Ciuman Pertama Aruna

II-130. Anamnesa



II-130. Anamnesa

0"Mommy kenapa Anda begitu gelisah?" kalimat tanya meluncur dari perempuan cantik sebaya putranya. Nana mendekati mommy Mahendra yang terlihat limbung duduk termenung pada salah satu lorong rumah sakit. Semalam sudah cukup berbelit, ketika kemarahan tetua Wiryo demikian membara mengetahui anak dan istrinya di izinkan tahu kondisi sesungguhnya.      

Pimpinan keluarga Djoyodiningrat beradu mulut dan meminta istrinya keluar meninggalkan ruang perawatan. Pria berumur itu paling anti terlihat lemah apa lagi tak berdaya di rumah sakit. Lebih parah lagi menghadapi kenyataan bahwa selama ini lelaki yang erat di panggil tetua alias  suami bagi Oma Sukma dan sang papa bagi Gayatri ternyata ialah pria yang bertahun-tahun menyembunyikan segala masalah dari mereka berdua.      

Kedua perempuan Djoyodiningrat larut dalam perenungan yang mendalam dan rentetan narasi dugaan demi dugaan.      

Kejadian demi kejadian di masa lampau mulai menuntut petunjuk untuk di jelaskan. Oma dan Gayatri patah arang memahami sikap tetua Wiryo.      

Kondisi ini menuntunnya menuju psikiater pribadi, Diana. Dia menemui Diana ketika gejolak hatinya tidak menentu.      

Sayang yang dia dapati bukan ketenangan. Berkas putranya berada di atas meja sang dokter. Perempuan pengidap traumatic akut ini masuk ruang praktik Diana ketika sang dokter belum ada di tempatnya, hanya laki-laki yang juga bagian dari tim Diana yang datang menemui Gayatri.      

Rasa penasaran Gayatri tak bisa di sembunyikan, mommy Hendra bukannya berkonsultasi tentang dirinya dia lebih memilih menanyakan berkas-berkas putranya yang  berserakan di atas meja.      

Kemarahan tetua Wiryo dan sulitnya para ajudan mencari tahu ke mana perginya pewaris tunggal setelah seharian menjalankan sidang perceraian, membuat khawatir semua orang. Lebih mengkhawatirkan lagi mendapati lembaran-lembaran yang berserakan di depan matanya.      

Pasti ada sesuatu, "bukankah seharusnya anamnesa[1] milik putraku di tutup? Kenapa ada di sini?" tanya Gayatri mendesak.      

"Oh' dokter Diana butuh mempelajarinya kembali," Tio memberikan penjelasan.      

"Kenapa? Kenapa di pelajari lagi?" perempuan ayu yang tak sesuai saat dipadu padankan dengan angka usianya sedang menatap lekat dokter muda pengganti Diana.      

"Ini bagian dari privasi pasien kami," sang dokter berusaha menunjukkan profesionalisme kode etik profesinya, dia buru-buru menata kertas berserakan.      

"kertas-kertas ini anamnesa putraku? Benarkan? Masak kamu tidak tahu aku mommy-nya?" tatapan Gayatri menggambarkan ekspresi penuh harap.      

"Mohon maaf," kertas-kertas di tangan Tio sudah kembali masuk ke dalam map tersembunyi.      

"Dia anakku, siapa yang lebih berhak mengetahui kondisinya selain aku?" Tio mengalihkan pandangan, sesaat kemudian tangannya digenggam erat oleh seorang ibu yang berwajah penuh kecemasan. "kumohon Aku hanya ingin tahu, Aku sedang dalam kondisi tidak baik, jika kau memberiku informasi tentang putraku aku yakin aku akan baik-baik saja,"     

Sayang dokter muda ini tumbang dari pertahanannya mengawal profesionalisme.     

Padahal pernyataan Gayatri tidak sejalan dengan kondisi yang dialami. Informasi terkait gejala hyperarousal yang kabarnya hampir menyapa Mahendra, membuat sang nona keluarga Djoyodiningrat limbung sendiri.      

Dia sempat bertanya-tanya bagaimana hal itu bisa terjadi lagi. Dan ternyata pelakunya gadis yang sama. Putri Lesmana, penyembuh yang sering tertangkap melukai putra semata wayangnya.      

"Apa kau bisa membantuku? Bantu aku mencari cara bertemu menantuku?" ini pertanyaan Gayatri ketika Nana mendatanginya. Gadis bernama Nana mulai dekat dengan Gayatri semenjak perempuan ini memahami semua hal tentang kesukaan Mahendra pada simbol midi dress ialah gambaran mommy-nya.      

Nana kian mengeratkan diri pada perempuan yang ternyata masih begitu di cintai putranya diam-diam. Sekretaris berparas cantik,  dengan dandanan modis, anggun, perhatian dan matanya penuh harap cinta, mirip dengan Gayatri yang mengharapkan Mahendra tiap saat.      

Terlebih tampak dewasa dan telah jadi bagian dunia Hendra sejak kecil hingga belia. tentu Gayatri suka dengan sosok Nana yang mudah membaur dengan dirinya, perempuan pendiam yang sulit berinteraksi.      

"Em., tunggu sebentar," Nana pergi sejenak, dia ingat betul Leona pernah bercerita tentang teman-temannya dari  yellow house sejujurnya bekerja di sekitar Djoyo Rizt hotel. Hanya saja mereka berada di lantai berbeda bernama lantai D. Yang juga tempat Leona bekerja. Ada satu nama yang sempat dia dapatkan nomor handphone-nya dari Leona, Vian.      

Perempuan ini buru-buru membuat panggilan. Sayang, Vian tidak tahu. Namun, dia memberi penjelasan bahwa ada tiga orang yang di jamin pasti mengetahui segala sesuatu terkait Mahendra.      

Orang pertama ialah Surya, sahabat sekaligus lelaki yang paling di percaya. Dia juga berperan sebagai pengganti CEO DM grup alias Hendra itu sendiri pada beberapa agenda.      

Pradita, tentu saja karena dia punya teknologi untuk melakukan pencarian singkat.     

 Ketiga Andos, karena anak buah dapat di pastikan mengekor setia pada pewaris tunggal Djoyodiningrat.     

Nana memberitahu sang mommy bahwa perempuan ini perlu bertanya sendiri pada Surya, karena Surya yang masih mudah di rayu terlebih oleh ibu Gayatri.      

Melalui penjelasan terpaksa dari sahabat satu-satunya sang putra, Gayatri mendapatkan titik terang. Dia  menuju tempat tinggal sang menantu bersama mobil merah milik sekretaris Hendra.      

Pada perjalanan Nana mengemudikan mobil, dia mencari-cari pemahaman. Perempuan bermata bulat ini tidak tahu apa yang ada dalam benak mommy Hendra.      

Setelah berulang melirik nona keluarga Djoyodiningrat yang terkesan pendiam tanpa ekspresi, Nana meyakini ada semburat kekecewaan dan bara marah tersembunyi dari mata Gayatri.      

Benar saja, Nana di larang mengikutinya. Gayatri turun dari mobil di liputi mata menyala padam dan gerakan tegas melangkah meninggalkan mobil Nana. Sebuah ekspresi mahal yang baru Nana temui, sayang terkesan penuh kejanggalan.     

.     

Kini mommy Hendra telah sampai di depan pintu tempat tinggal menantunya. Putri mantan ajudan yang memilih pergi meninggalkan putranya hingga sang putra diliputi kesedihan tiada henti.      

Ibu mana yang sanggup melihat putranya di sakiti berulang-ulang kali. Desir pilu mendalam enggan pergi dari dadanya tatkala menatap sang putra semata wayang kesulitan makan, kesulitan tidur, bahkan uring-uringan demi perempuan yang akhirnya mengajukan gugatan cerai.      

"Tok tok tok!".      

.     

"Iya.. sebentar..," Aruna buru-buru melanjutkan kegiatannya memungut pakaian dari dalam mesin cuci. Keranjang berisikan baju yang masih berkemal dia angkat menuju ruang depan. Diletakkan dan tentu saja ekspresi riangnya tersaji bersama daun pintu terbuka perlahan.      

"Oh' mommy?" Aruna kebingungan sendiri, tamunya terlalu di luar dugaan. Dia buru-buru merapikan baju yang dia kenakan. Gadis santai ini jelas tidak ada rapi-rapinya di banding perempuan berparas ayu dengan balutan midi dress sopan anggun dan menawan.     

Sang menantu mempersilahkan masuk, pemilik rumah sederhana ini sempat menggeser keranjang baju perusak kaidah keindahan.      

"Aku tidak akan duduk," bicaranya tegas mengejutkan. Gayatri tidak pernah seperti ini. Hampir satu tahun terkurung di rumah yang sama, tentu Aruna memahaminya.      

"Ada yang bisa saya bantu?"     

"Sampai kapan kau akan menyiksa putraku!"     

Deg      

"Aku tidak akan ikut campur kalau kelakuanmu masih bisa termaafkan,"     

Deg     

"Apa yang kau perbuat ... ... ... ...      

[1] anamnesa : Riwayat kesehatan dari seorang pasien     

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.