Ciuman Pertama Aruna

II-97. Bianglala



II-97. Bianglala

0"Kau penasaran tentang apa sekarang?" tanyaku menangkap ekspresi kalutnya.       

"Kapan istriku pulang?"       

"Tar!" Tembakan Hendra meleset lagi dan jantungku berdetak kuat, bukan debar cinta melainkan perasaan was was takut si dia terbawa emosinya.       

 Ku-peluk Hendra dari belakang dan kutempelkan tubuhku pada punggungnya rasanya nyaman senyaman hidungku mencium harumnya Coat panjang yang menjuntai membungkus tubuhnya. Doaku semoga dia merasakan kenyamanan yang sama denganku.       

Aku rasakan tangannya bergerak menangkap jemariku, tersadar diriku bahwa Hendra ragu-ragu. Tentu saja aku menjerat tubuhnya makin erat, perut laki-laki di depanku aku peluk makin kuat. Aku tidak ingin Hendra menyia-nyiakan waktu dan tempat yang mahal buat kita ini dengan kalutnya.       

"Aruna kakekku ikut campur pada perceraian kita, aku tidak bisa berbuat banyak sekarang," aku tidak menjawab pertanyaannya, sengaja supaya dia berhenti fokus pada perceraian kita.       

"Hendra bianglala menunggu kita.. bagaimana kalau kita bertaruh?! Kalau kamu sampai di sana lebih dahulu dariku, kamu akan mendapatkan makan malam" segera dia berbalik menatapku. Aku tidak peduli aku berlari saja supaya dia bersemangat mengejarku.       

Eh, ku pikir Hendra akan terjebak dengan rasa kalutnya. Nyatanya dia berlari lebih serius dariku. Dasar pria aneh! Makiku dalam hati mengejar langkah panjang laki-laki bermata biru berlari. Haha, ingin aku tertawa terbahak-bahak setelah kusadari semudah itu mengalihkan gundahannya.       

"Wooo..." dan dia melompat menunjukkan kemenangannya padaku.       

"Mana.. mana.. makan malamku" pekiknya terang-terangan menagih haknya. Kututup mukaku karena aku sendiri yang dibuat malu oleh pria ini.       

"Bisakah aku berikan makan malamnya setelah kita naik bianglala"       

"Okey.," dia bersemangat masuk ke dalam kapsul yang terbang perlahan membawa kami naik ke atas.       

"Aruna,"       

"Hem.." jawabku menatap dia yang ternyata berpegangan erat pada teralis besi kapsul yang membawa kami.       

"Aku baru ingat ini pertama kalinya aku naik bianglala" katanya takut memandangi luar dengan ekspresi wajah serius yang cenderung tegang dan lucu.       

Aku berdiri dari tempat dudukku yang berada di depannya. Perlahan mendekat menyentuh wajahnya. Yang benar saja! Tubuh tinggi tegap ini berkeringat dingin.       

"Kau.. hehe.. Hendra kamu dilanda cemas ya.." aku mengganggunya.       

"Ti ti.. tidak kok" jawabnya ragu-ragu, "aku hanya sedang histeris karena takjub" dia bohong banget.       

"Wah padahal aku ingin menghilangkan rasa gugupmu" lalu aku berbalik ingin kembali duduk mencoba mengganggunya.       

Secepat kilat laki-laki itu menarik pinggangku lalu mendudukkanku di pangkuannya. "hilangkan dahagaku saja," katanya sambil memerah. Aku tahu merah di wajah yang menjalar hingga telinga.       

Ku sentuh telinga mata biru lalu ku kecup ringan dan dia kelimpungan, Hendra lucu sekali antara mengharap dan gugup karena ketinggian jadi satu.       

Sesaat kemudian dia menarik kerah bajuku penuh arti "Aku kangen harummu" katanya sambil berjelajah menggigit leherku.       

"Hen.. ah.. hen.." aku sudah tidak sadar sejauh mana dia berbuat dan sudah berapa kali bianglala ini berputar kembali kedasar dan naik lagi.       

***      

Pemuda Padang memiliki agendanya sendiri, dia menyusuri kota Surabaya menggunakan aplikasi ojek online. Pemuda ini ingin menemui seseorang.       

Pria yang telah lama mencari, atau lebih tepatnya seorang yang berkali-kali dia tolak.       

"Apa ini rumah bapak Amar?" tanyanya setelah satpam keluarga mendekati gerbang rumah mewah karena mendengarkan instruksi bel berbunyi tanda ada tamu dari pemuda jangkung.      

"Iya.. bisa saya bantu mas?" kata satpam.       

"Saya ingin bertemu bapak Amar Tirto Aji" kembali Damar mengutarakan niatnya.       

"Wah beliau masih di kantor mas jam segini, tunggu saja 30 menit lagi pasti sudah datang. Biasanya sebelum maghrib sudah sampai sih mas" satpam keluarga Amar membuka pintu perlahan.       

"Em.. Nggak apa-apa saya menunggu di dalam pak?" Damar kembali menanyakan niatnya ke satpam. Tadi satpam ini terlihat galak dan tidak bersahabat, rumah mewah dengan gerbang menjulang tinggi biasanya Handal sekali mengusir orang, Damar sudah siap kalau harus pergi dan mungkin mengurungkan pula niatnya untuk bertemu orang itu. Minimal dia sudah punya niat, kalau tidak berhasil anggap saja hal tersebut adalah premis sejuta umat yang berbunyi 'lagi nggak jodoh'.       

"Hehe boleh tapi ada syaratnya" Satpam itu cengar-cengir aneh. "Boleh saya minta foto? Kamu Danu Umar kan?"       

_Ya elah tahu saja orang ini aku kaum pemes_ batin pemuda konyol ini.       

Dan ternyata benar pak satpam membuka pintu lebar-lebar kemudian mereka foto bersama, hal yang paling membuat Damar ngeri ialah ketika bapak bertubuh kekar ini membuka akun Instagramnya menunjukkan akun gosip @digosoksip yang memajang foto dirinya dan Aruna di kelilingi bodyguard pada pintu kedatangan domestik bandara Juanda Surabaya.       

"Mas kamu beneran yang viral ini kan?" tanya pak satpam.       

"Emmm...." Damar hanya mampu menggaruk sudut lehernya yang tidak gatal, _haduh ada ada saja nie bapak_ pemuda ini awalnya berpikir kalau dia terlalu femous sampai-sampai si bapak langsung minta foto, lah sekarang malah ni orang tanya yang di foto beneran dia atau bukan.       

"Kalau iya, saya kirim foto ini ke neng Marisa, dari pada nanti bapak Amar marah karena neng Marisa nunggui itu artis di bandara nggak pulang-pulang" si satpam menggerutu tidak jelas.       

"Lah? kok diem saja? Beneran ini kamu atau bukan?"       

"Terserah bapak saja deh" si Damar terlanjur keki dan bingung satpam di depannya ngomong apa, logatnya juga agak unik versi orang Surabaya.       

"Pak ngomong-ngomong saya harus duduk di mana?" kembali Damar menyatakan kebingungannya dan pemuda ini di antar menuju teras dengan dua kursi berjejer di sana.       

"Mas jangan ke mana-mana aku kirim dulu foto mas ganteng ke neng Marisa. Biar dia sendiri yang nentuin mas asli atau paslu" celetuk itu bapak.       

"Terserah loe deh pak" gerutu Damar.       

.      

.      

Sebuah mobil datang dan buru-buru gerbang kayu menjulang tergerser menimbulkan bunyi "sreeek" mengganggu tidur pemuda yang sudah bosan dalam penantiannya.       

Dia masih setengah sadar ketika langkah lari entah siapa menuju kepada dirinya dan secara mengejutkan: "AAAARGH" suara teriakan gadis muda seusia SMA bukan cuma membangunkan solois vakum lama. Pekikan itu juga membuat sang pemuda meloncat awas mencari perlindungan dengan mengangkat tasnya membetengi diri dari anak aneh yang serta merta ingin memeluknya.       

"Hah!! Siapa kau.. Minggir!! Woe.." Damar meronta mencoba melepaskan diri dari gadis aneh yang berkedip-kedip menatapnya.       

"Kak kau menakuti Danu Umar, sadarlah perkenalkan dirimu yang benar" yang baru keluar dari mobil gadis kecil jutek seusia SD menatap risi kakak perempuannya sendiri.       

"Emang aku di dunia nyata??" dan gadis jutek kecil itu menepuk jidatnya mendengar ungkapan aneh kakak perempuannya. Tepat ketika Damar mampu meloloskan diri dari pelukan aneh, pemuda ini melompat menuruni tangga teras lalu mundur beberapa langkah memastikan dia aman dari kumpulan manusia-manusia unik yang baru dia temui.       

"Jangan mendekat" kata pemuda terperangkap fans aneh versi benaknya. Pemuda ini mengangkat ke dua tangannya dengan telapak tangan terbuka tanda stop.      

"Saya kesini hanya ingin bertemu pak Amar, kalau dia tidak ada saya pulang,"      

"JANGAAAAAAN" pekik dua gadis aneh di depannya.       

.      

.      

|Ah' siapa mereka?|      

.      

      

.      

      

__________________________       

      

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

      

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

      

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

      

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

      

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.