadis ini ke dalam.      

"Srek!" ini bunyi pintu yang ditarik Aruna. Hingga pria yang ada di dalam berteriak karena lengannya terimpit daun pintu.      

"Au.. lenganku.. CEO yang cedera efeknya sangat panjang" keluh Hendra.     

"Siapa suruh bikin orang terkejut?!" Aruna membela diri.      

"ayo lah.. kau tak ingin melihat tubuh seksiku?" tampaknya Hendra mulai kambuh insting kejahilannya.      

"Ambil bajumu.. selesaikan mandimu terlebih dahulu?" jawaban Aruna menimbulkan suatu kesan.      

"Apa aku akan mendapatkan sesuatu selesai mandi?" dia bertanya-tanya, otaknya penuh dengan imajinasi yang biasa di istilahkan dengan kata 'kompensasi'.      

"yang pasti kamu akan mendapatkan bau harum dan bersih" Aruna menanggapi suara bersemangat itu dengan datar.      

"Yaah.," Sang gadis sempat tersenyum tatkala kembali mendengarkan keluhan Mahendra.      

"Kamu jarang menggunakan air dingin saat malam hari, segera keluar dan hangatkan tubuhmu," kebiasaan suaminya dan segala fasilitas yang mengelilingi hidupnya, Aruna masih sangat hafal. Sedangkan kamar mandinya tidak memiliki shower air hangat atau sejenisnya.      

"Hai.. aku tidak selemah itu., Aku bahkan lahir di musim dingin," Hendra punya segudang ungkapan untuk membuktikan dirinya keren.      

.     

.     

Tak lama pria ini keluar dari kamar mandi, hal pertama yang dia tuju adalah cermin. Tidak salah lagi, lelaki bermata biru tidak nyaman dengan apa yang dia kenakan. Mengamati tubuhnya atas-bawah, dari sisi kanan dan kiri.      

"Baju ini membuatku tidak keren,"      

"Yang penting bersih," sanggah Aruna. Perempuan ini menyembunyikan perut geli melihat celana olah raga terbesar di dalam almarinya berubah menjadi celana tiga per empat pada kaki Hendra.      

"Kenapa celananya berwarna kuning? sangat merusak mata," si perfectionist kembali mengeluh.      

"Itu warna jurusan ku,"     

"jadi aku mengenakan celana olah raga yang biasa kamu gunakan untuk kegiatan di kampus?" tanya Hendra.      

"Ya.  Bisa di bilang begitu,"     

"Okey.. tak masalah.. minimal ketika istriku berolahraga, tidak ada yang akan meliriknya., Karena celana ini  nggak banget untuk dipandang," Aruna hanya bisa bergeleng kepala mendengar spekulasi Mahendra. Entah apa isi otak mata biru. Selalu saja punya tingkah laku unik disertai ungkapan-ungkapan di luar nalar orang pada umumnya.     

"Mengapa kamu tidak mengancing hemnya?" Aruna ngeri dan Hendra berbalik memamerkan dadanya.      

"Sebenarnya aku tak ingin memakainya, apa kau berencana menghinaku?" Aruna mengerutkan dahinya, terkejut, tak paham, kali ini apa lagi isi kepala Hendra.     

"apa Kamu sengaja memasangkan warna merah di atas warna kuning? Aku sengaja tidak mengancingnya., Aku meyakini ini sebuah penghinaan, jadi sewaktu-waktu aku bisa melepas hem ini. Kalau ternyata kau memang punya niat menjahiliku," maksud Hendra ialah hem merah di atas training olahraga warna kuning adalah kekonyolan.      

"Bwahaha.," sang perempuan ini terbahak-bahak, tak tahan mendengar pernyataan-pernyataan yang bersumber  dari isi kepala absurd Hendra. "Aku hanya fokus pada ukurannya.. sungguh., itu baju terbesar di lemariku, mana aku tega menjahili suami tampanku, yang tadi pagi aku tangisi berjam-jam," agaknya ucapan Aruna mendorong seseorang tersenyum lebar hingga lesung pipinya tertangkap cermin.      

Sekejap berikutnya Mahendra sudah menghamburkan diri di atas ranjang sempit Aruna. Berbagi sambil memeluk erat sang istri. "sayang, mengapa ranjangmu selalu mungil? Apa.. ketika kau membelinya tak pernah berpikir bahwa suamimu akan datang memelukmu?"      

"Secara umum ranjang ini untuk dua bantal, artinya bisa digunakan untuk dua orang. Sayangnya tidak akan setara jika kamu bandingkan dengan ranjang di kamar kita dulu," penjelasan Aruna tampaknya tidak begitu didengar.      

Hendra sibuk mencari posisi yang nyaman, menggerakkan tubuhnya dan tentu saja memeluk Aruna.      

"Aku tidak pernah menduga jatuh cinta pada perempuan bisa se-menyulitkan ini,"     

"Menyulitkan??"     

"Iya.. menyukai gadis bernama Aruna sangat menyulitkan. Dalam benakku, aku tidak pernah membayangkan akan tidur di tempat yang seperti ini." Terlalu sederhana.     

"Oh.. begitu.."     

"anehnya tidur di tempat ini ratusan kali lebih membahagiakan dibanding tidur di kamar mewah rumah induk," ucapan Hendra menghasilkan tatapan Sang Perempuan, "aku benar-benar sudah jadi pria gila, meneteskan air mata di pagi hari dan senyum senyum di malam hari karena seorang perempuan,"     

"cup" Aruna mengecup bibirnya, "bisakah kamu diam? Tadi pagi aku sudah mendengar pengakuan dosa yang begitu panjang., Sampai membuatku pingsan, aku tidak mau mendengarnya lagi malam ini,"     

"Begitu ya.." ada yang mengendus mata seorang gadis lalu turun ke pucuk hidungnya.      

Pria ini berhenti sejenak untuk mengamati wajah istrinya, mengusap lembut pipi merona malu.      

"Tadi pagi aku sangat takut.," ini suara Aruna.      

"Kau takut kehilanganku?" tanya Hendra. Dan Aruna mengangguk-angguk sebagai bentuk jawaban.     

"Penawaranku., Aku berharap kau menerimanya.," ucapan ini terhenti karena tangan mungil yang terkalung di leher Mahendra membuat tarikan.      

Detik yang sama gadis bermata coklat ini mengangkat kepalanya meraih bibir mata biru. Dia mendominasi Mahendra.      

"Huuuh.." kali ini tampaknya si pria yang di buat bergejolak.      

"Sayang cukup.. cukup.." Hendra yang minta berhenti, cukup mengejutkan mengingat dia lah yang cenderung berharap. Kali ini  berbeda, Aruna yang tak mau melepaskannya.      

"Kalau wanita mencium pria dengan cara seperti ini, artinya wanita itu siap mendapatkan desakan di bawah perutnya,"      

"Em.. ?? Desakan di bawah perut?"      

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.