Ciuman Pertama Aruna

II.161. Kode Rahasia Semesta



II.161. Kode Rahasia Semesta

0"Tolong lanjutkan kesaksian anda," pinta hakim ketua. Berusaha mengembalikan arah jalannya sidang.      

***      

Tania kembali memaparkan kesaksiannya, bukan lagi beradu argumen atau adu gagasan, dia bahkan adu mulut dengan kuasa hukum pesaingku.      

Bait demi bait kalimat perempuan yang tertuduh sebagai orang ketiga dari rumah tangga yang salah sejak awalnya, ialah rentetan narasi sampai aku diseret Surya kembali masuk ke dalam kamar honeymoon ku bersama istriku kala itu.      

Hampir semua orang yang mendengar rentetan kalimat  Tania ikut larut, terkejut, terbawa suasana; menyembunyikan tanya pada ekspresi mereka. Apa yang sedang terjadi di antara kami?      

Anehnya aku biasa saja, tak merasakan sakit seperti sebelum-sebelumnya. Walaupun kini jelas-jelas ku sedang beradu dengan puluhan pasang mata yang menatapku miris, antara kasihan dan teriris.      

Nyatanya semua rasa yang tertemukan dalam dadaku, adalah kolaborasi dari wajah sendu istriku. Puluhan pasang mata yang memandang ku tak berarti apa-apa. Dibanding sepasang mata yang menatapku, sambil menghantarkan raut sedih bercampur rindu.      

Apakah kini aku mengerti definisi jatuh hati? Yang ku pertanyakan berulang kali pada jiwaku? tak mau padam semenjak dunia repetisi membosankan diporak-porandakan oleh kehadirannya.      

Coba bayangkan bagaimana aku bisa senang di antara situasi membingungkan. Kucoba memahami koneksi apa ini? Ternyata tak ada yang bisa terpahami; hanya semu merah di pipinya kala aku menatapnya, yang memberiku bisikan singkat meyakinkan.      

Dialah orangnya, yang harus menemaniku sampai nanti kutemui ajalku. Tak perlu ku gunakan logika untuk menemukan kode rahasia semesta.      

Hehe, ku tertawakan diriku untuk ke sekian kalinya. Ternyata jatuh hati tak perlu definisi. Dia cukup diyakini. Dan ku pun yakin seberat apa pun hari ini. Bukan apa-apa dibanding ekspresi 'malu-malu' yang terbesit secara implisit. Di antara detik-detik alur cerita kami yang sedang sulit.      

Sesederhana itu jatuh hati     

Bersamanya bahagia bagaimana pun kondisinya     

***     

Usai di jeda istirahat sejenak, sidang kembali di buka.      

Seorang saksi yang tak terduga berdiri dan melangkah hati-hati. Dia berjalan sambil menundukkan kepalanya yang berujung teriakan kekecewaan: "Alia?! Apa maksudmu?!"      

Suara Anantha membuncah pecah di antara kesunyian  ruangan sidang yang baru saja ber-hikmat, dibuka oleh para yang mulia yang kini duduk pada singgasananya.      

Aliana berdiri dan bersumpah sebagai saksi bukan untuk mendukung kakaknya, melainkan mendukung adik iparnya. Demikian perempuan ini berceloteh, di tengah amukan Anantha yang kian sulit di reda. Sampai-sampai pria itu hampir saja terusir dari ruang sidang.      

Keberadaan Aliana masih tentang pembahasan gugatan perceraian nomor 1: "beberapa hari setelah Aruna diambil oleh kakak saya, kebetulan saya tidak ikut berpindah rumah bersama keluarga saya, Saya tinggal di rumah calon Ayah bayi yang saya kandung. Dan saya begitu terkejut ketika Hendra datang ke apartemen kami dalam kondisi berantakan. Ternyata dia melarikan diri, sungguh-sungguh bertekad pergi dari keluarga Djayadiningrat, marah dan tidak terima istrinya diambil secara paksa. Mahendra mencari Aruna."     

Mata Alia menerawang mencari seseorang, "bersama ajudan yang itu," dia mengacungkan tangan pada Hery, "aku rasa mustahil seseorang yang berselingkuh sampai rela meninggalkan keluarga besarnya termasuk dikejar-kejar oleh para pengawal kakek Wiryo sekedar berharap bisa menemukan istrinya," Aliana terdengar mendesah. Sejalan kemudian dicarikan kursi untuk duduk, mengingat ibu hamil ini tak seharusnya terlalu lama berdiri.      

"Aku tahu sendiri, yang berbadan besar itu," dia menunjuk Raka, "datang ke apartemenku hari berikutnya, untuk memburu Mahendra. Dia sempat merebut ponselku." Dan kesaksian Aliana  dianggap telah cukup.     

Namun, tiba-tiba Aliana mengujarkan sesuatu: "Sebagai seorang perempuan yang juga punya pasangan, aku yakin ini bukan perselingkuhan. Mereka hanya salah paham. Aku rasa adikku juga tahu," kembali mengunci Aruna dengan bola matanya, memberi dorongan agar gadis yang duduk di kursi para pihak lebih kuat dan lebih yakin terhadap dirinya sendiri.      

Tatapan lekat Aliana belum mau beranjak dari Aruna, "Aku berharap Aruna bisa mengungkapkan keinginannya," ibu hamil ini mulai gelisah, matanya semburat merah, "aku tahu adik selalu menyayangi kami, tidak mau melukai kami, tapi bukan berarti kamu (ditunjukkan untuk Aruna) harus menderita juga, 'kan," suara Alia bergetar, dia bahkan sudah berulang kali menggunakan tisu untuk menghapus air mata yang membasahi sudut kelopak mata.      

Di sisi lain Anantha hampir  saja membuat kegaduhan yang ke sekian kali, dan berulang kali pula Fernando Caligis berusaha menenangkan kliennya.     

 Di akhir kesaksian Aliana yang  menguras emosi, sang hakim kembali bertanya : "Mengapa kamu memilih mendukung dan bersaksi untuk seseorang yang digugat cerai adikmu sendiri?"      

"Mahendra juga adikku, dia masih adik iparku. Apa aku salah? Aku hanya mau adik-adikku bahagia," entah Aliana kerasukan apa, untuk pertama kalinya dia mengakui Mahendra bagian dari keluarganya. Terlebih mengaku dia seorang kakak yang menginginkan adiknya bahagia.      

Kalimat penutup Aliana menghasilkan tangan mengepal penuh kemarahan pada Anantha. Bukankah dulu mereka begitu setel (erat) memusui suami si kecil, putri bungsu kesayangan keluarga Lesmana.      

Tak ada yang menduga semua bisa berubah seiring berjalannya waktu.     

***     

Aruna seperti makan buah simalakama, dia ingin bersuara lantang menolak keadaan ini. Sayangnya, sisi lain Gadis ini masih berharap penuh kakak laki-lakinya bisa sadar diri. Seiring jalannya kasus persidangan ini.      

Dia tidak mau memutuskan buru-buru atau sepihak. Sebab itu berarti, Aruna secara tidak langsung memutus hubungan  dengan kak Anantha. Gadis ini mau keluarganya utuh seperti sedia kala apa pun pilihannya.     

Sebelum saksi ahli di hadirkan oleh penggugat, sidang ini di beri jeda sesaat. Sempat, dalam gerak lamat Anantha mendatangi Alia. Dan sang ayah lekas menengahi mereka. Kedua kakak beradik ini secara dramatis berubah status menjadi musuh.      

Padahal di sudut lain, ujung dari semua kerumitan ini sedang saling merajut interaksi.      

Sayang anggota keluarga Lesmana tidak menyadarinya, lelaki yang mereka gugat kini mendekati penggugat.  Menyerahkan air mineral di sertai sebungkus makanan ringan.      

"Segera di minum dan di makan," pintanya lirih. Masih sambil duduk di kursinya masing-masing yang sejajar beriringan dengan jarak berdekatan.      

Mahendra tak banyak bicara, akan tetapi ketika gadis di sampingnya kesulitan membuka tutup botol. Lagi-lagi Hendra sigap memberikan bantuan.     

Mencuri-curi mengelus rambutnya yang di biarkan terurai memanjang seperti kesukaan Hendra ketika mendandani Aruna.       

"Aku percaya kita bisa melewati ini," lagi-lagi dia berbisik, cucu Wiryo lebih yakin di banding yang kemarin.      

Dan sang perempuan yang berhasil mengacak-acak semesta pewaris tunggal Djoyodiningrat. Mencuri pandang sambil meraih ujung jempolnya.      

"Maafkan aku membuatmu khawatir,"      

"Tak apa yang penting istriku baik-baik saja," sentuhan pada ibu jari berbalas dengan genggaman di tiap ujung-ujung jemari.      

Sayangnya buru-buru terlepas menghindari tatapan awas yang mencuri lihat kepada keduanya.      

Fernando Caligis mengerutkan kening, mendapati adegan samar mereka.      

Untung pemahaman Fernando serta merta terputus oleh kedatangan Dokter Diana yang tampaknya telah siap menjadi saksi ahli.      

.     

.     

.     

__________        

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/        

1. Lempar Power Stone terbaik ^^        

2. Gift, beri aku banyak Semangat!        

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan        

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.