Ciuman Pertama Aruna

III-4. Peluru Cintaku



III-4. Peluru Cintaku

0"Di mana panci?" pertanyaan berikut masih dari Aruna.      

      

"Panci!!.. Panci..." ada yang menyebut kata panci dengan kesal, sambil membuka pintu-pintu kecil di bawah pentry.      

      

Yang meneriakkan kata 'panci' adalah lelaki bermata biru. Dia sedang mencari-cari suatu benda yang di inginkan istrinya.      

      

Tepat ketika benda itu di angkat tangan kanan suaminya. Aruna segera merebutnya, dia meluncurkan air ke dalam panci dari keran wastafel dan sesaat kemudian menyalakan kompor lalu meletakkan panci berisi air itu di atasnya. Hendra mengamati dengan saksama perilaku unik Aruna. Tak lama setelah air di dalamnya mendidih buru-buru perempuan itu meletakkan air panas ke dalam wadah kemudian ditaruh di freezer kulkas.      

      

"Hehe" ada yang terkekeh sambil menggaruk rambut belakang telinga. Tak percaya dengan apa yang dia lihat. Cucu Wiryo dibuat terpana. Perempuan sederhana yang membuatnya jatuh cinta. Selalu punya cara sederhana yang bikin dirinya takjub akan apa-apa yang bakal dilakukan perempuan manis ini berikutnya.      

      

Kenapa Aruna tidak menyuruh dirinya pergi ke mall di bawah untuk membeli air? Bukankah itu yang akan dilakukan kebanyakan perempuan?      

      

Pria yang terpana ini berjalan mengitari meja pantry lalu duduk di depan istrinya yang kini juga sedang duduk sambil membuat musik kecil dari permainan tangan mengetuk meja.      

      

Musik itu tak buruk, apalagi ada ekspresi ceria dari wajah Aruna. Hendra melihatnya dengan lamat-lamat, melihat perempuan yang dulu jarang sekali menampilkan ekspresi itu. Raut wajah bersinar, cerah dan ceria. Aruna bahkan lebih banyak murung, sendu, dan tertangkap diam membeku dalam perjalanan awal pernikahan mereka.      

      

Entah bagaimana perasaan bahagia itu ikut terbit. Sepertinya keceriaan perempuan yang kini menuruni kursi dan berlari membuka pintu kulkas lalu tersenyum lebih ceria sambil meraih airnya yang diduga Hendra sudah dingin, putri Lesmana berhasil menularkan efek bahagia kepadanya.      

      

Dari caranya meraih wadah air yang sejalan kemudian menuangkan air itu ke dalam 2 gelas. Lalu gerak ringan mendekati Mahendra, sambil meletakkan satu gelas di hadapannya. Aruna tertangkap buru-buru meminumnya. Meletakkan bibir itu di tepian gelas kaca bening.      

      

Hendra mengingat sesuatu, dan terkekeh lagi, Refleks perempuan ini meliriknya.      

      

Andai Aruna tahu apa yang membuat Mahendra tertawa. Pasti dia akan mencucuh, lucu.      

      

Asal diketahui lelaki bermata biru sedang mengingat masa lalu. Betapa menyiksanya ketika dulu dia masih memaksakan cinta, ciumannya tidak pernah terbalaskan. Aruna seperti gelas-gelas kaca tempatnya meneguk air. Sang peminum akan mencoba melumatkan bibirnya ketepian gelas kaca untuk meraih zat cair bening di dalamnya. Namun tak pernah sekalipun tepian itu bergerak memberikan balasan.      

      

Hendra pernah membuat analogikan dari bibir Aruna, yaitu seperti gelas kaca. Si dingin membeku yang tak pernah membalas ciumannya. Sampai-sampai suatu malam ketika dia merasakan sensasi somatosensory pertamanya. Tepat di dalam rumah sakit tempat Gadis itu dirawat. Hendra membumbung senang. Celakanya, nikmat itu berakhir dengan permintaan Aruna agar bisa di jenguk Damar. Dan Hendra mencekiknya dengan sadis.      

      

Sangat bersyukur hal-hal buruk semacam itu telah terlewati, lebih bersyukur lagi dia bisa seceria ini. Hampir gila dulu Mahendra mencoba membuatnya bahagia. Tapi tak satu pun berhasil. Titik ini rasanya perlu sekali disyukuri.      

      

"Kemarilah," bisik pria yang pikirannya sempat mengembara dan tertinggal di masa lalu.      

      

"Hem??" perempuan polos ini menanggalkan gelas dari mulutnya. Tanpa bertanya menuruti permintaan Hendra.      

      

Dan Hendra mendekapnya erat-erat, lagi dan lagi. Bagi Aruna pria ini terasa manis sekali. Dari kejadian semalam hingga saat ini. Entah berapa kali dia dipeluk.      

      

Kemudian terbit pernyataan cintanya: "Aku mencintaimu,"      

      

"Ya, aku tahu," Suara Aruna terdengar setandar. Tampaknya karena ke seringan di ucapkan.      

      

"Kenapa ekspresimu biasa saja??" Mahendra tidak terima mendapati balasan Aruna.      

      

"Kau hampir mencekikku!" Aruna memukul lengan cucu Wiryo.      

      

"Oh!?" Kata mencekik begitu menakutkan di dengar, Hendra buru-buru melonggarkan pelukannya. Lalu minta maaf berulang.      

      

"Kau boleh memelukku, tapi perlu dipahami, aku manusia yang butuh bernafas. Bukan boneka yang bisa kamu remas kuat-kuat," Aruna memarahinya. Pria ini mengangguk. Masih dengan terpana mengamati istrinya kembali meneguk air dari gelas kaca.      

      

"Ciak!?" Aruna tiba-tiba menodongnya dengan dua telapak tangan mengapit, membentuk pistol, "Kau kena!!" Kata Aruna.      

      

"Kena apa?" Hendra tidak mengerti.      

      

"Kena peluru cintaku," seketika ungkapan Aruna mampu membuat seseorang tampak bodoh. Dan Perempuan ini tertawa sampai matanya menyipit. Suara tawa itu seolah terbang memenuhi ruangan.      

      

Mahendra dilanda bahagia luar biasa oleh kehangatan yang di hantarkan istrinya. Berharap seluruh waktunya akan sama seperti hari ini. Dia benar-benar sedang bahagia dengan cara sederhana.      

      

***      

"Ach!! Sial!!" Perempuan dengan kacamata memukul mobil mewah di hadapannya. Dia gusar luar biasa, mobil itu berbelok sembarangan. Sebenarnya tak 100% salah si mobil. Lili memang baru belajar mengendarai motor pink cantiknya. Dia sudah belajar hampir 3 bulan.      

Di sela-sela kesibukan Dea mempersiapkan pernikahan, dia memaksa gadis berhijab itu mengajarinya cara mengendarai motor. Sebab, pernikahan Dea ter kiaskan sebagai kemalangan besar bagi administrator Surat Ajaib. Alias tidak ada lagi teman wira-wiri yang bisa di minta-i tolong gratis menggunakan kendaraan beroda dua yang praktis.      

Seorang pria dengan perawakan atletik keluar dari sana, bukannya menanggapi kemarahan Lily, dia memilih berjalan mundur ke belakang memeriksa badan mobil yang mendapatkan hantaman ban motor matic berwarna pink.      

Gadis yang mengenakan helm dengan warna senada serta sebuah kacamata berkendara yang mirip kacamata berenang, di tatap si atletik tajam.      

"Aku membelokkan mobil ini sesuai dengan prosedur berkendara, yang baik dan benar," pria ini berjalan mendekat. "lihat! mobil ini tergores gara-gara kamu," malah dia yang memarahi lily.      

"kenapa kau yang marah??" lily terheran-heran, harusnya dia yang marah.      

      

"mobilmu berbelok sembarangan, jadi motorku tak salah!" Lily gadis yang terbiasa blak-blakan ini cukup pandai jika harus berdebat dengan seseorang. Kepandaiannya berdebat begitu terasah selama berada di surat ajaib, apalagi semenjak berteman dengan Agus dan Damar. Dua makhluk yang tidak ada benarnya itu. Telah mampu membuat kemampuannya berdebat meningkat sekian persen.      

"Aku sudah berbelok sesuai prosedur, mengurangi kecepatan, menyalakan lampu sen dari jauh, menikung dengan gerak lambat. Kau saja yang tidak dapat mengendalikan laju motormu, Jadi kau lah yang harusnya bersalah di sini!" si pria tidak mau disalahkan, dia memang merasa tak bersalah.      

"Aku tak peduli! Kau yang salah!!" gadis ini mendebatnya lagi.      

Cekcok keduanya tidak bisa terelakkan, mereka berdua saling lempar kemarahan. Apalagi si perempuan tidak mau ganti rugi. Malah Lily yang minta ganti rugi. Sedangkan laki-laki ini mengatakan dialah yang amat sangat rugi. Mobil yang kendarai pria atletik itu tergolong mobil mewah dengan harga fantastis.      

Ketika Lily tak percaya, pria itu menunjukkan harganya melalui situs di Google. Dan membuat pernyataan bahwa motor Lily yang terlihat baru itu belum tentu sepadan jika dijual ulang untuk membayar seperempat saja harga perbaikan mobil.      

Lily sempat berucap:  " Duh kasihannya, ya udah aku nggak akan menuntut mu." Gadis itu bergerak lambat menuju motornya, tak tahunya si kacamata yang lincah ini kabur. Meninggalkan si atletik sendirian merasa ter bodohi fatal.      

      

"Hais' gadis itu?! AH' apes..!" Pria yang jadi korban kecerobohan Lily mengutuki dirinya sendiri.      

.     

.     

Suara bel pintu mansion Hendra terdengar nyaring hingga pantry. Hendra segera berdiri dan mendekati layar persegi panjang fasilitas mansion untuk memastikan siapa yang datang. Dia mengernyitkan dahi, mata biru pikir yang datang adalah ajudannya Herry. Akan tetapi malah gadis ber-helm pink dengan kacamata aneh.      

Aruna menangkap ekspresi itu, sudah dapat di pastikan raut wajah Hendra adalah gambaran bahwa tamu di luar bukan harapannya. Aruna malah tersenyum senang, berlari melewati Hendra dan membuka pintu: "Lily.. Terima kasih,"      

Aruna tersenyum senang menarik sahabatnya masuk. Dan ber-kesiap ketika mendapati tatapan suami Aruna. Bagi Lily, Hendra selalu terkesan menakutkan. Beberapa kejadian yang pernah di alami bersama CEO DM Grup cenderung kurang menjenakkan. Seperti menggeledah Surat Ajaib bersama para pengawalnya hanya untuk mencari Handphone Aruna, belum kesan lain yang sudah melekat padanya.      

_Lelaki protektif ekstrem ini, bagaimana bisa kembali bersama Arun?_      

      

.      

      

.      

      

.      

      

__________      

      

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/      

      

1. Lempar Power Stone terbaik ^^      

      

2. Gift, beri aku banyak Semangat!      

      

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan      

      

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      

      

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.