Ciuman Pertama Aruna

II-134. Was-Was



II-134. Was-Was

0"Aku menyukaimu," dia menggenggam erat telapak tangan Aruna, gadis ini mencoba sekuat tenaga melepaskan diri.      

"Kumohon lepaskan tanganku kak!" Aruna menatap Rey penuh kebencian. Kali pertama gadis ini menatap benci pada orang lain.      

Anehnya pria ini bukan merasa terancam malah tertawa, "kamu takut ya., aku tadi hanya bercanda,"      

Aruna masih menatapnya awas, dan Rey kembali tertawa renyah, "Percayalah aku hanya bercanda.," Kembali pria ini berupaya membuat hiburan tak berarti.      

"Aku tidak suka bercanda yang seperti itu kak.," Aruna sedang dilanda kegelisahan mendalam, dia ingin lekas pergi ketika berada di dekat pria ini. Rey misterius, gerak-geriknya kadang berbeda ketika di selaraskan dengan ekspresi wajahnya.      

"Aku penasaran, ingin tahu tanggapanmu ketika aku berperilaku seperti itu.," dia menyiapkan makan di atas piring, sibuk sendiri, "Kenapa kau diam saja?" Rey mempertanyakan Aruna yang belum menyentuh hidangan apa pun.      

"Apa yang kak Rey inginkan?" Aruna sempat salah melempar kata tanya, sebenarnya inilah isi hati adik Anantha "Eh' ingin bicara apa..? Apa yang ingin di bicarakan denganku?" Aruna masih berharap bisa segera pergi, dia berupaya fokus pada tujuan awal Rey.      

"Makan saja dulu.," ucap Rey sembari melirik Aruna.      

Ekspresi Aruna konsisten tidak nyaman dan tertangkap enggan. Terlalu kelihatan kalau dia ingin segera pergi, melempar tatapannya pada pintu dan tak menyentuh makanan.      

"Kau., benar-benar tak suka menu makanan di resto ini atau ingin menjauhiku?" Kembali kalimat tanya to the point dengan suara datar di lempar Rey kepada Aruna.      

"Em aku.. Aku ada kelas jadi aku ingin cepat kembali ke kampus," monolog gadis ini mendorong seseorang meletakkan sendok kasar.      

"Kau tahu apa alasanku berpura-pura kasar padamu?" tanya ini di jawab dengan geleng-an oleh Aruna.      

"Aku hanya mencoba menirukan Hendra.," pria berdarah campuran jepang menegakkan punggungnya lalu mendekati Aruna. Tangannya menjulur mengelus pipi Aruna. "Hendra suka berbuat kasar padamu, bukan?" dia tersenyum lagi.      

"Apa maksud kak, Rey?"      

"Aku bisa lebih baik dari pada Hendra, aku tidak akan mengurungmu, tidak akan kasar padamu dan akanku kupenuhi semua keinginanmu.," kembali pria ini bermonolog aneh.      

Aruna menampik tangan Rey yang menyentuh lembut kulit pipinya. Si rambut halus lagi-lagi menampilkan perilaku aneh.      

"Jangan seperti ini padaku," Rey berdiri lalu berjalan perlahan mengitari meja makan. Dengan tatapan awas Aruna turut berdiri bermaksud melarikan diri. Sayang, pria ini terlalu lihai memprediksi tiap gerakan Aruna. Dia mengunci ruang jamuan makan mereka.       

Aruna buru-buru mengacak tasnya dengan salah satu tangan. Mencari-cari handphone di dalam, gadis ini terlalu fakus mengamati sisi dalam tas hingga tanpa sadar lengannya sudah di tangkap Rey, "Lepaskan aku.. aku akan berteriak!!"      

"Hehe silakan., Ini restoku,"      

Deg!     

Rey menarik lengan gadis yang kini berdiri di pojokkan ruangan, "Tenanglah! Kenapa kamu sangat curiga padaku?"      

"kenapa kau tutup pintunya?!" tanya Aruna masih berupaya lepas kala Rey memaksanya duduk di tempat semula, dia mendorong Aruna dan menekan bahunya agar duduk di tempat semula. Lalu Rey duduk di sampingnya.      

"Aku tidak akan berbuat buruk padamu, karena kakakmu sangat baik." Diam-diam Aruna berhasil meraih handphonenya sambil menatap Rey, dari bawah meja gadis ini mencoba meraba layar sentuh ponsel di tangan kanannya. Sebab Rey duduk di sisi kirinya masih sibuk menyiapkan makan di atas piring Aruna.      

Tepat ketika Rey kembali menatap adik Anantha, pria berperangai aneh itu tertawa terbahak-bahak, "Kau benar-benar takut padaku?" pertanyaan yang sama anehnya. Namun sejalan dengan caranya meletakan lauk terakhir di atas piring Aruna, gerak berikutnya Rey merampas handphone Adik Anantha.      

"Sudah aku bilang aku tidak akan berbuat kasar padamu," ucap Rey sambil menarik ke atas ponsel Aruna.      

"Oh?! Lihat?? Siapa yang kau telepon??" Rey mengamati nama di layar handphone Aruna.      

"CEO gila?? Siapa dia?" pria ini menangkap tangan Aruna ketika lagi-lagi Aruna mencoba melawan gerakannya.      

[Hallo sayang? Hallo?] Suara pria terdengar kala Rey menghimpit kan speaker handphone di telinganya.     

[Hallo.. kenapa tidak menjawab?!]      

"BER.," kata keluar dari mulut Aruna. Akan tetapi buru-buru mulut gadis ini di bekap tangan Rey. Gadis ini berontak bangkit berupaya meraih ponsel miliknya.      

Rey segera mematikan panggilan bersuara tak asing. Itu suara Mahendra, raut mukanya langsung berubah total. Dia yang berebut ponsel dengan Aruna buru-buru melempar ringan ponsel tersebut hingga menjauh di sudut yang tak mungkin ter raih lagi oleh keduanya.      

 "Apakah kakakmu tahu kamu masih dekat dengannya?" kalimat tanya Rei bersamaan dengan cara pria itu menggenggam erat kedua pergelangan tangan Aruna.      

Aruna tidak menjawabnya dia sedang berusaha terlepas.      

"sebenarnya aku tak ingin terbuat kasar kepadamu, kenyataannya kau tak bisa diprediksi" kini tangan Aruna diputar hingga terkunci di belakang punggung dan Rey mendekapnya dari belakang.      

"Apa yang kau lakukan kak?! Lepaskan aku!!" kedua tangan Aruna terkunci di belakang punggungnya oleh satu telapak tangan kanan Rey. Dan telapak tangan Rey yang lain memegangi dagu gadis ini dari belakang.      

Rey menunjukkan jati dirinya karena jengkel mendengar suara Mahendra. Musuh bebuyutan dalam lingkaran tarantula group yang sekaligus kakak kelas penabur rasa iri di hati.      

"Diam dan tenanglah.." ungkapannya halus menyusup dari telinga kiri Aruna. Nafasnya berembus terlalu dekat dengan telinga Aruna sebab kini wajah pria itu di letakkan pada bahu kiri sang perempuan yang ingin dia dapatkan.      

"Jangan berontak! Sekali kau berontak aku akan memberimu hadiah.." Aruna bergerak-gerak mendengar kalimat penuh obsesi ini.       

"Aku menyukaimu, menyukaimu karena kau adalah perempuan yang mampu meluluhkan si beku, kakak kelas idolaku,"      

_Arh' dia ngomong apa?_ seiring hati yang berkecamuk antara was-was, takut, tidak percaya dan berupaya mencari cara terbebas. Aruna masih mencerna kalimat-kalimat aneh Rey.     

"Oh bukan cuma itu, Gesang bilang kau membuat sahabatnya, musisi idola itu hampir bunuh diri," kalimatnya semakin ngeri.      

"Ah' aku semakin tidak percaya diri saja, aku akan bertanya padamu sekali lagi. Jawab dan pikirkan dengan baik," Aruna bergerak kian hebat, "Aku bilang jangan melawan!" pria ini mengeratkan jeratannya.      

"Kau mau hadiahku?!" nada suaranya naik berakhir tawa. "Oh, tidak.. aku harus baik.." tangan di dagu yang menekan Aruna agar tetap mengarahkan kepalanya ke depan kini berpindah membelai helai demi helai rambut Aruna.      

"Kakakmu sangat baik.. apakah kau bisa sebaik kakakmu? Dia tahu aku menyukaimu. aku pria baik, coba tanya kak Anantha sebaik apa aku?" Dia masih membelai rambut Aruna.      

"Pria baik tidak akan berbuat seperti ini padaku!" kasar Aruna menjawab.      

"Yang aku lakukan masih standar? Lihat! Aku hanya memegangimu dari belakang. Karena kau tampaknya sulit di kendalikan dan satu lagi. Kau membuatku marah!" Rey kembali mendekati telinga Aruna.      

"Bagaimana bisa kamu masih minta tolong pada Mahendra? Hah! Jika kakakmu tahu dia pasti kecewa dan sama marahnya denganku. Benar -kan!?" belai di rambut berpindah ke dagu, dia perlahan memaksa Aruna menoleh ke arah kiri, kepadanya. Pada putra kedua keluarga Barga alias pemilik saham terendah Tarantula.      

"Jawab pertanyaanku! Kamu memilih ... ... ... Atau ... ...     

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.