Ciuman Pertama Aruna

II-131. Terhantam Kegetiran



II-131. Terhantam Kegetiran

0"Ada yang bisa saya bantu?"     

"Sampai kapan kau akan menyiksa putraku!"     

Deg      

"Aku tidak akan ikut campur kalau kelakuanmu masih bisa ter maafkan,"     

Deg     

"Apa yang kau perbuat? Sampai-sampai kutemukan para psychiater mulai mempelajari lagi sindrom Hendra," tatapan tajam tertangkap menghunjam Aruna.      

"Maaf.. maafkan saya.. mommy.. kema.," hati gadis ini sedang remuk bukan main. Bagi orang lain ucapan yang dilemparkan mommy Hendra biasa saja.     

Namun, untuk siapa pun yang memahami karakter perempuan pendiam ini, tentu akan menyimpulkan bahwa tiap ucapan Gayatri bukan lagi hal sepele. Dia perempuan yang berbeda, jarang bicara, bahkan jarang menatap orang lain.      

Parahnya detik ini, sang ibu atau perempuan penyumbang gen rupawan kepada lelaki bermata biru, sedang dilanda amarah.     

Dia tegas memangkas ucapan Aruna, "Jangan panggil aku mommy!"      

Deg! Ini detak jantung Aruna yang sedang berdesir hebat. Matanya mengerjap-ngerjap menahan sesuatu.      

"aku tahu kamu masih muda, aku juga tahu kamu dalam kondisi terpaksa saat menikah dengan putraku. Sekejap saja, Apa kamu tidak bisa memberikan belas kasihanmu kepada putraku. Dia masih mengharapkanmu seperti laki-laki bodoh. Dan tetap percaya istrinya akan kembali," kini mata itu memandang Aruna dari atas ke bawah, "Kalau ingin pergi, pergi saja! Beritahu dia dengan gamblang!" Suaranya konsisten bervolume rendah akan tetapi tajam, menyakitkan.     

"kau tak menginginkannya -kan? Please! Jangan menggantungnya!"      

Kerjap-an mata Aruna menghasilkan semburat merah. Gadis ini menautkan kedua telapak tangannya. Dia gemetaran dan mendingin.      

"semua orang tahu, akulah yang paling bersalah terhadap segala kemalangan yang menimpa putraku. Demi dia aku pernah berlutut di hadapan ayahmu, supaya ayahmu merelakanmu menikah dengan Hendra. Sungguh aku tak menduga, akan datang hari di mana kusesali apa yang kulakukan dulu," monolog ibu Gayatri mengakhiri pertahanan Aruna. Gadis ini menjatuhkan air matanya.  Dia diterpa letih tiba-tiba.     

Sang menantu berharap kedatangan mertuanya akan membawa kabar gembira. Ternyata sang ibu membawa kepiluan, rasa sesaknya yang sama seperti berada di dalam ruang sidang.     

"Maaf.. maaf kan saya.." gadis ini menghapus tetesan air di pelupuk matanya sambil mengucap kata maaf.      

"Apa gunanya minta maaf, itu semua tidak bisa menggantikan harga diriku dan putraku. Demi gadis sepertimu dia rela menjatuhkan lututnya di lantai," mommy Hendra sangat berbeda, seolah-olah ada api yang membakar dirinya.     

"Maafmu tidak bisa menghapus rasa piluku melihatnya Hendra memohon pada kakek supaya di izinkan mempertahankan pernikahan kalian," perempuan ini berjalan mendekat.      

"Apa yang kamu lakukan pada Hendra? Hingga dia hampir kambuh?"     

"Hanya kesalahan kecil.."      

"kesalahan kecil kamu bilang, Apa kamu tidak sadar?? Sekecil apa pun, sangat berbahaya untuk Hendra,"      

Aruna cuma bisa menelan ludahnya, makna kata kesalahan kecil yang dia ucapkan sesungguhnya kesalahan kecil Hendra pada dirinya. Bukan dia pada Hendra.      

"Maafkan saya," kata ini yang lagi-lagi dilontarkan sang menantu.      

"aku tahu putraku keras kepala, kamu tidak bisa meninggalkannya lalu masih tinggal di tempat ini. Pergilah jauh sampai dia tak bisa menemukanmu. Hanya cara itu yang bisa kamu.." kalimat ini sontak terhenti.      

"Apakah ini cukup untuk menggantikan harga diri anda dan Hendra?" Aruna merobohkan dirinya ke lantai. Dia berlutut di depan mommy.     

Sang mertua yang berdiri di hadapannya terkejut bukan main, dia tidak menyangka Putri Lesmana akan berlutut, perilaku yang dia perbuat dulu.      

"Tidak semua yang terlihat di mata orang lain sama seperti yang kami alami," Aruna akhirnya memberanikan diri menatap mommy Hendra, mata gadis ini semburat merah dan perlahan air mata jatuh berserakan membasahi pipinya, dia tertangkap menyediakan.      

"seperti Hendra mempertahankan pernikahan kami, aku pun juga akan mempertahankannya," kini yang membeku adalah Gayatri. Mendapati menantunya memohon sambil berlutut di hadapannya, seolah memorinya terbang menuju tempat di mana dia juga memohon pada Ayah gadis yang jadi cinta pertama putranya.      

"saya mohon maafkan semua kesalahan saya, beri saya kepercayaan Anda sekali lagi," Aruna sangat paham ibu Gayatri perempuan terhormat dan memiliki hati yang lembut. Walau dia jarang bicara dan menunjukkan sikapnya. Diam-diam ibu Hendra-lah sang malaikat penjaga di rumah induk.      

Perempuan ini meminta para pelayan keluar masuk kamar pribadinya, tiap kali Aruna tidak keluar. Membelikan barang-barang yang Aruna butuh kan selama dirinya tidak di izinkan keluar.      

Tak jarang benda tersebut sekedar di letakkan begitu saja, akan tetapi gadis ini cukup menyelami hati mommy Hendra yang kesulitan bertegur sapa sama seperti Hendra.      

Mertua mana yang berkenan membelikan berbagai kebutuhan perempuan untuk menantunya. Sangat jarang ada yang perhatian hingga hal kecil seperti obat nyeri haid atau penjepit bulu mata.      

Yang paling berkesan ketika perempuan ini sengaja berlangganan majalah desain dari luar negeri untuk Aruna: Web Designer adalah majalah utama Inggris untuk desainer online, Lawyers Magazine, sebuah majalah yang hanya diterbitkan enam kali setahun, Layer memberikan ide-ide desain, trik 3D rendering, konsep video digital, review produk, dan informasi industri desain. Berita yang mutlak harus dibaca untuk profesional kreatif. Belum lagi Dot net, I.D. Magazine, How Magazine, Majalah CMYK dll.      

Penghibur utama bagi Aruna, gadis ini banyak berkembang seiring benda-benda mengejutkan pemberian ibu suaminya.     

"Sejujurnya saya tidak mampu menjanjikan apa pun, sayangnya.. saya tak bisa menyerah. Berikan saya kesempatan menjadi menantu yang lebih baik lagi," Aruna meletakkan tangannya di lantai, tepat ketika perilaku tersebut di tunjukkan putri Lesmana. Gayatri tidak berkutik lagi, dia pernah melakukan hal yang sama.      

Tidak ada orang yang lebih paham keadaan orang lain kecuali pribadi tersebut pernah mengalaminya.      

Wanita yang awet dengan paras ayunya memilih mundur, membuka pintu tempat tinggal Aruna, "Aku akan mengawasimu. Tunjukan padaku 'tak semua yang terlihat di mata orang lain sama seperti yang kalian alami'," dia meninggal Aruna yang masih gemetaran. Si luruh melengkapkan dirinya bersandar pada ranjang cucian. Dia terhantam kegetiran yang teramat dalam pagi ini.      

.     

"Huuuh.." nafas Gayatri mengontrol diri terdengar oleh Nana.      

Mommy Hendra baru memasuki mobilnya. Meletakkan tas tangan di samping tempat duduknya. Akan tetapi tangan yang lain masih enggan menutup pintu mobil.      

"E.. mommy, kita pergi sekarang atau.," ragu-ragu sekretaris Mahendra mengajukan pertanyaan.      

Dan "Tunggu sebentar," Gayatri menahan Nana yang mulai menyalakan mobilnya. Perempuan ini tertangkap sedang berpikir.      

Entah apa yang terbesit di dalam otaknya. Dia kembali menuruni mobil Nana dan berjalan lebih lamban menyusuri tangga sederhana menantunya.      

Dia terdiam cukup lama mengamati Putri Lesmana yang sedang menjemur pakaian, tampaknya mommy Hendra berupaya memastikan sesuatu.      

Bahkan ketika menantunya usai menjemur pakaian dan perlahan kembali masuk ke dalam tempat tinggalnya. Gayatri memilih bersembunyi, tak lama dia mengendap-endap  mendekati gantungan baju yang kini bergerak-gerak diterpa angin.      

"Hah.." membuang nafas tanda tak percaya, tiga potong pakaian yang menari di hadapannya ... ... ...     

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.