Ciuman Pertama Aruna

II-151. Tersudut



II-151. Tersudut

0"Aku tak paham yang kau katakan?? Biar apa?" Damar mengurai kebingungannya.      

"Haha.." gadis itu malah tertawa.      

"Biar aku bisa reinkarnasi menjadi  burung -lah," jelas Aruna, kian janggal.      

"Kau pikir dunia nyata mirip Anime!?" Damar ter sulut emosi mendengarkan ke-tidak jelasan Aruna.     

"Aku sama seperti lelaki kecil pemain piano itu. Aku ingin keluar dari Kungkungan dengan segala cara, sampai lelahku membawaku ke arah yang tidak masuk akal," Aruna memasang ekspresi wajah tanggung. Tidak berduka dan tidak bahagia serta tidak biasa saja.      

Damar mengamatinya sesama, membuat simpulan-simpulan hasil terkaannya sendiri, "Kau salah," katanya yakin, "kamu tidak se- mengenaskan Sasana (nama lelaki kecil pemain piano)."     

"Kamu hanya tidak pandai merubah suasana hatimu," kembali lelaki ini bernarasi, "Kenyataannya kamu jatuh cinta pada pria itu, tapi rasa kecewamu dan ketidakmampuanmu bertahan di tempat yang membuatmu takut, menggiringmu menuju ke arah yang sulit," kalimat Damar di balas senyuman kecut.      

_Ada banyak hal yang kamu tidak tahu Damar. Aku sama saja, aku tidak tahu tentang dia, dan belum sepenuhnya mengerti kondisiku_ makin lama pikiran Aruna makin mirip benang kusut. Perjalanan sehari bersama Rey serta ungkapan-ungkapan gila pria itu turut menambah kesemrawutannya.     

"Selesaikan ketakutanmu, lepaskan semua beban, baru kamu bisa melangkah dan menentukan ke mana arah berikutnya,"      

Aruna belum mampu selaras dengan kalimat Damar kali ini.      

"Ingat aku pernah sepertimu," Damar mengamati gadis yang menekuk mulutnya. Sejalan kemudian pemuda ini meraih bantal lalu menimpuk muka Aruna.      

"hai kau kasar!" sergah Aruna tidak terima.      

"Kenapa aku dulu bodoh?? Mau-maunya ingin mati gara-gara perempuan linglung sepertimu, perasaan cinta biadab!" Damar menyesali kelakuannya yang telah lalu, sambil tertawa bodoh.      

"Haha.." Aruna turut tertawa renyah menyadari kebodohan-kebodohan mereka dulu. Di sisi lain dia mengerjap-ngerjapkan mata mencoba menunjukkan keimutan -nya yang tertangkap kian tak imut karena di buat-buat dan itu bukan Aruna.      

"Cih! Menggelikan sekali. Haha.." Damar ter-bahak, mengutarakan bahwa dia menyesal menyukai Aruna yang kini terkesan 'enggak banget'.      

"Kau mau menghinaku?!" Kalimat tanya ini masih seputar canda, karena si gadis mengutarakannya sambil tersenyum mendorong lengan pemuda yang sedang pura-pura ilfil kepadanya.      

"Jangan lupakan aibmu.. 'dia milikku.. apa kalian lupa? dia milikku sejak awal'," Aruna menirukan perilaku Damar kala mabuk menghancurkan bridal shower.      

"Ih.." pemuda ini buru-buru membuat gerakan aneh, dia seolah sedang mencuci mulutnya sendiri. Sungguh lucu dan menggelikan. Aruna memegangi perutnya, tidak tahan dengan gelitik tawanya sendiri. Gadis ini terpingkal-pingkal.      

Damar bangkit mencari Handphone-nya. Kemudian meraih benda tersebut, berjalan kembali ke hadapan Aruna. "kau sudah lebih tenang -kan, sekarang?" pria ini menyerahkan handphone-nya.      

Seketika ekspresi Aruna berubah.      

Damar menyejajarkan tingginya. Pemuda ini menekuk lututnya meletakkan handphone  pada telapak tangan Aruna. Sungguh si gondrong sedang amat sangat khawatir, gadis ini tidak mau menghubungi siapa pun sejak bangunannya. Dia bahkan sengaja mengelak ketika di tanya apa yang terjadi semalam. Semacam ingin pergi sejenak dari dunianya.      

Awalnya Damar menganggap hal itu biasa saja, tapi makin sore makin kelihatan keengganan Aruna. Pemuda ini tak lagi bisa mengabaikan keputusan janggal Aruna. Menyadari gadis ini sudah hilang lebih dari satu kali 24 jam.      

"Kau tidak bisa seperti ini, kalau kamu lelah bukan berarti kamu membiarkan semua orang susah," sungguh ini bukan Aruna. Apa dia sedang marah? Atau apa yang terjadi? Aruna memuakan kalau sudah memendam teka teki.      

"Lihat grup Whats*pp Surat Ajaib, teman-teman kita sedang berduka luar biasa. Dia pikir Rey menyekapmu dan mereka mencoba menghubungi kak Anantha," kembali Damar membujuknya.      

"Benarkah," akhirnya perempuan ini mau mengamati handphone Damar. Membuat pesan kepada teman-teman. Bahwa dia baik-baik saja, hanya sedang butuh sendiri, menenangkan diri. Tapi teman-teman tak percaya, mereka pikir Damar hanya sedang bercanda, sebab handphone yang Aruna kenakan ialah milik pemuda yang omongannya kadang nggak karuan. Laki-laki yang ke-seringan berlagak resek.      

Aruna akhirnya mengirim foto diri, tersenyum baik-baik saja. Bahkan berdua berselfi bersama si Padang.      

Rumit, runyam, membingungkan demikian yang di tangkap teman-teman. Terkapar melihat foto Damar dan Aruna. Apakah Aruna benar-benar sudah siap dengan perceraian dan menetapkan hati kepada mahasiswa sastra yang tak kunjung wisuda.      

Dari sekian ke-jelimetan, kepala Dea -lah yang kian nyut-nyutan. Gadis berhijab ini di larang memberitahu keberadaan Aruna pada kakaknya. Memintanya tetap mengabarkan bahwa dia hilang di bawa Rey. Aruna kenapa? Apa dipikirkan sahabatnya kali ini? Apakah dia yang biasanya berpikir sederhana kini terkontaminasi dengan kerumitan berpikir ala pak Surya beserta bosnya?.      

Entah-lah, Dea membuang resah, minum air sebanyak-banyaknya hingga tak bersisa. Bikin teman-teman di sekitar ikut-ikutan meneguk air lalu mendesah.      

"Dea.." Agus bicara.      

"Jangan tanya padaku!" Menyergap Agus buru-buru. Kalau di gambarkan kepala Dea mirip cerobong asap kereta api pada masa penjajahan Jepang. Spontan teman-teman lain membungkam.      

Untungnya masih ada secercah kedamaian, ketika Dea bertanya bagaimana dengan ayah bundanya. Aruna bilang itu urusan dia dan kakak perempuannya.      

"Huuh," desah nafas Dea mengawali panggilan penuh kemunafikan. Telepon selulernya terhubung kepada kakak Aruna seiring kalimat istighfar dia komat-kamit kan berulang.      

"Dea habis ini pergilah ke pemuka agama dan buat pengakuan dosa. Biar hatimu jenak," Lily menepuk pundaknya.      

"Di agamaku nggak ada," balas Dea.      

"Yah.. sayang," Dan mereka berpelukan. Sungguh Kontemplatif.      

***     

Sebenarnya di sisi lain Damar yang paling tersudut, bukan lagi kalut. Ini tentang perubahan sikap yang tiba-tiba dari gadis dengan tema sederhana dari ujung rambut hingga kaki, dari bicara hingga berpikir.     

Kalimat tanya di kepalanya menjadi-jadi tak terima di diamkan dalam perenungan sendiri.      

"Aruna," ucapnya meletakkan minuman hangat berupa susu putih penambah energi gadis yang makin lama makin mudah tumbang sebab kelelahan. Sejalan kemudian pemuda ini membantu memasang infus tapi dia ngeri-ngeri sendiri, mana bisa dua manusia buta anatomi fisiologi tubuh manusia mencari denyut nadi.      

"Kita butuh dokter?!" Lengkap Damar memegangi jarum suntik ujung selang infus, kebingungan mau di-apa-kan itu benda. Lupa mengutarakan kalimat tanya yang tadi meronta-ronta di dalam otaknya.     

"Aku coba minta bantuan pada Juan," ucapnya meraih handphone.      

Selang beberapa waktu percakapan itu tak menghasilkan apa-apa. Juan belum bisa mengirim dokternya. Dia bilang terlalu berbahaya pada posisinya. Entah posisi yang bagaimana. Pemuda itu sejak awal sudah bikin tanda tanya besar. Terkait membawa Aruna kepadanya saja merupakan tanda tanya hebat yang belum terjawab. Di tambah alasan dalam komunikasi mereka tadi. Damar seakan-akan di sodor-i ujian Matematika yang sering dia tinggal tidur kala SMA.      

"Hais' tak usah di pikirkan" tutur Damar pada dirinya sendiri. Prinsip sederhana yang terpatri dalam perjalanan hidupnya yang santai 'nggak usah mikirin sesuatu yang bikin tambah pusing'.      

"Aruna, aku pergi dulu," katanya meraih jaket kulit dan kunci motornya.      

"Mau ke mana?"      

"Cari dokter untukmu,"      

Aruna mengangguk enggan.      

"Kamu nggak mau -kan jadi bahan mal praktik -ku?" tawar Damar realistis.      

"Ah' benar," gadis itu di tinggal sendirian di kamar. Dan si Padang berlari menuruni tangga meraih helmnya. Sejalan kemudian membuka pintu gerbang berniat mendorong motor Vespanya keluar agar segera di bawa melaju mencari klinik terdekat.      

Nyatanya gerakannya berubah melambat. Kemudian kembali menutup perlahan gerbang. Sambil mencuri-curi menamatkan penglihatan. Damar melihat mobil seseorang terparkir tak jauh dari rumahnya. Mobil mewah berharga milyaran.      

.     

Siapa gerangan yang memarkir mobil semewah itu di seberang jalan rumahnya? De Javu berulang? Atau intuisinya memang tidak bisa di bohongi kali ini?     

.      

.      

__________        

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/        

1. Lempar Power Stone terbaik ^^        

2. Gift, beri aku banyak Semangat!        

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan        

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      

__________     

Novel saya di bawah GRATIS TIS!! NO GEMBOK, NO CUAN==>     

1. IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu     

2. CPLM : Mr. CEO, Please Love Me     

3. YBS: You Are Beauty Selaras     

Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram @bluehadyan, fansbase CPA, YBS, IPK & CPLM.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.