Ciuman Pertama Aruna

II-101. Meredam Lara



II-101. Meredam Lara

0[Kak Danu, tadi pagi yang di bandara siapa?]     
0

Sambel dan Marissa menatap kakaknya penuh ancaman.      

"Hehe.." Damar hanya tertawa geli melihat ekspresi dua adiknya. Dia perlu 'bertanam tebu di bibir' (mengeluarkan kata-kata manis untuk membujuk atau semacamnya).     

"Yang tadi pagi namanya Aruna, dia temen kakak, sorenya kami tampil di sebuah seminar. Coba saja lihat sosial mediaku, aku meng-upload kegiatanku di kampus Erl*ngga," manis tebu sudah ditanam di bibir, semoga dua adiknya berkenan menanggalkan ekspresi ancaman yang tak berarti.      

[Tapi di akun gosip sebelah mereka bilang kak Danu Umar tertangkap having an affair sama istri CEO]     

"Hah, having an affair. Yang benar saja?! Kacau," Damar mulai mencium sesuatu yang tidak beres.      

[Iya, bahkan ada yang bilang perceraian CEO itu ada hubungannya sama kakak]      

"Ya elah ngawur banget itu" Damar membela diri.      

"Pantas saja kakakku nggak mau mengeluarkan album baru, enggak ada yang benar gosipnya, sungguh pengganggu karier," Marisa lebih emosi daripada Danu Umar.      

[tapi akun itu juga mengeluarkan foto-foto kak Danu belanja barang di mall]     

"Tadi pagi?? Ya masak, belanja sama teman jadi masalah" Damar perlahan malas menghadapi pertanyaan yang kian lama kian memburunya.      

"Sabel matikan aja deh live-nya," perintah Marissa sadar idolanya menunjukkan ekspresi tak nyaman.       

"Kak Danu mau nggak lihat kamarku?" gadis SMA menarik tangan Damar supaya bangkit dari duduknya. "Aku mau minta tanda tangan di album yang aku beli sama di katalog foto kak Danu yang aku susun di album spesial" celoteh Marissa manja.      

"Gimana kalau kau bawa barang-barang itu ke sini, sama pulpen sekalian pasti aku tanda tangani,"     

"ayolah sebentar saja, supaya kakak tahu kalau aku ini benar-benar fans nya kak Danu"      

"tanpa masuk kamar mu aku sudah tahu"      

"Ayo lah.. ayo..," suara Marissa dilengkapi gerakan tangan menarik lengan kakak laki-laki yang baru dia temui.      

Sedangkan Sabel masih sibuk live, anak SD ini juga turut serta membuntuti kakak-kakaknya menuju kamar Marisa.      

Ketika pintu kamar Marisa dibuka, Danu Umar bergidik (ngeri). Dia melihat wajahnya sendiri terpajang menutupi dinding adik perempuannya.      

"Makanya aku bilang Aku ingin jadi pacar Danu Umar." Marissa berlari ke dalam mencari setumpuk album VCD yang dia beli, sedikit aneh untuk ukuran anak milenial masih mengoleksi benda semacam itu.     

"Kamu bisa mendengarkan laguku via spotify, joox, NCS music, Dezeer, ngapain juga beli kepingan kuno seperti itu," Damar geleng-geleng kepala ketika mendapati tangannya sudah terlengkapi pulpen dan kepingan VCD.      

"kok kak Danu nggak suka? Yang seperti ini namanya fans sejati," kemudian Gadis itu menyerahkan katalog dirinya (Danu Umar), bukan lagi bergidik sang kakak yang baru bertemu adik-adik unik ini tertangkap merinding.      

"jangan terlalu nge-fans sama seseorang, mau artis mau boyband atau oppa-oppa, tak perlulah berlebih-lebihan. Kita ini sesama manusia kadang juga berbuat salah," Damar mengingatkan adik-nya.      

"aku kan sukanya..,"      

"Marissa.. Sabel.. papa sudah menunggu.. ayo ajak kakakmu turun, makan!" Suara Lia memanggil putri-putrinya.      

"Baik ma..." Sabel berlari lebih dahulu di susul Damar melangkah keluar kamar membuntuti Sabel, dari arah belakang Marissa menutup pintu kamarnya lalu berjalan cepat mengiringi Danu Umar.      

"Kak, kalau nanti kak Danu terjerat masalah gara-gara jalan sama teman kakak. Aku siap jadi pacar pura-pura, (supaya terbebas dari tuduhan)" dia mengedipkan satu mata sebelum berlari mendahului Damar.      

"Ih! Apa sih?" jengkel Damar.      

.     

"Makan yang banyak," Lia sekali lagi meletakkan kumpulan lauk di atas piring Damar.      

"Ma aku juga mau.." Marissa merengek minta hal-hal yang sama dengan Damar. Dan pemuda ini meletakkan bagiannya di atas piring Marissa karena dia merasa piringnya terlalu penuh.      

Sekejap berikutnya dia menyesal, Pemuda Padang mendapati ekspresi bunga bermekaran di atas kepala sekali lagi. "Kak Danu sweet banget" tentu kepala Marissa.     

"Sabel Hentikan main handphonenya!" ini suara pak Amar, dia jengah melihat kelakuan putrinya. Sabel masih live Instagram.      

"Lagi seru  pa.." Protes anak SD.      

"Letakkan..!"      

"pada penasaran pa.., sama kak Danu Umar.      

"Maaf ya.. adik-adikmu selalu bikin repot dan berisik" Lia melengkapkan rasa malunya.      

"Tak masalah.. aku malah senang" yang terjadi berikutnya adalah 2 anak perempuan dimarahi Papa dan Mamanya.      

.     

"kamu tidak ingin menginap supaya kita semakin akrab?"     

***     

Betapa sulitnya Aruna memprediksi pikiran Mahendra, tadi mereka melewatkan waktu bersama dengan perasaan yang diliputi bahagia.     

Lalu jamuan makan malam indah dengan lampu temaram, tapi sekejap kemudian setelah makanan datang Mahendra mengusung ungkapan demi ungkapan yang cukup berat untuk dibahas. Tentang persidangan perdana termasuk kakek Wiryo tutu ikut campur dalam perceraian, dan Hendra menjelaskan bahwa dia otomatis tak bisa berbuat banyak.      

Sayang tiba-tiba lelaki bermata biru memintanya pergi, sungguh pilu hati Aruna. Matanya bengkak dan air yang ada di pelupuknya telah habis.      

[Hallo?]      

[Iya.. siapa ini?]      

[Saya yang mengawal nona Aruna]      

[Oh, kenapa menghubungiku?]      

[Nona menunggu Anda]     

[Dia tidak bersama suaminya?] Damar di ujung sana mengerutkan alis.      

Dan ajudan menjauh dari sang nona, menjaga perasaan gadis bersedih [Tuan kami memintanya pergi, nona sedang kacau masih menangis dan belum mau berhenti. Kami berharap anda berkenan menemaninya peluang hingga Jakarta]      

Di ujung sana sang pria yang cintanya bertepuk sebelah tangan merajut pikiran kalut yang menuntutnya segera ingin berjumpa gadis yang dia puja. Dia rela meninggalkan keluarga yang baru dikenalnya. Segera berlari mengharap dirinya bisa meredam lara Rona kemerahan secepat pria jangkung ini bisa.     

Untung keluarga yang baru dia temui paham, bahwa Danu Umar sudah pesan tiket dan harus kembali ke Jakarta. Masih ada waktu esok entah kapan untuk mengenal lebih dalam. Menghilangkan sekat sudah tercapai dan itulah yang terpenting dan utama. Dinding tidak ada lagi jadi kapan pun bisa saling menyapa tanpa luka atau segan.     

Damar menuju ke bandara lengkap diantar oleh dua adiknya, ibu tiri serta ayahnya, pak Amar. Pemuda ini di peluk lalu dilepas, melambaikan tangan dan berlari menuju pintu masuk penerbangan dosmetik.      

Untung ada yang memperingatkannya, ajudan Mahendra sudah berdiri di sana. Menghentikan kemudian meminta pemuda ini menemui nona mereka. Yang masih menunggu di deretan kursi luar, matanya kosong sulit diajak bicara.       

Damar mendekatinya : "hentikan tangismu, atau aku juga akan pergi" ungkap Damar menyadarkan tatapan kosong milik gadis yang tadi di akhir perjumpaan masih tersenyum ceria sebab berhasil menyajikan performa terbaiknya.      

Sayangnya sekarang gadis ini bersedih hingga lupa cara mengendalikan diri. Sang pria melapangkan dadanya, walaupun cintanya tidak di beri kesempatan bertakhta. Dia tak enggan memberinya sandaran.      

Damar memeluknya mengiringinya masuk ke dalam pintu terminal domestik pesawat mereka, belum usah melewati petugas sekelompok keluarga memanggil Damar. "Kakak.. hati-hati..," suara Marissa.      

"Oh, mereka masih di sini?" Damar terkejut. Aruna turut mencari tahu, gadis ini menangkap empat orang melambaikan tangan pada Damar.      

"Siapa mereka?" tanya Aruna.      

"Keluarga ayahku," jawab singkat Damar menarik Aruna menuju mereka yang melambai-lambai tangan.      

"Ayah?? Ayahmu Damar??" gadis ini hampir tak yakin dia tahu jalan rumit kehidupan pemuda melarikan diri dari rumah ini.   Dan Pemuda jangkung mengangguk bahagia.      

"Saya pikir kalian sudah pulang" sapa Damar kembali.      

"Tadi kami ingin melihatmu hingga menghilang dibalik pintu, tidak tahunya mampir menemui cewek cantik yang sedang menangis," canda pak Amar.      

"Jadi ini cewek kakak yang di ributkan di akun gosip?" Sabel sedang sebal bersedekap.      

"Saya sahabatnya, hee.. sahabat yang hobby merepotkan Damar," Urai Aruna dengan muka lebam bekas tangisan.      

"Kak Danu, dia 'kan yang istri CEO? Jadi benar dong gosipnya. Ah' payah" kepala Marissa tumbuh mawar hitam berduri atau mungkin semak-semak berakar tajam sebab ekspresinya penuh ancaman.     

"MARISSA!!" Bentak mamanya malu sendiri.      

"Bagaimana kalau kalian tidur di rumah kami malam ini? Besok saya pesankan pesawat lagi. Setahuku penerbangan terakhir seperti ini sampai Jakarta tengah malam" pinta pak Amar.      

"Bagaimana menurutmu Aruna?" tanya pemuda Padang.      

.      

.      

__________________________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.