Ciuman Pertama Aruna

III-2. Kenapa?



III-2. Kenapa?

0Sang pria menerbitkan senyumannya melihat kelakuan sang istri, "masih sakit?"     

"Entah -lah," bisik Aruna, ini adalah pernyataan jujur dari seorang perempuan yang baru merasakan segalanya untuk pertama kali. Dia masih bingung memahami kondisi ini.     

Setelah ke duanya berada dalam bathroom, Hendra menurunkan istrinya.     

"Tunggu sebentar," kalimat Hendra mengiringi gerakan kakinya menuju pintu keluar, sedangkan Gadis ini berdiri canggung di pojokkan ruangan.     

"Aku bisa mandi sendiri, em.." Aruna mulai di gerogoti perasaan ragu-ragu, dia masih konsisten menutupi dirinya dengan selimut. Melewati malam bersama bukan jaminan dia bisa santai menghadapi Hendra untuk ke dua kalinya.     

"Sebentar.. aku hanya mau mengambil kursi," Hendra berjalan lebih cepat. "Supaya kau bisa duduk nyaman," Membuka pintu, dan buru-buru ditutup kembali. Ada yang tidak tahu bahwa pria ini berdiri gelisah dibalik pintu. Menggosok dadanya beberapa kali, kemudian berjalan mondar-mandir berusaha menemukan benda yang jadi tujuannya.     

"Hais' kenapa aku tiba-tiba begini," mata biru mengumpat dirinya sendiri. Semalam Karena terlalu rindu berbalut dengan rasa ingin tahu, Hendra begitu terbuai dan nalurinya menuntunnya untuk melewati segalanya dengan alami.     

Sayangnya, detik ini nalurinya bekerja dengan cara berbeda. Memberi kesadaran tentang rasa canggung akan memandikan Aruna.     

Tunggu! Dia pernah melakukan ini kenapa kali ini jadi bodoh begini!. Jantung mata biru berdegup kencan lagi dan lagi seperti semalam.     

Segera mengambil kursi dan sempat terhenti sejenak memuaskan senyum lebarnya. Dia sedang mensyukuri sesuatu, terkait perempuannya yang dulu selalu tertangkap terpaksa. Akan tetapi, kini segala-galanya adalah miliknya, setiap inci kulit Aruna istrinya.     

"Hendra, aku.." ada yang berteriak di dalam sana, "aku memutuskan mandi sendiri!" Teriakan itu disusul ungkapan permintaan yang tak mungkin di setujui si laki-laki.     

"Oh?!" Mahendra ber-kesiap buru-buru menata ekspresinya, "Tidak.. Tidak.." dia membalas ungkapan Aruna dengan nada tak setuju. Detik itu juga pintu kamar mandi terbuka, menyajikan ekspresi berbeda. Pria bermata biru berusaha semampunya memberi kesan tenang.     

"Duduk –Lah!" pintanya, "kalau kamu malu, jangan lihat aku, punggungi saja,"     

Dan benar, putri Lesmana memunggungi cucu Wiryo. Bahkan gerakannya berjalan menggapai kursi dia lakukan dengan cara unik.     

Sambil menjatuhkan selimut di tubuhnya, Aruna menggeser langkah sajangkah demi sajangkah ke arah kanan, bukannya menghadap ke depan.     

Kelakuan Aruna membuat Hendra terkekeh nyaring, "Kau malu ya.." ada yang mengangguk ringan memberi jawaban.     

"bukan –kah kita pernah melakukan ini?"     

"Waktu itu aku masih mengenakan bawahan atau dalaman, masak kau lupa,"     

"Kita harus saling terbiasa –kan? Kau bilang akan mencoba lagi lain kali,"     

"Tapi.. jangan em.." dia si perempuan bimbang dalam membuat permintaan.     

"Sekarang??" ini suara Mahendra melengkapi kalimat Aruna. Perempuan ini kembali mengangguk.     

"Tentu. Tak mungkin aku tega," Lelaki bermata biru meraih rambut memanjang istrinya. Bersama caranya memegangi segenggam mahkota perempuan yang dia cintai, titik-titik air dari shower bertetesan membasahi rambut Aruna, begitu juga tubuhnya.     

"Aku suka rambutmu terurai menutupi leher, apa –kah aku bisa melihatmu tanpa ikatan mirip ekor kuda itu," Aruna langsung mendongak menampilkan bibir mencucuhnya. Tak terima caranya mengikat rambutnya di sama kan dengan ekor kuda, padahal dia suka kucir kuda karena sederhana dan tak ribet bila di gunakan untuk aktivitas energik Aruna.     

"Aku tak suka lehermu kelihatan!" katanya masih dengan membasahi rambut lalu meraih sampo.     

"Jadi bukan karena aku cantik kalau rambutku di urai?"     

"Bukan," tegas Hendra. Membuat busa di rambut istrinya, sesekali terlihat memijat kepala.     

"Kenapa begitu,"     

"sebab, lehermu tempat yang paling aku sukai,"     

Ada yang dibikin membeku oleh ucapan seseorang, dia memang tidak pandai merayu. Namun, kadang kala ucapannya yang ambigu berisikan pernyataan cinta yang bikin meleting saja.     

Aruna kian tak berkutik, ketika Mahendra benar-benar memandikannya dengan cara sempurna. Mata biru membersihkan punggung tangan leher hingga ke bagian depan. Rintik shower dan sentuhan demi sentuhan bergantian menapaki kulit tipis Aruna.     

"Aku ingin tiap kali kita bersama, tangan kulah yang membersihkan dirimu,"     

Aruna terdiam, rasanya tak perlu bertanya 'kenapa begitu?' karena hatinya yakin jawaban Hendra bisa bikin meleting untuk keseksian kalinya.     

"Asal kamu tahu, setiap jengkal kulitmu adalah milikku," ungkapan ini sedikit angkuh, dan sengaja Aruna biarkan, sebab mendengar Hendra bicara seperti ini terdengar begitu menyenangkan sekarang, "jadi memandikanmu; sama seperti menjaga bagian dari diriku yang paling berharga,"     

Pipi gadis ini kembali memerah dibuatnya, apalagi ketika Hendra menyentuh beberapa bagian tubuhnya yang sensitif. Walaupun tidak ada niat ke arah sana, semburat merah Aruna tak terelakkan.     

Dia serius, fokusnya sekedar untuk membersihkan istrinya, dan mencukupkan kegiatan ini ketika manusia kecil ini telah wangi. Dibungkus piyama handuk.     

Aruna sempat berpikir, cara memanjakan Hendra akan di usai di balik pintu kamar mandi saja.     

Nyatanya, lelaki bermata biru menggendongnya hingga berada di depan cermin rias. Lalu alat pengering rambut berbunyi nyaring mengembuskan udara hangat untuk mengeringkan rambut.     

Hendra benar-benar membuat perempuannya serasa dimanja. Sebab pria ini juga menyisir rambut istrinya sampai rapi. Lalu mengecup ubun-ubun dari arah atas. Sebelum berucap, "baiklah sudah selesai, istriku bisa tidur lebih nyaman,"     

"Tunggu apa kau lapar?" tanya Mahendra.     

Sudah dapat di pastikan Aruna mengangguk, malam yang panjang dan mandi di dini hari. Otomatis perutnya minta di isi.     

"Sayang sekali mansion ini jarang aku pakai, tidak ada apa pun di pantry," Hendra menatap jam dinding. "Mall di bawah pasti sudah tutup, aku akan coba cari kan pengganjal perut untukmu, kau berani di sini sendirian?"     

"Nggak mau" Aruna menggeleng cepat.     

"Terus? Maunya gimana??"     

"Kita tidur lagi, baru besok pagi di pikirkan lagi," tawar gadis ini.     

"Tak apa tidur dengan perut lapar? Kamu bisa?"     

"Bisa.. kan ada kamu," malu-malu dia bicara manis pada suaminya.     

Lama Aruna terbaring dalam dekapan. Pria itu belum bisa memejamkan matanya.     

Dia berucap ringan, "Terima kasih sudah menyerahkan dirimu padaku. Aku berharap kamu bisa pulang dan kembali tinggal bersamaku di rumah induk,"     

"Rumah mewah itu masih jadi traumatisku," ternyata Aruna juga sama. Belum terpejam, "bolehkah kita tinggal di sini saja?"     

Lama Hendra tak menjawabnya, "tapi kita harus tetap pulang ke sana, cepat atau lambat,"     

Aruna tersenyum senang memutar tubuhnya ke Arah Mahendra lalu memeluknya. "Artinya sekarang boleh tinggal di sini dulu,"     

"Dengan satu syarat," Hendra berucap menyuguhkan sorot mata tajam seolah menegaskan sesuatu yang amat penting, "tidak ada yang boleh tahu kau tinggal bersamaku di sini, aku usahakan akan datang tiap hari. Menemanimu malam hingga pagi, kau mengerti?"     

"Kenapa??" tanya Aruna.     

"Tidak ada kalimat tanya.." ini suara Hendra.     

"untuk perempuan yang menyerahkan diri sepenuhnya," Aruna memotongnya dengan ungkapan senada yang kemarin di lontarkan Mahendra berulang.     

_karena perempuan Mahendra selalu dalam bahaya,_ jawaban ini terbit dari ungkapan hati Aruna sendiri. Rey, orang yang memberi tahukan keadaannya.     

"Aku akan baik-baik saja, Jangan memandangku dengan cara seperti itu! Wajah khawatirmu menakutkan!" Aruna memunggunginya, memilih memeluk guling. Dan sesaat berikutnya dia jadi guling seseorang. Pria yang memeluknya erat.     

.     

.     

.     

__________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.