Ciuman Pertama Aruna

II-92. Penuh Dendam



II-92. Penuh Dendam

0"Baiklah.. kalau maumu seperti itu, aku juga akan berbuat semauku. Sekalian menjalankan strategiku".     

.     

Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran kak Anantha sudah kucoba memberanikan diri datang ke kantornya, kantor yang dulu hanya sebuah ruko dua lantai tidak jauh beda dengan surat ajaib bedanya ruko yang di huni kakak lebih luas dan lebar di banding startup ku. Tapi kini berubah total menjadi bangunan bertingkat 8 lantai dengan basement di bawah gedung yang tujuannya untuk parkir kendaraan para karyawan.      

Tambah terpukau lagi ketika aku masuk ke dalam di mana ruang resepsionisnya begitu formal dengan pelayanan yang berstandar kantor-kantor pada umumnya, sampai-sampai mereka bilang aku harus membuat janji untuk sekedar menemui kakak sebelum aku sempat mengatakan bahwa aku adik kak Anantha, bos mereka.      

Tempat ini seolah telah mengalami eksponensial[1] di luar prediksi. Kunaiki lift menuju lantai ruangan kakakku dengan pikiran yang tak bisa aku kendalikan, bagaimana kak Anantha bisa membuat perusahaannya demikian cepat berkembang. Aku turut bahagia, pantas saja seluruh kehidupan kami semenjak ayah mengundurkan diri dari DM delivery berpindah menjadi tanggungjawab kakak tertuaku ini.      

Kabarnya andai ayah mau, ayah dan ibu tidak mungkin tinggal di rumah mereka yang sekarang. Kak Anantha juga memiliki mansion yang siap kami huni, sayang ayah dan ibu lebih nyaman kembali ke rumah awal sebelum mereka mendapatkan fasilitas berlebih dari keluarga Djoyodiningrat.      

"Hai.. Aruna?" seseorang membangunkanku dari lamunan setelah keluar pintu lift dan berjalan beberapa langkah menuju ruangan Kakakku.     

"Oh, kak Rey," Aku tahu lelaki yang berdiri menyapaku adalah sahabat sekaligus rekan bisnis kakakku mereka tampak begitu erat. Orang ini pernah dengan sengaja dibuat dekat denganku oleh kak Anantha.      

"Bagaimana kabarmu? Em.. tumben ada di sini?" laki-laki ini menatapku dengan ramah memasang senyum manisnya. satu hal yang selalu ingin aku tanyakan tiap kali bertemu pemilik rambut halus yang menjuntai menutupi sebagian keningnya adalah tentang dia yang selalu menggunakan aksesoris pemberianku.      

"He.. baik, Aku ingin bertemu kakak"      

"perlu aku antar?"     

"Tidak.. aku tahu ruangan kakak di ujung situ" kataku sambil menunjukkan sebuah ruangan yang tampaknya lebih luar biasa dari yang lain.      

"Itu ruanganku, kakakmu tepat di sebelah kiri." Katanya sambil masih tersenyum.      

"Kak Rey juga ngantor di sini?"      

"Kadang, tapi tidak sering. Karena aku punya perusahaan sendiri yang perlu aku pimpin" ungkapan orang ini membuatku tidak mengerti, kalau dia punya perusahaan sendiri kenapa dia juga memiliki ruangan yang tampaknya spesial di perusahaan kakakku.      

Namun apalah aku untuk memahami sesuatu yang jelas-jelas di luar kapasitasku untuk memikirkannya.      

.     

Tepat ketika aku telah sampai di dalam ruangan kakakku, dan dia pun usai dari tumpukan pekerjaannya. Ku urai niatku datang ke tempat ini, terkait diriku yang ingin menghentikan sidang perceraianku dan Mahendra.      

Sesuai prediksi wajah Kakak berubah mengerut. Dia menatapku kecewa, bahkan sempat mendiamkanku beberapa saat. Hingga ucapan: "Aku tidak akan menghentikan sidang perceraian kalian" terlontar menggores dadaku.      

"kakak tidak akan marah dengan ucapanmu kali ini, kakak tahu kamu masih bingung dan bimbang. Tapi keputusan kakak, suatu saat pasti akan kamu syukuri"      

Sekali lagi aku mengatakan bahwa aku ingin melanjutkan pernikahanku dengan Mahendra. Aku ingin melanjutkan bahtera rumah tanggaku walaupun secara nyata, jujur aku tidak tahu apakah aku mampu mengarungi lautan yang demikian ganas dalam lingkaran kehidupan Mahendra.      

"Apa kamu tidak ingat bagaimana Kakak bersusah payah mengambilmu di Bali? Dan ayah yang setiap saat memikirkan  caranya supaya kamu cepat terlepas dari keluarga Djoyodiningrat? Sadarlah Aruna, kami ingin menyelamatkan masa depanmu. Jalanmu masih panjang, kehidupanmu masih bisa kau pilih daripada harus mendekam dalam bayang-bayang seseorang yang mengidap traumatic syndrome?"      

Entah mengapa kata-kata kakak menorehkan rasa kecewa di hatiku, seketika aku ingin memeluk Hendra. Aku tahu aku diambil dari-nya dengan susah payah. Aku juga tahu bagaimana ayah mengingatkanku berkali-kali agar mas Hendra tidak memilikiku seutuhnya.     

Namun, setelah aku tahu alasanku harus menjauh darinya hanya sekedar karena dia memiliki traumatic syndrome, tidakkah hal tersebut sebuah diskriminasi? Hendra juga manusia, aku mengenalnya lebih dari siapa pun. Aku tahu dia berjuang melawan dirinya agar bisa mendampingiku sebagai suami yang bertanggung jawab.      

Aku tahu tiap kali dia berbuat buruk padaku dia akan minta maaf dan berupaya sebaik mungkin memperbaiki kesalahannya, ingatanku masih kuat tentang dia yang tidur di depan kamar inapku setelah aku pingsan karena di kunci di kamar mandi. Mengingat betapa mengerikannya ketika aku menahan rasa lapar dan haus sendirian aku ingin berlari jauh darinya.      

Namun setelah kusadari dia begitu bersungguh-sungguh merawatku, menjagaku walau hanya dengan duduk di luar ruangan dan buru-buru masuk ketika aku butuh sesuatu, aku rasa tidak ada penyesalan yang mendalam melebihi cara Mahendra.      

"Seburuk apa pun dia aku sudah putuskan aku ingin tetap kembali padanya kak"      

Tahu apa yang di lakukan kakakku selanjutnya? Dia menggebrak meja di hadapanku penuh kemarahan, "Sadarlah Aruna!!" pekiknya memarahiku. "Tujuanmu di nikahi sekedar dijadikan kelinci percobaan untuk penyembuhan tuan muda Djoyodiningrat"      

Aku kerjapkan mataku sebab tak kuasa menerima kemarahan kakak. Ku coba bersih kukuh melawan kakakku, ini pertama kalinya dalam hidupku berani melawan keluargaku sendiri.      

Dan laki-laki di hadapanku mengeluarkan kata-kata penuh dendam yang sulit aku cerna maknanya, "selama bertahun-tahun Ayah sudah menjadi budak mereka. Kadang merelakan hari ulang tahun pernikahannya, merelakan pesta ulang tahunku atau tiba-tiba pergi di tengah liburan indah yang sulit kita dapatkan. Dan kau ingin meneruskan kebodohan ayah?"      

Jantungku berdetak demikian keras, rasanya ingin meledak saja mendengar ungkapan penuh dendam dari kak Anantha.      

"aku tidak rela adikku mereka ambil, sudah cukup adikku yang lain meninggal karena ayah tak kunjung datang untuk kami"      

"Adik?"     

"Ya! Sebelum kau hadir, aku dan Aliya punya adik. Dan ayah memilih mendampingi atasannya dari pada mendampingi bayi yang sedang sekarat."     

"Jadi Aruna. Jangan pernah bernego denganku untuk kembali kepada keluarga sialan itu! surat kontrak pernikahan yang di buat Hendra untukmu saja sudah cukup jelas! Dia hanya ingin menjadikanmu mainannya. Apalagi tahu kau sekedar alat untuk menyembuhkannya. Mereka, terutama Hendra telah menghina kita terang-terangan." Ucapan kakakku layaknya pisau yang menikam-menikam jantungku.      

Dalam perjalanan ku kembali pulang, masih terngiang di kepalaku kata-kata kak Anantha, "kakak tahu kamu masih terlalu muda untuk memahami kenyataan, mulai sekarang kakak yang akan mempersiapkan kehidupan Aruna. Kakak jamin akan lebih baik daripada kembali dengan Hendra."      

Ku hembuskan nafasku panjang-panjang seiring laju motorku menembus jalanan ibukota, aku bersyukur hari ini aku punya jadwal mengajar di sanggar belajar tempat anak-anak akan tertawa riang menyambutku. Pelipur lara paling alami dan paling manjur.      

"Aruna.. cobalah membuka hati. Kakak ingin kamu dekat dengan Rey, sahabat kakak yang satu ini adalah pria baik, turuti kemauan kakak. Nanti lambat-laun kamu pasti bisa melupakan Hendra" Beberapa kali tangan kecil menyentuhku membangunkan diriku dari lamunan.      

"Kak Aruna sedang sakit ya.. atau sedang sedih"      

"Enggak.. Siapa bilang"      

"Kakak melamun terus-terusan"     

Lalu ku dapati tangan lain yang lebih besar menyentuh lenganku, ternyata tangan kak Desi. "Aruna ayo ikut aku"     

[1] eksponensial : Peningkatan atau pertumbuhan yang melejit berlipat-lipat ganda.      

.      

.      

__________________________      

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/      

1. Lempar Power Stone terbaik ^^      

2. Gift, beri aku banyak Semangat!      

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan      

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.