Ciuman Pertama Aruna

II-96. Penasaran



II-96. Penasaran

0Damar tersenyum getir menatap keduanya. Pria yang menjadi tempat terbenamnya tubuh dan wajah perempuan mungil mengutarakan ungkapan tidak terduga kepadanya.      

Tepat ketika pemuda berjalan melintasi dirinya.       

      

"Kamu., akan selalu jadi saingan terberat ku sampai akhir. kau tahu kenapa? karena kamu adalah hero dalam hubungan kami, yang menjadikan cinta kami tumbuh. Terima kasih banyak Damar" Mata dua pria dengan kisah peliknya, saling bertatapan satu sama lain, kali ini tatapan mata mereka cenderung ungkapan pereda permusuhan.       

.       

.      

"Aku punya waktu hingga pukul sembilan malam Hen, enaknya kita ngapain?" tanya Aruna seiring caranya bersandar di dada Mahendra. Perempuan ini enggan menjauh, sejak turun dari stage T*DxSurabaya dia setia memegangi suaminya, "Oh aku punya sesuatu untukmu" Lanjut gadis bermata coklat ini menatap suaminya.       

"Aku juga mempersiapkan sesuatu untukmu," Mata biru tidak mau kalah dia memang sudah menyiapkan tempat spesial untuk Aruna.       

"Benarkah? Kau membuatku penasaran, tapi.. boleh-kah aku dulu yang memberikan kejutan" pinta Aruna.      

"Tentu, silakan sayang.."       

"Tutup matamu, walau ini tidak spesial. Tapi, aku pikir kamu akan suka" Pria penurut menutup matanya mengikuti perintah gadis yang dari tadi senyam-senyum kepadanya. Dan sebuah benda berbentuk tabung diletakkan tangan kecil Aruna pada telapak tangan Mahendra. Ketika pria ini membuka mata dia lebih suka melihat ekspresi istrinya yang tertangkap imut, bingung dan penuh harap dapat pujian.       

"Kau takut aku tidak suka?" Tanya Hendra, dia yang di ajak bicara mengangguk ringan. "Aku suka sekali sayang," ungkapannya mampu membuat Aruna berbunga-bunga dan mengusir mendung syahdu pada mata gadis ini.       

"Kamu pernah bilang supaya bisa tidur tiap malam perlu berolahraga, jadi aku belikan tumbler untukmu, aku berharap kamu selalu ingat kalau aku ada bersamamu tiap saat," jelas Aruna.       

"Begitu ya.. Baiklah aku akan membawanya bekerja," lesung pipi Hendra tersaji makin jelas.       

"Terima kasih Hen.."       

"Kenapa kamu yang terima kasih??" Hendra bingung.       

"Saat aku mencari kado ulang tahun pernikahan kita, aku tidak tahu benda apa yang harus aku beli. Em.. aku yakin semua yang kubeli tidak akan bisa memenuhi ekspektasimu" jujur sang istri.       

"Dan kau takut benda ini juga tidak sesuai ekspektasiku" pangkas Hendra.       

"Iya,"       

"Kau salah Aruna, benda ini sangat spesial. Kado pertama yang aku dapatkan darimu. Semua darimu selalu istimewa," pria ini mulai memeluk pinggang istrinya.      

"Lalu apa yang kamu persiapan kan untukku?" Tanya Aruna.       

"Sebentar lagi akan sampai, tak perlu menutup mata karena kejutan sepesial ku kali ini bukan benda,"       

"Baiklah akan aku buka lebar-lebar mataku," Aruna yang dulu sangat dingin perlahan menunjukkan sisi hangatnya. Hendra sadar atas perubahan gadis ini, jelas sekali dia menyajikan sesuatu yang berbeda dibanding satu bulan yang lalu sebelum dia memberi jeda. Sayangnya hati sang pria sedang dilanda kalut memikirkan jalannya sidang perceraian mereka.       

"Ku tuhu kamu memikirkan sesuatu," tiba-tiba Aruna bersuara, "Tapi aku tidak ingin suasana hati kita rusak hari ini, apa aku boleh egois Hendra? (dia yang diajak bicara tersenyum) aku ingin menikmati waktuku bersamamu tanpa peduli masalah yang kita hadapi" Aruna memeluk suaminya lekat-lekat gadis ini meletakkan kepalanya di dada Mahendra. Sang pria tidak sanggup mengabaikan perilaku manisnya dia memberikan usapan rambut dan dekapan.       

.      

.      

Aku tahu Hendra sedang kalut hari ini, pasti proses persidangan berjalan tidak mudah. Ku yakin cara menghibur paling tepat ialah melupakan sejenak beban di hati kami masing-masing. Aku sudah cukup lelah menangisi perjalanan pernikahan kami. Hari ini aku tidak mau menangis lagi, terlebih di hadapannya.       

Sebuah hari dengan 2 cerita yang berbeda, satunya tentang perceraian yang demikian memilukan dan yang satu adalah pencapaian yang aku inginkan. Penulis takdir punya cara begitu hebatnya, meletakkan ku pada dua tempat yang membuatku tak tahu harus memilih dan harus melangkah ke mana.       

"kejutanmu sudah dekat" suara Hendra membangunkanku dari sandaran kepalaku pada dadanya. Ketika aku keluar dari mobil dan tanganku di tuntun oleh Hendra, aku sama sekali tidak paham apa kejutannya.       

Aku hanya mengiringi langkah kakinya menuju taman hiburan yang dipenuhi gemerlap lampu. Se-menit, dua menit, aku berjalan begitu saja. Jujur sama sekali ku tak paham sedikit pun. Ada di mana kejutannya? Hendra hanya mengatakan: apa kau suka? dan aku masih mencerna suka maksudnya.        

Hingga ku sadari para petugas taman hiburan ini hanya tersenyum padaku?, "Tunggu," kataku pada Hendra memintanya berhenti. Dia terhenti sejenak membiarkanku melihat sekeliling. Aku baru sadar taman hiburan ini sepi sekali padahal aku berada tepat di tengah-tengah taman hiburan, harusnya tempat ini ramai, kenapa hanya ada kita berdua saja?.       

"Oh, ya tuhan Hendra?!" lirihku menutup mulut, amat terenyuh hingga tanpa aku sadari gula-gula di tanganku terjatuh. Cuma kita berdua saja yang ada di tempat ini. Di tengah-tengah puluhan wahana bermain termasuk bilik-bilik yang menawarkan hal-hal menyenangkan tentang imajinasi permainan.       

"Hendra," Panggilku       

"Ya"       

"Apa kau kosongkan tempat ini untuk ku,"       

"Menurutmu,"       

"Kau terlalu berlebih Hen," aku masih takjub memegangi lengannya mencari kesadaran dari cara Hendra memberikan kejutan.       

"Kapan aku biasa saja padamu," aku tersenyum mendengar ungkapan sombongnya itu. Lama tidak mendengar congaknya yang khas dengan senyum simpul menyebalkan. Aku tarik tangannya berlari-larian ke sana kemari, dan dia mengikuti segala keinginanku, "Hen, bisa jadi perbuatanmu ini mengakibatkan beberapa anak kecil menangis atau perusahaanmu kehilangan banyak uang dalam semalam." kataku.       

"Yang aku lakukan malam ini belum apa-apa di banding kelakuanku dulu," katanya sambil menembak beberapa boneka yang aku inginkan, dan sudah dapat di duga tidak ada satu pun peluru meleset.       

"Maksudmu,"       

"Tar," kata-kataku beradu dengan hempasan peluru kecil menjatuhkan bebek berjalan artinya aku mendapatkan boneka beruang yang ke 3.       

"Aku pernah mengulur pembukaan tempat ini hingga satu bulan penuh, karena kamu!" penjelasan Hendra membuat jantungku berdetup.       

"kenapa aku? Aku tidak pernah tahu apa-apa tentang tempat ini,"       

"Tar!" Suara tembakan terdengar lagi. Aku sempat tersentak kaget dan Hendra tersenyum puas menatapku.       

"Gara-gara rasa penasaranku padamu aku meng-cancel kunjungan ke Surabaya, meng-cancel lounching perdana tempat ini" katanya mendekat padaku.      

"Pe.na.sa.ran??" Aku sama sekali tidak mengerti apa maksud Mahendra.       

"Untuk menjebak anak kecil agar datang ke mansion Sky Tower, ku membiarkan pembukaan taman hiburan ini terbengkalai sebulan penuh. Al hasil para karyawan makan gaji buta pada bulan pertama mereka bekerja," (tidak bekerja karena tidak ada pengunjung alias belum di buka untuk umum)      

"Jadi waktu itu kamu sudah penasaran padaku?" kusadari aku selalu mengabaikannya dan tak pernah punya rasa ingin tahu kapan dan kenapa dia tertarik padaku.       

"Kalau aku tidak penasaran kenapa juga kau menguntitmu" celetuknya santai.      

"Sekarang pun aku masih di buat penasaran oleh perempuan yang sama" Tambahnya.       

"Tar!" kali ini tembakannya meleset.       

"Kau penasaran tentang apa sekarang?" tanyaku menangkap ekspresi kalutnya.       

"Kapan istriku pulang?"       

"Tar!" Tembakan Hendra meleset lagi dan jantungku berdetak kuat, bukan debar cinta melainkan ... ... ... ...      

      

.      

      

.      

      

__________________________       

      

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

      

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

      

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

      

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

      

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.