Ciuman Pertama Aruna

III-243. Tempatnya Untukku



III-243. Tempatnya Untukku

0Pendengaranku kian tajam, mataku juga semakin jeli, bahkan aroma parfum tiap orang bisa aku rasakan.     

Orang normal tidak akan sehebat diriku. Tunggu, bukan aku yang tidak normal. Kalianlah yang terlalu standar.     

Aku bahkan bisa membedakan aroma macam apa yang disukai Hadyan. Pria itulah tujuan dari misiku pulang ke negara ini.     

Bagaimana tidak? Aku tidak pernah menemukan rasa disayangi dan diutamakan seperti kala aku berada dekat Hadyan, dari aku belia hingga tumbuh dewasa.     

Hadyan membayang-bayangi kepalaku setiap saat, terlebih kala aku dikurung di apartemen orang temperamental itu. Bau-bau alkohol selalu membuat kepalaku berdenyut. Yang membuatku tetap waras adalah, mengenang masa lalu kala bersama Hadyanku.     

Kami bermain bersama setiap saat, dan di setiap hari. Sekolah menengah pertama yang mengesankan, ketika aku selalu menjadi primadona di hatinya. Tapi.. tiba-tiba saja adikku memberi informasi yang mengejutkan, Hadyanku sudah menikah dengan seorang perempuan.     

Aku sangat terluka. Aku yang berhasil terbebas dari si bau alkohol, mencoba mencari lelaki yang punya rasa sayang sebesar cara Hadyan. Rasa kasih yang selalu dominan. Dan betapa tersiksanya diriku, kala tak kutemukan siapa pun yang seindah Hadyanku.     

Mereka semua egois. Ketika bosan denganku, dengan mudah mereka akan pergi dengan yang lain. Dan disaat aku menemukan kesusahan, tak sedikitpun empati yang mereka tunjukkan. Mereka tidak peduli dengan air yang menetes di pipiku. Sialan.     

Aku tidak pernah berniat buruk pada siapapun. Aku hanya ingin dekat dan erat dengan Hadyan seperti dulu. Tapi gadis itu, gadis yang kabarnya menikah dengan Hadyanku tanpa adanya rasa cinta, punya aroma yang terlalu disukainya.     

Hadyan setiap hari murung karenanya. Aku hanya ingin membantunya terbebas dari perasaan itu. Perasaan yang tidak menentu, yang ditawarkan oleh gadis dengan aroma tubuh yang khas. Tak sedikitpun aku membencinya, apa lagi untuk melukainya.     

Tapi hari itu. Hari pertama aku menjadi sekretaris Hadyan. Hari dimana Hadyanku berpura-pura tidak mengenalku, dan bersikukuh tak mau menanggapi cerita masa kecil kami. (Season II, Catatan Kecil)     

Penolakan-penolakan Hadyan atas memori indah masa kecil kami, sangat menyayat hatiku. Aku sangat sedih dan terluka kala itu, hingga aku memilih berlari menuju pintu keluar.     

Tiba-tiba seorang gadis dengan pakaian seadanya, bercelana jeans dengan kaos oblong dan tangan yang dipenuhi aksesoris aneh, tertabrak tubuhku. "Oh maaf.. kakak tidak apa-apa??" dia berseru manis padaku. Rambutnya dikuncir kuda dengan pita bermotif buah cherry, biasa saja. Tidak menarik sama sekali, tidak pula terlihat cantik.     

Anehnya, Hadyanku langsung melompat menuruni ranjang. Dia berbinar dan terlihat sangat bahagia. Saat melihat hal tersebut, ku hentikan langkah kakiku. Aku mengintip mereka. Aku suka mereka yang awalnya bercakap-cakap mesra, lalu tiba-tiba saja bertengkar dengan hebatnya.     

Gadis itu terlihat sangat sabar menghadapi Hadyan yang meledak-ledak. Dulu, aku akan berlari saat lelaki itu sudah sampai pada titik ini.     

Anehnya, ketika Hadyan mulai berbuat kasar padanya, dengan berteriak-teriak kesetanan.     

"JAWAB ARUNA!!"      

"KENAPA DIAM SAJA?!! JAWAB!!"     

"Sabar Hendra, sabar.. kita bisa lewati ini" (seasoan II, Mantra Penyihir)     

Dan hal tersebut tidak jauh dengan deskripsi yang dijabarkan Leona. Anak muda yang inferior. Bayangkan, dia tidak marah sedikitpun saat Hadyan memakinya dengan kata bodoh.     

"Hiks.. hiks.. Kau boleh marah padaku, tapi jangan menghinaku" Bukannya marah, gadis tersebut malah menangis.     

"Lalu aku harus bagaimana? Aku harus bersikap manis? Manis pada perempuan yang menandatangani surat pernyataan perceraian?!. Hahh.. haha.. Kau membuatku gila..!!" Dari balik celah kecil aku mengintip.     

Hadyan mendekati gadis yang sudah ia pojokkan pada dinding. Tangannya mulai memegang rambut dan mencengkeramnya sangat kuat. Jika itu terjadi padaku, aku pasti akan berteriak hebat. Akan tetapi, tak sedikitpun terdengar kalimat protes yang keluar dari gadis inferior tersebut.      

"Kau sudah menyembuhkan sindrom ku, tapi belum mengajarkanku cara meredam emosi" cengkeraman Hadyan pada rambut gadis itu semakin kuat. Seperti yang sering aku lihat dulu, ketika ia emosi tubuhnya terlihat bergetar. Mungkin ketika aku dekat dengannya, aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang naik turun.     

"Kita pilih saja, pilihan kedua.." Aku tidak paham apa itu pilihan kedua, tapi Hadyan kala itu tertangkap sangat menakutkan. Tangan kirinya mencoba meremas dagu istrinya, supaya berkenan menerima kecapan secara kasar dan beringas.      

"Hen.. biar aku bicara sebentar saja.." Hadyan tidak lagi peduli dengan kata-katanya. Jelas dia mengecap sesuka hati dan berniat memperkosa gadis inferior itu. Aku yang melihatnya saja merasakan merinding dan mengasihaninya.     

"Aaargh.. Kau menyakitiku" Hadyan benar-benar menyiksanya.     

Gadis tersebut hanya bisa menangis dan terdiam seribu bahasa, tak mampu berucap lagi. Membiarkan Hadyan mengoyaknya secara bringas. Menggigit tubuhnya, tak melewatkan walau hanya seinchipun. Dan aku sebagai perempuan tahu, dia kesakitan bukan main. Bukan hanya fisik, tapi juga batin.     

Anehnya, Sangat-sangat aneh. Gadis yang jelas-jelas mendapatkan perilaku kasar dan tidak manusiawi tersebut malah membuka tangannya, memeluk Hadyan erat-erat.      

"Tenang Hendra, tenang.." Dia membelai lemah lembut Hadyan yang sedang merusak dirinya.      

"Hen... Tenanglah.. sabar.. lihat aku.. Hendra dengarkan aku.." dia tetap bertahan dalam kesabaran, dan ini sangat gila bagiku. Aku tidak tahan sekedar jadi penonton. Ku langkahkan kakiku kembali masuk ke dalam ruangan.     

"HADYAN APA YANG KAU LAKUKAN!! DIA KESAKITAN!!" Aku lontarkan kegelisahanku. Kudorong sekuat-kuatnya tubuh tersebut. Aku berusaha keras menyelamatkan gadis inferior tersebut.      

"SADAR HADYAN SADAR!! DIA KESAKITAN..!!" Hadyan yang terdorong olehku berusaha bangkit dan menyerang gadis itu kembali.     

"STOP!! BUKA MATAMU!! DIA KESAKITAN!" aku berdiri di antara mereka. Kuhalangi dan kulindungi gadis itu dari keinginan Hadyan memburunya.      

Tapi gadis aneh tersebut bukannya menghindar atau mengamankan diri. Dia malah melebur, membiarkan dirinya tertangkap oleh Hadyan. "Hendra.. tenanglah.. tenanglah.. aku masih istrimu kan??" Suaranya terdengar lembut dan seperti mantra sihir.     

Aku tercengang bukan main  _itu istri Hadyanku?_      

Betapa terkejutnya aku, Handyaku yang bermata biru melemah seketika. Dia dipeluk dan didekap tubuh mungil, yang terus mengucapkan kalimat-kalimat penenang. "Tenanglah Hen.. lihatlah aku.. tenanglah, aku masih istrimu.. lihat aku di sini"      

Diluar dugaanku, Hadyan melembut. Ia perlahan bisa meredam amarahnya. Deru nafasnya naik turun, mulai tenang.     

Hadyan terlihat mengerjapkan matanya berulang, lalu menatap netra coklat istrinya. Dan gadis tersebut tersenyum lebar tanpa keluhan.      

Untuk pertama kali dalam hidupku, dan seluruh memori kenanganku bersama Hadyan. Aku tak pernah melihat mata lelaki tersebut berkaca-kaca     

Mata birunya menyorotkan kesedihan yang dalam. Ia duduk dengan kalut di atas sofa. Aku benar-benar tertegun dengan perilaku gadis bertubuh mungil yang mengaku sebagai istri Hadyan     

Gadis itu mendekat dan membiarkan Hadyan mendekap dirinya. Bahkan ia dengan suka rela menawarkan lapisan baju di atas perut, untuk digunakan suaminya menangis diam-diam.     

"Kak, boleh aku minta bantuan untuk mengambilkan air putih?" aku masih ingat permintaan yang keluar dari mulut gadis yang bajunya masih berantakan, dikoyak oleh Hadyan.      

Aku sempat berpikir minuman tersebut untuk dirinya sendiri, karena dia masih dalam pelukan Hadyan, dan tak bisa bergerak. Nyatanya, ia serahkan kepada suaminya yang sedang kalut memeluk perutnya.      

"Hen.. minum dulu.." gadis tersebut mengelus rambut Hadyan. Ia membujuk dengan bisikan-bisikan lembut supaya mata biru yang bersembunyi di perutnya, berkenan merenggangkan pelukannya. Lantas meminum air putih untuk meredakan emosinya.     

Dan detik berikutnya, sebuah petir menghantamku. Hadyan meminta maaf secara tulus, penuh penyesalan. Aku masih ingat kata-katanya. "Terima kasih sayang.. ma-maaf kan aku.." suaranya terdengar gugup dan bergetar. Seolah-olah takut tidak termaafkan.     

Aku tidak pernah melihat Hadyan -yang dulu- punya keinginan untuk menangis, walaupun hidupnya sangat pahit. Apalagi mampu mengutarakan kata maaf dan terima kasih. Aku bahkan tidak yakin, yang kulihat saat ini adalah pria yang sama dengan yang dulu kukenal.      

Hadyan -yang dulu- tidak bisa mengikuti perintah orang lain. Dia punya keinginannya sendiri. Sekali lagi, dia tidak sama dengan apa yang kulihat hari ini.     

Wajahnya memerah dan sembab, karena rasa bersalahnya terhadap gadis yang kini tiba-tiba dia turuti kata-katanya.      

"Nana tolong carikan baju untuk istriku" perintahnya masih tajam di ingatanku.      

"Tak perlu Hen.. aku bisa kenakan jaketku" istrinya menolak dengan lembut "Aku ingin bicara lebih dalam denganmu, sekarang!" Ujarnya lagi, yang sejalan kemudian melirik keberadaanku -Anna-.     

"Anna keluarlah.." sungguh mengejutkan! Aku diusir dengan satu lirikan.     

Setiap kata-kata gadis yang tampak biasa saja tersebut, layaknya mantra seorang penyihir hebat. Ia mampu mengendalikan dan menguasai Hadyanku.     

Pada detik ini aku sadar, posisiku telah digeser oleh seseorang. Dan dari sinilah, sebuah ide tertanam di otakku. Ide-ide liar yang kemudian menghantuiku setiap saat. Aku tidak sekedar ingin mendapatkan kasih sayang Hadyan. Aku juga menginginkan tempatnya -Aruna- untukku.       

.     

.     

_____________________     

Hallo sahabat pembaca     

Terima kasih sudah menunggu novel saya terbit. Bagi yang ingin membaca novel berikutnya, Saya rekomendasikan novel sahabat saya "nafadila" dengan judul "I'LL Teach You Marianne" aku yakin kakak-kakak penasaran. So, tambahkan ke daftar pustaka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.