Ciuman Pertama Aruna

III-5. Laser Berwarna Biru



III-5. Laser Berwarna Biru

0Aruna tersenyum senang menarik sahabatnya masuk. Dan ber-kesiap ketika mendapati tatapan suami Aruna. Bagi Lily, Hendra selalu terkesan menakutkan. Beberapa kejadian yang pernah di alami bersama CEO DM Grup cenderung kurang menjenakkan. Seperti menggeledah Surat Ajaib bersama para pengawalnya hanya untuk mencari Handphone Aruna, belum kesan lain yang sudah melekat padanya.      

_Lelaki protektif ekstrem ini, bagaimana bisa kembali bersama Arun?_ yang Lily tahu Aruna menghilang kemarin dari pesta pernikahan Dea, bahkan belum sempat berfoto bersama sepuas-puasnya. Ketika Dea di tanya ke mana? Dea bilang Aruna sedang mengejar cintanya. Tak tahunya tuan muda menakutkan alias suami Aruna yang kini tersaji di hadapannya. Tahu begini tak mungkin dia mau dimintai tolong datang mengantar baju Aruna jauh-jauh ke tempat ini.      

"Siapa bilang, kau boleh membawa temanmu ke mari!" Suara berat itu menyekap Lily.      

_Mati aku_ Hendra berhasil menakuti sahabat Aruna, gadis ini berdiri kaku sambil bergumam di hati.      

"Dia sahabatku Hen.," Istri Hendra mengabaikannya, "Siapa suruh nggak mau belikan aku baju?" kembali perempuan bermata coklat menceletukkan kalimat protesnya. Pria itu membuntuti kedua perempuan dan berakhir duduk di sofa. Aruna langsung menggeledah tas ransel Lily.      

Berbeda dengan Lily yang bahkan belum berani menanggalkan kaca mata dan helmnya, sebab takut mata Hendra yang tajam itu akan mengeluarkan sinar laser berwarna biru dan dia tidak punya alat pelindung diri sehingga laser itu bisa saja menyerang langsung mata sipitnya dan otomatis dia bakalan kalah seketika. Helm dan kaca mata berkendara ini tidak boleh di tanggalkan.      

"Aruna kau mau ke mana?" Lily mencengkeram kuat rok Aruna, entah apa maunya Hendra dengan menakut-nakuti tim surat Ajaib yang paling rame ini.      

"Lihat! Bajuku masih Bridesmaid yang kemarin. Sebentar ya.." Aruna berlari ringan menyusup ke kamar sambil membawa ransel Lily tidak menyadari temannya ketakutan setengah mati.      

"ARUNAAA..!!" gadis ini benar-benar berteriak ketika Hendra bergeser mendekat.      

Hendra kelabakan buru-buru menatap sekitar, mata biru mengais tisu banyak-banyak lalu menutup mulut Lily sahabat istrinya. Sedikit keterlaluan menjaili bocah tanpa daya ini.      

Tapi, tampaknya Hendra tidak sedang jail. Gerak-geriknya cukup serius begitu juga raut mukanya.      

"Sebentar.. Aku belum selesai," ini suara balasan Aruna, tidak kalah nyaring menanggapi panggilan Lily yang heboh itu.      

Sedangkan di luar ruangan: "Diam! Dan dengarkan!" Hendra kian menakutkan bagi gadis berhelm Pink ini.      

"Aku tidak akan macam-macam padamu," kata suami Aruna, melepas mulut Lily dan menyingkirkan tisu dari tangannya buru-buru.      

"Aku hanya ingin kau berjanji," Hendra terlihat mengais tisu lain dan membersihkan tangannya.      

Kata 'janji' membuat perasaan takut Lily sedikit mereda. Minimal dia merasa tidak akan di serang tatapan mengerikan suami Aruna.      

"Berjanjilah tidak akan memberitahukan kepada siapa pun Aruna tinggal di mansion ini bersamaku!" tutur Hendra.      

"Kalian kembali bersama?" Lely tersenyum mengetahui sahabatnya akan rujuk. Damar sudah mendaftar kuliah di salah satu universitas ternama kota Gudeg. Masak iya, yang CEO banyak duit ini akan di biarkan pergi juga. Pilihan Aruna tepat sekali, Lily mengangguk-angguh turut berbahagia, temannya tidak sepayah yang dia kira. Dua bulan terakhir tertangkap mengenaskan, sedih tak berkesudahan dan tidak bisa di ajak bicara. Ternyata makna mengejar cinta yang di lontarkan Dea adalah kembali kepada pria posesif ini.      

Hendra mengangguk sesaat sebelum meluncurkan kalimat ancaman berikutnya: "Andai ada orang yang tahu rahasia ini," dia mengunci kepala berhelm pink dengan bola matanya, "Kua orang pertama yang akan aku cari!"      

Lily membuat gerakan tangan di atas bibir mirip gerak menutup resleting. "Apa kalian rujuk diam-diam?" kata tanya Lily adalah wujud dari rasa penasaran yang sulit di kendalikan.      

"Aku hanya menyuruhmu menutup mulut! Tidak menyuruhmu bertanya!"      

Sahabat Aruna menerbangkan poninya dengan embusan nafas unik dari bibir, dia kesal dengan CEO menyebalkan ini, sayangnya tidak punya daya untuk membalasnya.      

"Yang perlu kamu lakukan hanya satu. Tutup mulutmu!" Kalimat Hendra konsisten mengancam.      

"Dan satu lagi.." belum usai kalimat ini terbit lengkap, sang istri keluar dari kamar. Raut wajah CEO DM Grup berubah total, jadi cerah berbinar. Padahal sedetik lalu dia mau mengusir sahabat istrinya agar berlari pulang.      

Melihat itu Lily mengangkat separuh bibir atasnya. Ingin rasanya mencibir: "Dan satu lagi apa pak Hendra?"      

Hendra tersenyum garing mendengar keberanian teman istrinya. Lily pikir pria ini akan takut bicara yang kasar ketika ada Aruna, nyatanya tidak sama sekali. Hendra menerbitkan kalimatnya reseknya : "Satu lagi, pulanglah cepat. Aku mau berduaan dengan istriku, kecuali kamu mau jadi obat nyamuk!"      

"Hendra!!" Mata biru di bentak istrinya.      

"Hehe, tak apa Aruna. Aku emang mau pulang!" Kata Lily, ingin segera pergi dari tempat ini dari pada tertekan oleh kelakuan suami Aruna.      

Gadis berhelm ini berdiri di susul Aruna yang berniat mengantarkannya. Tak tahunya baju Aruna di tarik oleh Hendra dan perempuan ini di tangkap hingga terduduk di pangkuan. "Temanmu sudah besar, Tak perlu di antar ke pintu," Hendra memang menyebalkan kalau ada maunya. Sesaat pria ini mendapat rabaan di dada turun ke perut lalu di cubit kecil menyakitkan.      

      

"Tahu rasa! Aku yang minta tolong, masak suamiku malah tak sopan! Terima kasih pun tidak! Karaktermu perlu di perbaiki!" konsisten mencubit tanpa ampun.      

      

Dia yang tercubit pmengaduh antara geli-geli sakit, dan terpaksa melepas Aruna.      

      

Belum sempat niatnya menyusul Lily terkabul, sahabatnya itu malah datang kembali dengan tangan di kunci ajudan Mahendra. Herry menangkapnya dan melaporkan bahwa gadis ini menabrak mobil mewah tuannya lalu kabur.      

"Aruna tolong aku," gadis berkepala pink menangis.      

"Herry, lepaskan," nonanya mendekat.      

"Saya melepaskan kalau di minta tuan Hendra," Ajudan ini berdiri tegap tak bergeming padahal yang di tangan sudah mengeluh dengan tangisan.      

      

"Hen.." Hendra memalingkan muka mendengar permintaan istrinya. "Uch.. kasihan perutku," pria ini mempertontonkan gerakan mengelus bekas cubitan.      

      

"Sayaang.." Aruna merayunya, dan pria bermata biru menerima belaian di tangan.      

      

Hendra melirik tangan Aruna, sejenak kemudian melihat Lily dan ajudannya, "Bawa masuk berkas-berkas dan list permintaanku tadi pagi," Hendra berdiri memerintah ajudannya, yang seraya melepas Lily.      

"Dan kau, setelah ini bantu Herry membeli bahan makanan sebanyak-banyaknya untuk mengisi kulkasku," Hendra memberikan kartunya pada Herry.      

Lily berbalik mencari letak kulkas. _Ya tuhan besarnya_ gadis ini membuang nafas lelahnya.      

Sempat melihat Aruna menggerutu pada suaminya, tetapi pria ini tak berkutik masih konsisten dengan kemauannya sambil senyum-senyum menyebalkan.      

Aruna hanya tidak sadar, Mahendra tidak mau ajudannya belanja sendirian. Herry tentu tak tahu cara belanja bahan makanan dengan benar. Dia pandai bergulat tapi tak bisa sepandai Surya dalam segala hal.      

Memanfaatkan Lily yang sedang terdesak adalah keberuntungan itu sendiri. Terlebih Lily mudah di akali, mana ada mobil mewah tanpa asuransi.      

.      

Tepat ketika Herry usai meletakan benda-benda Mahendra, ajudan itu keluar bersama sahabatnya. Sedangkan Hendra buru-buru menuju pantry menyiapkan makan istrinya.      

      

Ada mata tertegun menatap berkas berbeda yang di letakkan pada susunan teratas. Aruna tak ingin menyentuhnya, tapi rasa penasaran juga tak mampu dia abaikan.      

"Sayang kemarilah.. Ayo kita makan," panggilan Hendra terdengar.      

"Iya sebentar," gadis ini ingin melangkah menyambut panggilan. Sayangnya dia terlampau penasaran. Membuka perlahan penawaran konsep dekorasi sebuah pesta beserta pernak perniknya, Aruna bukan gadis yang bodoh terkait desain tata kelola acara semacam ini. Dia sering bekerja sama dengan para EO, walau tugasnya sekedar menyiapkan aksesoris atau undangan.      

Hatinya berdetak tidak tertahankan ketika melihat desain cincin berukirkan MHD & Nana. Simbol MHD tertuliskan keterangan atas nama Mahendra. Mata coklat meletakkan berkas itu perlahan. Membeku beberapa saat, sampai panggilan berikutnya menyapa indra pendengarannya.      

Perempuan kalut ini berjalan menyambut permintaan suaminya dengan tubuh gemetaran yang berusaha di tekan kuat-kuat.      

      

      

      

      

      

      

      

      

.      

      

.      

      

.      

      

__________      

      

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/      

      

1. Lempar Power Stone terbaik ^^      

      

2. Gift, beri aku banyak Semangat!      

      

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan      

      

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      

      

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.