Ciuman Pertama Aruna

III-14. Kepingan Kaca



III-14. Kepingan Kaca

0Hendra berdiri dan mulai mengangkat tubuh Aruna. Pada langkahnya yang pertama dia sempat berbalik menatap Hery.      

"Makanlah Apa yang di masak istriku, dia pasti sedih kalau makanannya tidak ada yang menyentuh," kemudian lelaki ini berjalan menuju kamar.      

"Anda juga tuan," suara Herry sempat menghentikan Hendra yang akan membuka pintu kamarnya.      

"Nona menyiapkan ini untuk anda, nona Aruna pasti mengharapkan anda -lah yang pertama mencicipi masakannya," Hery mengucapkan kalimat permintaan dengan cara berbeda. Hary lebih dari tahu Hendra sulit menemukan nafsu makannya ketika dia gelisah.     

Sedangkan Hendra sendiri, dia terlihat berpikir sejenak kemudian lekas membuka pintu dan membaringkan tubuh Aruna. Perempuan tersebut sempat menggeliat, gerakan ringan yang mendorong senyum seseorang.      

Lama pria ini menatap perempuan tertidur, mengamati tanpa rasa takut lagi. Senikmat ini ternyata, bisa merasakan hal yang dulu mustahil bagi hidupnya.      

"Tidur yang nyenyak," bisiknya lirih sambil mengecup telinga perempuan tersebut, yang sesaat kemudian tertangkap menghirup bau badan sang istri dari sela-sela lehernya.      

Hobi Hendra yang unik ini menyadarkan dirinya bahwa dia perlu membersihkan diri setelah seharian bekerja. Lelaki ini lekas berdiri menanggalkan dasinya, jam tangan dan mulai melonggarkan Krah baju pada langkahnya memasuki kamar mandi.      

.      

.      

Setelah selesai mandi Hendra berniat menemui Hery. Hendra sempat menduga Hery sudah makan masakan istrinya ternyata ajudan itu malah sibuk di pantry. Tertangkap mata dia sedang memanaskan masakan sang nona.      

Kemudian makanan itu di susun kembali ke dalam wadahnya semula dan di kembalikan ke meja makan.      

"Saya bisa menghangatkan makanan, tapi tidak bisa menghangatkan suasana," Ajudan itu tersenyum sebelum akhirnya mematikan lilin yang masih menyala, ternyata perilaku Herry mampu menyulut tawa tuannya. Tawa ini wujud dari ekspresi geli menatap suasana yang tidak sesuai di antara dua lelaki yang sedang berhadap-hadapan makan bersama.      

Lilin yang dinyalakan Aruna terlihat hampir habis, di tutup sendok satu persatu oleh Herry untuk memadamkannya dan bunga dalam vas yang terletak tepat di tengah-tengah meja juga turut serta di singkirkan.      

Melihat kelakuan Herry yang tertangkap sibuk menyisihkan pernak-pernik sajian khas istrinya, raut wajah Mahendra turut memadam bersama padamnya lilin dan di terangkannya nyala lampu. Hendra menemukan pemahaman tentang usaha yang dilakukan perempuan mungil itu. Aruna mempersiapkan ini dengan sungguh-sungguh.      

"Apa saya perlu mengambilkan nasi untuk Anda?" ini suara Herry yang tertangkap kikuk, dia sudah siap menyantap makanan di atas piringnya sedangkan atasannya masih saja terdiam.      

"Tak perlu," ungkapan yang terdiri dari dua kata ini mengawali makan tuan dan pengawalnya. Acara makan yang begitu sunyi, Hery tidak berani bersuara walau kadang dia ingin melakukannya. Akan tetapi dirinya sadar tuannya tipe orang yang tidak banyak bersuara.      

Tepat ketika Hendra telah usai, Herry secepatnya menarik mundur piring di hadapan tuannya. Tapi, Hendra menginginkannya duduk kembali. "Apa yang aku katakan sebelum ini, sungguh-sungguh,"      

Herry masih belum paham apa maksud ucapan tuannya.      

"Cari partner yang bisa di percaya, dan bergantian –lah menjaga istriku," kembali Hendra membuat permintaan. Herry spontan mengurungkan niatnya untuk beranjak. Ajudan itu duduk kembali.      

"Aku pernah meminta Raka melakukan ini," ucapan Hendra seiring jemari tanganya memegangi gelas kaca, "Memintanya membeli ruko di dekat surat Ajaib, untuk menjaga istriku. Nyatanya dia hanya membelinya, tapi tidak menjalankan tanggungjawab. Hingga dengan mudah istriku di manfaatkan Rey," mendengarkan ucapan Hendra.      

Herry ber kesiap, menegakkan punggungnya. "carikan aku orang-orang yang bisa aku percaya, kumpulkan daftar nama mereka, dan beritahu aku kalau kamu sudah yakin dengan pilihanmu,"      

"baik tuan," Herry menjawab dengan nada gugup. Sesungguhnya ajudan ini lebih takut kalau permintaan atasannya sekedar bagian dari menguji kesetiaannya.      

"Kerusakan lantai D, bukti nyata bahwa ikatan di dalamnya sudah rapuh. Selepas ini semua orang akan mulai saling mencurigai dan terombang-ambing dengan ketidakpastian. Ambil satu persatu mereka yang masih bisa di selamatkan dari lingkaran setan tersebut," kalimat terakhir Hendra sebelum beranjak pergi dan menyusup ke dalam kamar istrinya, menyisakan kepingan kaca yang terlepas dari induknya, gelas yang di pegangi cucu Wiryo tak lagi utuh.      

.      

Kini kelopak mata yang membungkus iris mata dengan pigmen melamin terendah telah menutup. (Warna mata biru salah satunya di akibatkan pigmen melamin pada iris mata rendah)      

Dia menelungkupkan separuh tubuhnya untuk memeluk perempuan ke dalam dekapan.      

***      

Ketika pagi menyapa, Aruna yang baru menemukan kesadarannya setelah berbangun dari tidur. Mendapati lelaki yang ditunggunya semalaman sudah berdiri di hadapannya. Hendra sepertinya belum mengetahui Aruna terbangun.      

Mata biru masih fokus menatap cermin, dia mengikat dasi pada lehernya dengan gerakan refleks yang tampak lihai. Hendra sehari-hari memakai dasi tentu dia tidak memerlukan bantuan lagi.      

Melihat suaminya belum juga menyadari dirinya terbangun, dalam gerakan lambat perempuan ini melangkahkan kaki lalu buru-buru memeluknya dari belakang.      

Kenakalan ini berhasil membuat si pria menyuguhkan lesung pipinya.      

"pagi suami sibuk," sarkasme Aruna mengawali gerakan berputar pria yang punggungnya di dekap erat.      

"Pagi juga istriku cantik," kata Hendra mengelus rambut Aruna dan mendongakan wajahnya agar kian penuh pria ini mengamatinya.      

_Senyum yang cerah_ gumaman pria yang tertular aura heppy perempuannya. Hendra sempat berpikir Aruna akan marah minimal ngambek, nyatanya Aruna malah tersenyum dan menutup mata minta di cium.      

Selepas kecupan Lelaki bermata biru mendarat di pipinya. Aruna malah mengeratkan pelukannya dari arah depan, memasang muka manyun tidak mau melepas suaminya.      

"Kau tidak marah padaku?" kalimat yang sempat tertahan akhirnya meluncur dari mulut Mahendra. Dia masih menyimpan rasa penasaran bagaimana bisa istrinya tidak menunjukkan kejengkelannya sama sekali mengingat semalam dirinya bukan sekedar melalaikan kewajiban datang tepat waktu. Lebih dari itu Hendra sangat terlambat.      

"Tidak.." gadis ini menggelengkan kepalanya, "kau terlihat sibuk sekali," perempuan ini menjawab masih dengan memeluk erat perut Mahendra.      

"Dari mana tahu aku sibuk? Dulu kamu pernah marah karena aku lupa pulang telat," ucap Hendra sambil berupaya merenggangkan pelukan Aruna.      

"Sebab dulu kamu tertutup, tidak pernah memberitahuku secara langsung, pasti lewat pesan orang lain, meneleponku saja jarang," perempuan ini tidak mau melonggarkan pelukannya, "Aku mengamatimu waktu kita video call, kau terlihat sangat keren ketika bekerja," Aruna menceritakan pengamatannya ketika Hendra menghiburnya dengan video call. Dan perempuan ini kian menempel, tidak mau menuruti permintaan Hendra untuk melepaskannya.      

Sejenak sang pria membiarkannya, mengusap wajah dan rambut Aruna. Bentuk rasa berterima kasih sebab sang istri tak menunjukkan tanda kemarahan sedikit pun.      

.      

"Sampai kapan kamu akan memelukku?" Hendra menyerah, menatap perempuan manja yang tidak mau melepaskan dirinya, "mandi dulu baru boleh memelukku!" dia memperingatkan Aruna yang tengah bermuka bantal.      

"Nggak mau!"      

"Lalu maumu apa?"      

"Kenapa se-pagi ini sudah rapi? Baru juga ketemu, masak mau berangkat kerja lagi," putri Lesmana menekuk mulutnya.      

"Pekerjaanku semalam belum selesai, jadi aku harus berangkat lebih awal,"      

"Aku mau di mandikan," Aruna kini berani menggoda lelaki bermata biru, yang menatapnya dengan senyum simpul.      

Pria ini sedang bergulat di antara dua tanggungjawab.     

.      

.      

.      

__________      

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/      

1. Lempar Power Stone terbaik ^^      

2. Gift, beri aku banyak Semangat!      

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan      

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.