Ciuman Pertama Aruna

III-189. Bisa Bertemu Nona



III-189. Bisa Bertemu Nona

0Gadis yang menangis segera membasuh air mata, ia langsung keluar mencari tahu apa yang terjadi pada seseorang yang nampak butuh pertolongan.      

"Ya Tuhaaan, anda kenapa? Apa anda sakit?" Kalimat ini tak terbalas.     

Perempuan itu muntah tak terkendali. Belum usai membuka kran air untuk membersihkan wastafel. Dia muntah lagi, lagi dan lagi. Kiki yang panik langsung memijat pangkal leher wanita tersebut.      

"Tolong.. Carikan minyak anginku, " suara panik perempuan tersebut mendorong Kiki menggeledah tas. Gadis itu segera membuka minyak angin, lalu mendekatkan sedekat mungkin pada hidung perempuan lemas.      

Kiki dengan cekatan membuka kran air,  supaya aroma muntahan segera menghilang. Lalu gadis itu berhenti sejenak untuk menuangkan minyak angin di telapak tangannya. Kihrani membalurkan minyak tersebut di sekujur punggung terbuka perempuan yang lemas.     

"Anda masuk angin Kak," entah apa penyakit masuk angin? Sebuah penyakit yang tidak memiliki definisi. Namun tanda-tandanya bisa di ketahui.      

Aruna memerah ketika mendapatkan pijatan yang lebih menyeluruh dari tangan Kiki.     

"Coba anda cuci muka," saran gadis yang sedang memijat.      

"Aroma jeruk itu, Aku tidak suka baunya," setelah sekian menit membantu perempuan ini menghilangkan rasa mual. Kiki mendapat penjelasan yang ia duga bahwa wanita tersebut punya alergi terhadap bau pengharum ruangan.      

"Apakah anda tersiksa dengan benda itu?" telunjuk Kiki mengarah kepada alat berdesis yang mengeluarkan asap berupa aroma menyegarkan. Anehnya itu menjadi masalah bagi perempuan yang sedang lemas.      

"Iya" Aruna mengangguk, raut wajahnya menampakkan ekspresi tersiksa.      

Hal tersebut mendorong Kiki untuk meraih benda berdesis, lalu melemparnya ke dalam tong sampah di sudut ruangan dan langsung menutupnya.      

Aruna sempat terkejut, gadis tersebut berani sekali membuang perabot Hotel milik suaminya. Andai Mahendra tahu pasti gadis ini akan mendapatkan sanksi berupa denda yang bisa jadi harganya dua kali lipat.     

"Bagaimana? Anda lebih nyaman sekarang?" pertanyaan Kiki selepas kembali mendekat kepada Aruna.     

Perempuan tersebut mengangguk ringan, kemudian menuruti saran Kihrani dengan membasuh seluruh wajahnya.      

"Mengapa punggung Anda terbuka? Apakah terjadi sesuatu yang buruk pada anda?".     

Saat ini mereka berada di toilet hotel bintang 5. Perempuan yang Kiki temui bisa jadi seumuran atau mungkin 1 tahun di atasnya, terlihat berantakan dengan baju belakang terbuka, dan muntah-muntah tanpa jeda.      

Mungkinkah perempuan ini adalah perempuan simpanan?.     

Otak Kiki bergerak kemana-mana punggungnya punya banyak bekas luka. Cukup mengerikan ketika di amati.      

"Ukuran baju yang di belikan pengawal, eh' temanku salah," ujar Aruna kepada perempuan asing tersebut.     

Kiki Buru-buru meraih tasnya sendiri, lalu mengeluarkan hoodie.      

"Anda boleh mengenakan hoodie ku," tawar Kiki selepas mengeluarkan benda itu dari tasnya.     

"Apa kamu tak ingin membantuku menarik resleting?" pertanyaan Aruna mendapatkan anggukkan. Kiki segera melakukannya. Sayang sekali ini tak mudah     

"Em.. mungkin karena aku hamil jadi tidak muat, temanku lupa ukuran bajuku,"      

"Oh, Anda hamil?!" Kiki baru sadar perempuan ini muntah karena kondisi kehamilannya.      

"Kenapa tadi kamu menangis?". Aruna tampak lebih segar setelah mencuci muka. Walaupun tubuhnya terasa lemas, perlahan dia bisa menemukan dirinya.      

"Hehe, aku hanya kesal pada seseorang dan lapar," Kiki benar-benar membantu Aruna mengenakkan hoodie miliknya. Dress yang di kenakan tidak muat untuk ibu hamil, terutama di bagian dadanya yang ikut membesar akibat hormon kehamilan.     

"Ooh.. kamu menangis karena lapar? Aku lemas sekali saat ini, kau mau aku traktir makan?" Aruna coba membalas kebaikan Kiki.     

"Tidak usah.. aku tak mau merepotkan, tadi aku cuma-"      

"Sungguh" Aruna menangkap kedua telapak tangan Kiki, "Aku ingin berbaring di salah satu kamar hotel sambil menunggu suamiku. Sayangnya aku tidak berani berada di dalam sendirian, kita bisa makan bersama dan kamu menemaniku istirahat sebentar,"     

"Mohon maaf saya harus pulang," cara bicara Kiki terdengar lebih ramah, ia menyamakan cara bicaranya dengan perempuan yang ada di depannya.     

"Uuhh sayang sekali," mendengarkan keluhan Aruna, Kiki mengumbar senyum tipis di bibirnya.      

"Kita temui ajudan ku dulu ya, eh maksudnya teman-temanku, supaya aku bisa mengembalikan hoodiemu" monolog Aruna mendapatkan anggukan.      

Baru beberapa langkah Aruna berjalan, rasa pening menerpa kepalanya. Kiki terdorong untuk mendekat. Dia memapah ibu hamil yang terlihat kian lesu.      

Tepat ketika Kiki keluar dari kamar mandi, sekelompok laki-laki berlarian mendekatinya.      

"Nona? Nona anda tidak apa-apa?" tiga orang pria mendekati perempuan di bahu Kiki. Dan yang satunya berlari setelah mengatakan akan memberitahu Tuan.      

_Wah ternyata perempuan ini princess_ guman Kiki dalam hati, menyadari beberapa kali wanita di bahunya mengatakan kata 'ajudan' yang kemudian selalu di ralat menjadi teman-teman. Ternyata benar, ibu hamil ini punya sekelompok pengawal.      

Dan saat ketiga laki-laki di hadapan Kiki terlihat ingin merengkuh untuk membatunya, mereka serempak di liputi ekspresi bingung bercampur canggung. Ingin meraih lengan di sisi lain saja -ketiganya saling memandang dan melempar tatapan seolah berkata 'kamu saja!'.      

"Hai.. anda, apa bisa membantu menemani Nona kami? Dia takut sendirian. Dan kita tidak punya izin untuk  masuk ke dalam kamar.!" penjelasan Ajudan itu serupa dengan apa yang disampaikan perempuan lemas tersebut.      

"Em.. tapi aku harus-"       

Ucapan Kiki di abaikan, perempuan yang kian lama terlihat lemas di tangkap dan di gedong ajudannya (Herry).     

"Herry belikan temanku makan malam," Lamat-lamat suara perempuan itu terdengar.     

Ajudan yang menggendong nonanya bergerak cepat menuju kamar hotel terdekat. Sedangkan Kiki di tarik lengannya oleh salah seorang lelaki lain berpakaian serupa dengan yang menggendong nona tersebut. Alvin memastikan gadis itu mendapatkan makan malam.     

"Em.. Ini tas kakak tadi" Ajudan tersebut menyerahkan benda itu sebelum keduanya berniat akan berpisah.      

"Nona kami kemungkinan akan bertanya, Apakah kami sudah menjalankan perintahnya ataukah belum?"     

Maksud alvin adalah membelikan Kiki sajian makan malam, gadis yang menolong nonanya di kamar mandi tersebut.     

"Tidak apa-apa, katakan saja aku buru-buru, sekarang sudah malam dan aku harus pulang," Kiki melengkapi pamitnya.      

"Kalau begitu boleh saya minta nomor handphone anda? Biar nanti nona bisa menghubungi anda? " pinta Alvin. Dan Kiki segera mengeluarkan Handphonenya.      

Dari arah belakang terdengar suara langkah lari, seseorang menghentikan cara lelaki di depan Kiki mengetik nomor handphone. Ajudan tersebut menundukkan separuh tubuhnya.     

"Di kamar nomor berapa istriku?" suara berat, dan memiliki penekanan di ujung kalimat. Mampu mendorong Kiki untuk segera menoleh.      

Pria tinggi tegap, dengan mata biru cemerlang berpadu rambut kecoklatan. Struktur wajahnya sangat sempurna, hidungnya mancung, bulu matanya lentik, dan bibirnya-.     

Tiba-tiba Deskripsi di otak Kiki terhenti. Dia pernah melihat wajah itu, tapi di mana? Hotel ini juga. Bukankah Thomas pernah menyuruhnya ke tempat yang saat ini ia kunjungi.     

DJoyo ritz hotel dan lelaki bermata biru yang disebut Presdir.      

"Em.. boleh aku tahu nama pria yang baru saja pergi," ujar Kiki selepas lelaki itu berjalan menjauh. Baru saja berhasil membuka smartphonenya, gadis itu memainkan jarinya menuju aplikasi Instagram.      

"Oh' yang barusan bertanya padaku?" tanya Alvin.      

"iya. Apakah dia.. " ini suara Kiki.      

"Tuan Hendra," jawab Alvin.     

"Mahendra Djoyodiningrat, apakah orang itu sama dengan pria di foto ini?" Kiki menunjukkan layar handphone kepada Alvin.       

"Benar, ini akun official Tuan kami Mahendra," kalimat yang diucapkan Alvin menimbulkan getaran baik di dalam dada maupun tangan Kiki.      

_Jadi lelaki itu.. Tuan muda yang dibicarakan Thomas?_      

nasib Thomas ada di tangannya, dan perempuan yang meminta tolong dengan nada bicara lembut tersebut adalah istrinya.      

"Em.. Aku berubah pikiran, makan malam dari kalian sepertinya bakal luar biasa," Kiki mengubah keputusannya.     

"Dan satu lagi, setelah aku makan, apakah aku bisa bertemu nona kalian lagi? Atau bertemu tuan kalian? -Kak?" gadis ini terdengar cukup lancang, membuat Alvin mengerutkan dahinya.      

"Maksudku, jaket ku masih dipakai nona yang tadi, mungkin nona.. "      

"Nona Aruna," Alvin menyela kalimat yang diutarakan Kiki.      

"Baik, maksudku pasti nona Aruna ingin mengembalikan jaketnya padaku, dan aku berharap bisa berjumpa dengannya secara langsung sekali lagi," mendengar kalimat permintaan yang sedikit bernada harapan tersebut membuat Alvin kurang nyaman.      

"Baiklah kita makan dulu," Alvin mengantar Kiki menuju resto di lantai kedua Djoyo Rizt Hotel.      

"Jangan khawatir, kalau nona anda tidak ingin berjumpa denganku, tak masalah. Tapi aku berharap kamu bisa memberitahukan keinginan ku," pada sela-sela Kiki menyantap makanannya, gadis berambut hitam pekat ini konsisten berusaha merayu Alvin supaya bisa bertemu, salah satu dari Aruna ataupun Hendra.      

"Selesaikan dulu makannya.." Alvin mengangguk tapi tidak yakin bisa memenuhi permintaan gadis asing tersebut. Ia cukup lancang.      

NOVEL CIUMAN PERTAMA ARUNA HANYA DI WEBNOVEL     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.