Ciuman Pertama Aruna

III-10. Komentar Jahat



III-10. Komentar Jahat

0"Apa yang belum pernah kamu capai dalam hidupmu?"     

"Yang ingin kamu beli tapi belum ada dananya?"     

"Yang sudah kamu rencanakan tapi belum terealisasi?"     

Ini kalimat tanya lelaki bermata biru untuk perempuan yang sedang sibuk memotong steak daging. Mahendra menarik kursinya duduk di samping sang istri yang makannya terlihat lambat, agaknya ini cara Aruna menikmati hidangan istimewa buatan suaminya.     

"Em.. banyak.." jawab Aruna.     

"Banyak itu yang mana sebutkan?" Hendra mau yang spesifik.     

"yang benar saja, pertanyaanmu itu mengandung jawaban yang banyak sekali," Perempuan ini ngomel dengan caranya yang lucu.     

"kalau kau tidak tahu, jawab saja tidak tahu. Pertanyaan ku mudah, hanya memintamu menyebutkan saja," dia yang bertanya memaksakan jawaban, baginya ini sangat mudah, pertanyaan dasar yang setiap orang bisa menjawabnya.     

"Emang kalau aku menjawabnya kau akan mewujudkan semua keinginanku?" Aruna kembali bertanya.     

"Iya,"     

"Woo enak sekali jadi aku,"     

"Karena kau memberiku kebahagiaan aku pun harus membuatmu bahagia,"     

"kenapa harus begitu?" Aruna merasa tak suka dan tak nyaman dengan kalimat Hendra, seperti memberi tips untuk pelayanan waiters yang bagus.     

"Hubungan terbaik adalah yang saling menguntungkan," monolog Hendra mengejutkan lawan bicaranya.     

Spontan perempuan dengan rambut terurai yang baru dikeringkan dari keramas ini meraih pita disakunya dan mulai membuat ikatan, "Tunggu!" Aruna menarik lengan Hendra, memberinya tatapan.     

"mengapa aku merasa pernah mendengar kalimat 'hubungan saling menguntungkan' seperti pelajaran yang aku dapatkan di sekolah dasar," tatapan gadis ini bergeser mengembara ke sisi lain mencari pemahaman.     

"simbiosis mutualisme," ucap Hendra, menduga.     

"Ah, itu.. iya itu benar," kemudian perempuan ini membuat cubitan geli-geli menyakitkan di perut, Hendra mengeluh, sejalan kemudian menangkap tangan istrinya.     

"kau pikir, kita kerbau dan burung pipit," jengkel Aruna.     

"Lebih masuk akal kalau contohnya; kumbang dan bunga," Hendra menunjukkan contoh yang lebih mainstream.     

"Tapi bunga tak bereproduksi dengan kumbang, aku bereproduksi denganmu," sesaat mereka terdiam, tersekat masing-masing, detik berikutnya Aruna menutup mulutnya. Lalu berbalik memunggungi tatapan mata biru, gadis ini malu bukan main, menutupi mukanya sendiri yang memerah dengan kedua telapak tangan.     

Mahendra juga sama, membalik tubuhnya. Sesaat terdengar ketukan ringan di meja pantry. Tangan Hendra gemeletuk karena imajinasinya sudah liar ke mana-mana.     

"Dengan bantuan kumbang benang sari bunga (alat pria) berhasil menempel di kepala putih (alat wanita), mereka melakukan reproduksi kok," belum juga kalimat ini berakhir, kepala Hendra mendapat timpukan ringan. Agaknya celoteh unik pria ini semakin janggal untuk di dengar perempuannya. Aruna yang di serang malu, memukuli punggung sang pria dengan kepalan tangan, ringan berulang.     

"Kita bereproduksi," pria di pukuli ini malah menjadi-jadi dia melirik ke belakang sambil tersenyum melontarkan kalimat yang bikin malu Aruna.     

"Ciaaarh.," ini teriakan jengkel Aruna, saking malunya.     

***     

Perempuan bermata bulat menatap tajam ajudan yang baru usai menaiki tangga berbeda untuk menuju kamar pribadinya. Memang Lantai tiga rumah induk Djoyodiningrat mayoritas di huni para ajudan yang memiliki tangga khusus, tangga yang langsung terhubung dengan lantai dasar.     

Para pengawal yang menghuni lantai ini rata-rata bekerja secara langsung dengan keluarga inti Djoyodiningrat, bisa jadi tangan kanan seperti Andos, para sopir pribadi atau pengawal kepercayaan semacan Herry.     

Melihat tatapan Nana, Herry tahu apa maunya perempuan ini. Dia sejak awal tertangkap begitu berhasrat untuk menarik hari tuannya, Herry hampir yakin perempuan ini akan berhasil mendapatkan keinginannya, mengingat pengumuman pertunangannya sudah tersusun dengan rapi. Dan rencananya akan di umumkan bersamaan dengan pesta rutin tiga tahunan Djoyo Makmur Grup.     

Sebuah pesta yang akan di hadiri seluruh jajaran karyawan perusahaan multinasional ini, walau tidak untuk semua akan tetapi dapat dipastikan yang hadir cukup banyak. Rata-rata untuk cabang yang berada di tiap kota, mereka pasti mengirimkan manajer ke atas. Sedangkan untuk tingkat pusat seperti Jakarta hampir semuanya hadir.     

Nyatanya kini, mustahil untuk mendapatkan hati pewaris tunggal keluarga Djoyodiningrat. Tuannya sudah berada di pelukan istrinya, Putri mantan ajudan senior. Tentu saja Herry tahu seperti apa besarnya rasa cinta tuannya untuk nona mungil itu.     

Untuk itu Herry tidak berminat menghentikan langkah kakinya, dirinya sudah barang tentu akan di tanya di mana tuannya berada? Dan Herry akan bersih kukuh membungkam, Ajudan ini tidak bisa di paksa oleh siapa pun sebab kesetiaannya tak ter ragukan lagi.     

"Kau benar-benar tak mau memberitahuku di mana dia?" suara Nana memberi desakan kepada Herry.     

Harry hanya tersenyum memutar kunci kamarnya.     

"Baiklah akan ku cari tahu sendiri," perempuan yang berdiri di dekat Herry ini berjalan mendekat dan menatap Herry dari samping.     

"Sebaiknya anda urungkan niat anda Sekretaris Nana, dan ku rasa anda tidak akan bisa berbuat apa-apa kalau pun anda tahu di mana tuan saya berada," akhirnya Herry merasa perlu meluruskan perempuan ini.     

"Maksudmu?" alis Nana menyatu, entah bagaimana obsesi itu demikian jelas terlihat.     

"Aku punya saran buat anda," Herry membalik tubuhnya untuk melihat Nana secara menyeluruh sebelum memasuki pintu kamarnya yang telah terbuka.     

"Obsesi dan perasaan cinta itu beda, coba anda tata dulu hati anda, di posisi mana dia berada," Herry memasuki kamarnya kemudian segera di tutup rapat. Di luar terdengar umpatan Nana yang sempat tertangkap.     

Herry tak habis pikir bagaimana perempuan cantik dan memiliki kapasitas diri yang demikian bagus, kini tertangkap mirip perempuan yang tidak bisa membedakan mana perilaku layak dan mana yang tak layak.     

"Menyedihkan," gumam Herry berikutnya.     

***     

Hari yang melelahkan, sejak berangkat kuliah pun sudah amat sangat terlambat. Tiap pagi tidak mampu bangun tepat waktu, tubuhnya sudah dapat di pastikan redam oleh kelakuan seseorang.     

Belum lagi harus belajar menutupi tanda merah di lehernya dengan berbagai bahan make up yang butuh waktu lama. Itu pun masih dengan mengamati tutorial.     

Aruna pasrah ketika tidak mendapatkan kelas pertamanya, kini dia berdiri di depan kajur (kantor jurusan) mengamati beberapa pengumuman yang sebenarnya semua informasi sudah dia terima melalui siakad (situs akademik).     

Berdiri dan menatap pengumuman pada dinding kampus kadang menyenangkan. Aruna sedang menunggu jadwal pengarahan dosen terkait pelaksanaan pelatihan kerja lapangan.     

Kemarin dirinya terkejut bukan main, ketika membuka siakad ternyata mendapat kesempatan PKL terbaik yakni sebagai bagian desain project pada perusahaan multinasional yang di janjikan khusus untuk mahasiswa pilihan. Masalahnya itu perusahaan Mahendra.     

Perempuan ini masih tenang dan belum memberi kabar suaminya, mengingat dirinya belum tentu juga berada dalam kantor yang sama dengan Mahendra. Bisa jadi di tempatkan pada salah satu lantai yang berada pada tower ke dua milik Djoyodiningrat, kantor pusat berbagai perusahaan di bawah naungan Djoyo Makmur Grup.     

Aruna ingin sekali magang sebagai tim desain project DM construction, pasti seru bekerja dengan para arsitek. Walaupun ranah desain mereka jauh berbeda.     

"Bruk," beberapa perempuan menyenggolnya dengan kasar, pada langkahnya memasuki kelas pembekalan praktik kerja lapangan.     

Hal ini sudah sering terjadi, tentang dirinya yang sengaja di tubruk hingga hampir ambruk. Lebih tepatnya setelah menduga Aruna sudah jadi seorang janda. Tak lain akibat berita salah kaprah yang terjadi setelah sidang terakhir perceraian.     

Aruna mencoba berdiri kembali tanpa banyak bicara. "Janda minggir kau menghalangi jalan saja," baru juga berdiri, gadis yang tadi menubruknya kembali berucap mengusung komentar jahat.     

.      

.      

.      

__________      

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/      

1. Lempar Power Stone terbaik ^^      

2. Gift, beri aku banyak Semangat!      

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan      

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.