Ciuman Pertama Aruna

II-124. Dogma Pujangga



II-124. Dogma Pujangga

0Dan kata "Oh" melengkapi pemahaman pria yang jarang berinteraksi dengan wanita.      

"Kalau anda melakukan itu aku yakin," dokter ini mendekat lagi. "Istri anda tidak akan punya daya untuk mengelak."     

"Bagimana kalau dia protes?" mata biru mencari tahu.     

"Tangkap bibirnya dan lumat saja," sang dokter berapi-api.      

"Kalau dia meronta?" Kembali sang pasien bertanya.      

"Pegangi tangannya! Kalau perlu belenggu dia, ikat dan cengkeraman kuat-kuat, lebih eksentrik lagi ikat dengan tali atau dasi anda," dia yang berapi-api ikut bergerak seolah menangkap sesuatu di udara. Sang dokter terlalu bersemangat.      

"Ah' yang benar saja.,? Seperti itu nggak apa-apa?? Kenapa aku merasa berperilaku yang kau contohkan terlalu kasar?!" Hendra kurang setuju.      

"Setahu saya anda punya sisi lain yang sangat berbeda (keji)," sang dokter buka suara tentang kenyataan siapa Hendra.      

"Tapi, itu bukan untuk perempuan yang aku cintai, apalagi mengekspresikan cintaku dengan cara kasar" Hendra tertangkap tidak sepakat.      

Tampaknya mata biru kini sudah menemukan makna mendalam tentang perasaan jatuh cinta dan dia memberikan harga luar biasa kepada rasa yang dulu sangat sulit ia pahami.      

"Kadang melakukan hal-hal semacam itu tidak masalah, toh berikutnya pasangan kita akan bertekuk lutut pada kita juga," Dr. Tio mempertahankan konsep di kepalanya.      

Sayang sang pasien menatap tajam, menghakimi: "apa kau gunakan cara yang kau contohkan kepada perempuan yang kamu tiduri?"     

"Ah' tentu saja tidak!"      

"lalu mengapa kamu memberikan masukan semacam itu padaku?"     

"Yah., Aku hanya terinspirasi oleh beberapa video.. hehe anda tahu maksudku kan?"      

"Aku tidak tahu!" Hendra menegaskan.     

"Film blue? Semacam itu.. haha masak anda belum pernah.. Nonton (nonton di ucapkan sangat lirih)" Dr. Tio menyenggol lengan tuan muda yang tatapannya penuh gaham (tatapan intimidasi dan menakut-nakuti)     

"pernah, sayangnya aku bukan kamu," hina pasien unik, "ku tak pernah benar-benar menghayatinya. Sebab aku sadar diri, aku sempat meyakini aku tidak akan pernah bisa menyentuh perempuan, jadi aku membatasi diriku dari hal-hal yang merusak otak," Hendra berbicara dengan intonasi seorang CEO yang sedang menemukan kesalahan karena human eror.      

"Hiee.." sang dokter tersenyum lebar menampilkan giginya, salah tingkah.      

"Jangan perlakukan perempuanmu seperti isi otakmu tadi, dan segera nikahi pacarmu! Sangat memalukan mengetahui psikiater di hadapanku seorang pecundang," ah' dokter Tio malah berbalik mendapatkan nasehat keji.      

"A-a-anda bilang apa tadi?" kelopak mata sang dokter berkedip-kedip, dia keberatan di kata-katai pecundang. "andai anda tahu kondisiku, anda tidak bisa menghakimiku se-enaknya," monolog tanda protes.     

"Kau meniduri pacarmu sebelum menikah! Apalagi sebutannya yang tepat selain pecundang?" Hendra menyudutkan.      

"Anda menikah satu tahun tapi belum berhasil bercinta dengan istri anda, kategori itu boleh dong di masukan kelompok pecundang!" Dr. Tio tak mau tersudut sendirian.     

"Hais!!" Mereka saling melempar pandangan, sudah mirip dua orang bocah yang sedang merajuk.      

"em.. aku hanya-lah seorang psikiater muda, profesi ini terlihat keren untuk ekonomi menengah, tapi tidak untuk seorang wanita yang memimpin dan tentu saja mewarisi departemen store," Dr. Tio menarasikan kisahnya     

"Sama seperti anda, pernikahan diatur untuk tujuan tertentu. Termasuk peluang melebarkan sayap bisnis. Sedangkan aku hanya pria yang dia sembunyikan dari keluarganya," keadaan Kini terbalik. Tampaknya sesi konseling pada detik ini di nakhodai Mahendra.      

"Lalu apa usahamu?" Hendra larut pada rasa ingin tahu.      

"Apa yang bisa aku lakukan selain mengikuti arusnya, dia akan menikahi tunangannya," kasus sang dokter terlihat lebih memprihatinkan dari pada kasus pasiennya, "anda tidak akan mengerti ini. Karena anda tidak mungkin berada pada posisi di mana perempuan punya latar belakang di atas si pria, sayangnya pria itu adalah diriku sendiri," lengkap Tio.     

"Mengapa kamu tidak mencoba menerjang batas?"      

"Maksud anda?"     

"Berusaha melakukan hal gila dengan mengungkapkan hubunganmu kepada keluarganya."      

"Itu mustahil. Sama dengan anda, pernikahan sengaja di gulirkan untuk tujuan tertentu. Termasuk dia dan tunangannya, menikah untuk mengukuhkan kekuatan bisnis, dia sendiri mengatakan  pernikahannya sama pentingnya untuk perusahaannya. Dan aku.. hanya lah pria dari status sosial berbeda yang cintanya menjadi kutukan,"     

"Pemilik departemen store?" Hendra menatap Tio, matanya bertanya 'siapa keluarga pacarmu?'     

"Salim grup," Jawab singkat sang dokter.      

"Oh," sempat terkejut, mata biru kembali ke topik, "Kau berkencan dengan Tiara atau Intan?"      

"Anda mengenalnya?" Dr. Tio melebarkan pupil matanya, tak percaya tuan muda Djoyodiningrat bisa menebak. "Intan," lengkapnya.      

"Tentu saja, lingkaran kolega bisnis dalam lingkungan kami sebenarnya berputar di situ-situ saja," dan sekarang giliran sang pasien yang menepuk-nepuk pundak dokternya. "Jangan lupa tuanmu siapa?"     

"Anda akan mendukung saya,"      

"Ya, tentu saja. Apa yang paling kamu takutkan ketika kamu nekat?? Ijin doktermu di bekukan? Bukankah itu tidak masalah saat kamu tetap bekerja sebagai dokter pribadiku?" Maksudnya gaji dari Mahendra tidak sedikit dan aku tidak butuh lisensi, "atau kau takut di ancam? Aku punya banyak pengawal yang bisa melindungimu,"     

"Benarkah?" kembali sang dokter memastikan.      

"Kalau kamu mau memanfaatkan fasilitas dariku, akan aku dukung semampuku," sang pasien menepis keraguan Dr. Tio sejalan dengan gerak-geriknya bersiap keluar dari mobil.      

_Aku juga punya urusan dengan keluarga Salim, sebelum perang dingin ini memanas., Sudah waktunya para dewan Tarantula di buat goyah satu persatu_      

"Tuan, terima kasih banyak," ungkapan sang dokter sempat menghentikan langkah CEO DM grup menuruni mobilnya.      

"Semoga anda berhasil meluluhkan istri anda" kembali dokter ini menyuarakan kalimat dukungan.      

"Entah lah.. tampaknya malam ini ku urungkan niatku, istriku masih kurang enak badan.. mungkin aku hanya akan tidur memeluknya," Hendra menutup pintu mobil.      

"Hais' lalu kenapa aku harus berlama-lama mendengarkanmu??.. Aaargh.. anda membuat saya membuang waktu sia-sia," rasanya ingin meledak marah, tapi tidak bisa.      

"Aku bisa gunakan tutorialmu lain waktu, jadi tidak ada yang sia-sia" kalimat ini dilontarkan begitu saja tanpa dosa. Spontan dokter yang terserang perasaan jengkel buru-buru menaikkan kaca jendela mobilnya.      

"Ah' menjengkelkan sekali orang ini!" gerutunya.      

Tak lama kaca mobil terketuk kembali dan di turunkan pemiliknya: "Kau harus bangkit dari level pecundang menjadi 'lelaki tidak tahu diri'," sang dokter hanya bisa terbengong mendengar ungkapan penuh hinaan menohok.      

"Kecuali kamu sanggup melihat perempuan yang kamu cintai hidup dengan pria lain dan tidur dengan pria lain, mengandung lalu melahirkan anaknya. Sedangkan dirimu terus menerus jadi pecundang sampai akhir," Senyum miring Hendra tersaji penuh ejekan.      

Belum sempat sang dokter meradang, "Itu sebabnya aku mati-matian mempertahankan istriku, sepahit apa pun yang harus aku lalui. Bukan sekedar karena aku mencintainya. Namun, karena aku takut dia hidup berbahagia dengan orang lain, meninggalkanku sendirian," Mata biru tak lagi mendapat tatapan berang Dr. Tio, "Itulah cintaku, egois sampai akhir."      

Tuan muda Djoyodiningrat sudah menaiki tangga menuju tempat tinggal istrinya, meninggalkan pria membeku karena ucapannya. Sang dokter tak bergerak dari tempatnya, apalagi mobilnya.      

"Hah! Cinta? Egois sampai akhir?" dia bergumam sendiri, apakah benar di dunia ini ada lelaki rela melepas dia yang di cintai untuk kebahagiaan sang perempuan? Dogma pujangga paling bedebah yang di susupkan kepada manusia-manusia terliputi egoisme tinggi.      

Kala tempo detak jantung menyakitkan dari hati pria bergelar Sp.Kj mulai jinak, sang dokter memutar kunci mobilnya. Roda berputar mengawal perputaran sudut pandang tentang tak lagi berdamai dengan keadaan. Mungkin-kah dia akan melakukan hal bodoh seperti pasiennya?      

***     

"Kenapa di luar?" buru-buru mata biru mendekati gadis yang duduk termenung menatap atap-atap rumah dan langit gelap pada kursi kayu panjang di pelataran tempat tinggalnya.      

"Sepertinya AC kamarku perlu di servis," dia melempar sarkasme.      

"Angin di luar terlalu dingin, biar aku ambilkan selimut," pria ini membalik arah langkahnya berniat segera masuk ke dalam  tempat tinggal istrinya.     

"Tunggu sebentar!" pinta Aruna perlahan berdiri seraya mengarahkan pandangannya kepada pria yang sempat menghilang, "barusan dari mana?"     

"Dokter Tio datang, aku ngobrol dengannya di bawah,"      

"Apa yang dia katakan?"       

"Aku baik-baik saja, itu katanya,"      

"Kau bohong! jangan coba membohongiku, aku selalu tahu., sejak dulu aku selalu tahu ekspresi bohongmu, hanya saja aku pura-pura tidak tahu," Gadis bermata coklat menatap lekat.      

"Aku bertanya pada psikiaterku, bagaimana cara agar aku bisa menyentuh istriku dan dia tidak menolakku?" ungkapan Hendra mampu membuat dua anak manusia tersekat pada kebekuan.      

"Pergilah ke dalam ... ... ... ... " pinta Aruna dan gadis ini ... ...      

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.