Ciuman Pertama Aruna

III-255. Perempuan Ayu



III-255. Perempuan Ayu

0Dan betapa mengejutkan bagi Sukma, ketika Wiryo tiba-tiba kembali, "Apa kau suka dengan yang terjadi semalam?" Sukma menghirup udara, bersiap membuat jawaban, ketika dia yang bertanya merebut kesempatan Sukma, "Aku menyukainya. Cepat selesaikan mandimu, ada yang ingin aku berikan padamu,"      

Detik dimana seorang perempuan ayu keluar dari kamar mandi, dia mendapati sebuah dokumen untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Tampak pula berkas-berkas lain yang sejujurnya Sukma tidak paham, kenapa dia diharuskan membacanya lalu kemudian menandatanganinya.      

Disaat Sukma bertanya, apa maksud dan tujuan dari dokumen-dokumen tersebut?.     

Wiryo hanya mengatakan, "Ini jaminan untukmu," sembari mengembalikan berkas-berkas tersebut ke dalam kotak penyimpanan. Sebuah berangkas besi yang butuh diputar beberapa kali hingga kode rahasia yang menjadi kunci dapat terpenuhi, lantas terbuka lebar.     

Mungkin, di kemudian hari Sukma akan menyadari, bahwa jaminan Wiryo adalah saham perusahaannya.      

Sejak malam itu, dan malam-malam berikutnya. Wiryo selalu datang ke kamar yang seharusnya. Tempat di mana Sukma biasa terlelap, dalam setahun mereka bersama.      

Kamar utama rumah induk menghangat, tatkala Wiryo muda mulai terbiasa memeluk istrinya. Dia pulang lebih cepat, makan apa yang disajikan oleh Sukma, dan menghabiskan sisa hari itu dengan perempuan ayu yang penurut.      

Sukma penghibur si pendiam yang hidupnya penuh tanggung jawab, sejak dilahirkan. Pria kesepian mendapati istrinya yang periang, tersenyum sepanjang hari dan tak pernah menuntut apapun.      

Sukma yang jarang diberi kesempatan keluar rumah, kecuali ikut serta dalam perjalanan bisnis Wiryo yang ujung-ujungnya hanya sebagai teman tidur -tak pernah diikut sertakan pada pertemuan bisnis maupun jamuan makan bersama para kolega bisnisnya-, cukup menghabiskan hari dengan berkeliling menikmati kota yang dikunjungi, lalu kembali saat suaminya telah usai dengan pekerjaannya.      

Dan di masa kuliah -lah, Sukma mulai terbuka terhadap siapa suaminya yang sebenarnya.      

Pada tahun awal perkuliahan, hingga tahun kedua Sukma diantar kuliah secara diam-diam oleh mobil mewah. Kemudian, orang yang berada di dalam kendaraan roda empat tersebut akan mengawasinya, sampai kembali pulang.       

Kalau perlu, di kala kegiatan kelompok dengan mahasiswa lain, orang-orang Wiryo akan menjaga dan mengawasi dari kejauhan.      

Wiryo muda berbeda dengan Hendra yang lebih moderat terhadap keterbukaan.     

Wiryo, sejak belia konsisten tak mau tampak di muka umum. Dia memilih digantikan oleh perwakilannya, kecuali terkait pertemuan bisnis yang tertutup untuk umum. Sehingga Sukma tidak mendapatkan gambaran, siapa suaminya.      

Sampai pada tahun ke 3, dikala perempuan ayu tersebut hamil sambil menjalani aktivitas perkuliahan. Sukma, si ramah yang periang dan mudah mendapatkan teman, mulai mendapatkan pertanyaan-pertanyaan terkait siapa suaminya yang sebenarnya.      

Sukma sendiri kebingungan ketika menjawabnya, selain nama Wiryo dan tempat tinggal mereka yang cukup jauh dari kota. Teman-temannya minim pengetahuan -kecuali mobil mewah yang tiap saat mengantar jemput Sukma-, kian tajam membuat berbagai dugaan     

"Apa kamu istri muda?" Tanya seorang teman Sukma secara frontal.      

"Bukan,"      

"Kamu perempuan simpanan?" Suara lain ikut menyambung pertanyaan dengan negatif.      

"Bukan juga,"      

"Lalu siapa suamimu??" Mereka terus mencecar dengan pertanyaan yang sama, berulang.      

"Wiryo," Hanya satu kata penggambaran Sukma terhadap suaminya.      

"Kau, punya fotonya?" Sepertinya, manusia tak pernah mempunyai rasa puas terhadap rasa keingintahuan.      

"Em.. kata suamiku itu privasi," Beginilah yang paling disukai oleh Wiryo. Perempuan penurut yang tak banyak menuntut.      

"Yaaahh kok gitu," Dan nada kekecewaan serempak mereka lontarkan.      

Sukma pulang sambil merengek sepanjang malam. Ia mengeluh dan terus bertanya, kenapa dia tidak di izinkan sekali saja menunjukkan keberadaan suaminya?.      

Sedangkan si lelaki pendiam dan dingin, tak pernah menanggapinya sedikitpun.     

Hingga sampai kepada kegiatan pekan raya atau bazar kampus yang ditunggu-tunggu setiap mahasiswa, di zamannya. Wiryo memaksakan diri untuk hadir menjemput istrinya yang tengah hamil, akan tetapi masih diharuskan hadir pada pentas paduan suara sebagai penampilan teman-teman satu kelasnya.      

Teman-teman Sukma menjerit heboh, tatkala perempuan ayu tersebut didatangi oleh pria dengan berjas rapi dan berdasi, sepatu pantofel mengkilap, serta seorang asisten yang membuntuti langkahnya.      

Tanpa bicara, Wiryo sekedar menggerakkan dagunya supaya Sukma lekas pulang bersamanya. Malam itu langit terlihat cerah, dengan gemerlap lampu yang menghiasi lapisan mata memandang.      

Dengan balutan dress polkadot berwarna kuning cerah, dipadu padankan dengan sebuah luaran yang membalut tubuhnya dengan pita kecil di leher sebagai pemanis. Tak lupa pula, rambut bergelombang yang indah pada masa itu. Sukma menjerat lengan suaminya, minta ditemani berkeliling.      

Tanpa diduga, Hal pertama yang dilakukan oleh Wiryo, melepas jas dan menarik dasi yang membuat nyeri pangkal lehernya, kemudian melonggarkan 1 kancing baju. Benda-benda tersebut diserahkan kepada asisten yang berjalan di belakang.      

Malam yang membuatnya menyadari, Sukma istimewa di hatinya. Dan mulai mencuri banyak perhatian dengan konsisten menjaga mandat Wiryo, yakni bersikap setia, penurut, serta melayani sepenuh hati. Terlebih bayi kecil di dalam perutnya, yang kian melengkapi kebahagiaan mereka berdua.      

Sukma masih belum tahu siapa suaminya, atau mungkin memang dikondisikan tidak tahu apa-apa oleh Wiryo. Hingga hari itu tiba, selepas sebulan lebih bazar pekan raya usai dengan menyisakan banyak cerita heboh.      

Kehebohan lain hadir, yang paling santer diperdengarkan oleh kelompok-kelompok mahasiswa kelasnya ialah sebuah artikel di majalah Intisari [1], kanal informasi paling akurat oleh sebagian besar masyarakat kala itu.      

Artikel tersebut memuat 7 konglomerat Indonesia, yang tidak banyak dibicarakan. Pada urutan ketiga, wajah yang tidak asing bagi Sukma dipertunjukkan oleh sahabatnya.     

"Bukankah, ini suamimu?" Dia yang sedang membaca majalah, mengajukan pertanyaan kepada Sukma.      

"Benar kan, Sukma?" Suara lain menyambung, mencari konfirmasi.      

Sukma segera merebut majalah yang disodorkan oleh sahabatnya, di atas meja tempat ia duduk. Diamati lamat-lamat sebuah halaman bertuliskan, Wiryo Djoyodiningrat pemilik tunggal aset Djoyo Makmur Group. Salah satu dari tujuh perusahaan terbesar, di Asia Pasifik.      

Sukma membacanya sampai tiga kali berturut-turut. Di majalah tersebut tertuliskan, Wiryo sebagai pewaris resmi aset keluarga Wijoyo dan Diningrat. Dengan aset utama, sekian triliun. Serta bisnis yang bergerak dalam bidang perhotelan, real estate, perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya.      

Sukma tidak lagi mengikuti jam pelajaran pagi itu. Dia membawa majalah Intisari dalam dekapannya, lalu meminta supir pribadinya untuk mengantar, menemui suaminya.      

Sopir Sukma menolak. Perempuan tersebut malah dibawa pulang ke rumah induk.      

Di malam harinya, Sukma menunggu Wiryo membuka pintu utama rumah induk. Sampai ia tertidur di ruang tamu, lelaki yang tengah ia tunggu tertangkap mengelus rambutnya, untuk membangunkannya "Mengapa tidur di sini? Kamu lupa peraturannya? Tidak diizinkan menungguku pulang kerja,"      

Wiryo tersentak, ketika Sukma terbangun lalu menyodorkan sebuah majalah yang salah satu halamannya terlipat.     

Wiryo membukanya sekilas, kemudian menutupnya begitu saja: "Dari mana      

, kau dapatkan ini?"      

"Teman-teman di kampus ku,"      

"Mulai besok, fokus pada kehamilan mu saja. Kau tidak perlu lagi masuk kuliah sampai melahirkan, dan merasa siap kembali melanjutkan kuliahmu," Beginilah Wiryo yang terkenal pendiam, dingin dan otoriter.      

"Kenapa begitu?" Dan Sukma hanya mampu sekedar bertanya, tak pernah menuntut.      

Dia yang ditanya tidak menjawab apapun, kecuali menarik lengan Sukma supaya lekas berdiri dan berpindah tidur di kamar mereka.      

"Kamu tidak mau menjawabku?" Sepertinya, kali ini Sukma benar-benar dilanda rasa penasaran terhadap keputusan Wiryo.      

Wiryo hanya membalik tubuhnya sesaat, menatap Sukma. Tak lama kemudian dia menggiring langkahnya mendekati tong sampah, dan membuang majalah tersebut ke dalamnya begitu saja.      

Dingin dan keras, tak banyak bicara, serta selalu misterius. Mengakibatkan Sukma sekedar mengikuti perintahnya, dengan tak lagi masuk kuliah. Sampai kepada bayi cantik lahir, dan menjadi kado terindah pernikahan mereka.     

.     

.     

[1] Intisari adalah nama majalah bulanan yang berasal dari Indonesia dan pertama kali diterbitkan pada tahun 1963 dalam bahasa Indonesia. Majalah ini didirikan oleh PK Ojong dan Jakob Oetama dan dalam pengelolaannya dibantu oleh J. Adi Subrata dan Irawati.     

.     

.     

_____________________     

Hallo sahabat pembaca     

Terima kasih sudah menunggu novel saya terbit. Bagi yang ingin membaca novel berikutnya, Saya rekomendasikan novel sahabat saya "nafadila" dengan judul "I'LL Teach You Marianne" aku yakin kakak-kakak. So, tambahkan ke daftar pustaka.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.