Ciuman Pertama Aruna

III-232. Menelan Kemarahan



III-232. Menelan Kemarahan

0Semalam, sebelum putra sulung Lesmana sampai di rumahnya. Pria tersebut sesungguhnya mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakkan, yaitu diseret ke dalam mobil oleh ajudan adik iparnya yaitu Herry.     

Selepas Surya dengan pandainya meramu percakapan demi percakapan diplomatis khas diri seorang pimpinan korporat sekretariat seseorang yang saat ini mengembangkan tugas sebagai wakil CEO DM grup.     

Surya mencoba mencari jalan tengah agar kedua rival bisnis turun temurun tersebut memilih jalan yang bijak, alias tidak membuat keributan lebih parah lagi di dalam ballroom. Surya mendesakkan sudut pandangnya kepada tiap lawan bicara, bahwa ke-ngotot-an salah satu pihak bakal menjadi bahan bakar kacau berikutnya.     

Surya jarang gagal, masuk malam ini. Wakil Mahendra secara mulus mengurai bersih tegang Anantha dengan EO acara launching produk digital Tarantula.     

Anantha tentu saja tetaplah seorang perusak acara, dia perlu menyingkir dari ballroom ini secepatnya, sehingga Herry didorong oleh Surya untuk bertindak secara berani, ia membungkam mulut pria yang ingin meneriaki ke tidak tahu diri-an Rey yang percaya diri memperkenalkan hasil kerja keras Anantha sebagai bagian produk digital termutakhir milik perusahaan besar Tarantula.     

"Dasar Gila!!" Anantha masih sempat meloloskan satu lolongan makian setelah menggigit jemari Herry, "Tidak tahu malu..!" lolongan wajar untuk orang yang merasa tertipu. Dengan kesabaran Herry pada akhirnya berhasil mengunci Anantha di dalam mobil, kakak ipar tuannya spontan merubah ekspresi raut wajahnya, 180 derajat.     

"Aku sudah puas, terima kasih kamu benar-benar sabar menghadapiku," Anantha tersenyum pada Herry yang meliriknya dari spion mobil di atas kepala. Herry hanya berdehem ringan. Sungguh sialan, ajudan dengan pembawaan tenang tersebut melihat bekas merah pada jari kelingking dan jari telunjuknya, sebab di hadiahi gigitan oleh Anantha.     

"Aku bakal menyesal kalau aku tak gila malam ini, aku sudah menahannya berbulan-bulan. Rasanya sangat menyenangkan, diriku semakin bersemangat untuk bersaing dengan produk buatanku sendiri," Anantha masih saja bicara tanpa arah, hingga Surya akhirnya menyapa mereka.     

Herry, si pengemudi tersebut buru-buru memulangkan putra sulung Lesmana dari pada memulangkan Surya terlebih dahulu, bukan karena Anantha lebih jauh atau perlintasan rumah surya tak searah. Akan tetapi, sebab p Herry tak sanggup lagi mendengarkan celoteh Anantha yang berbangga membuat kekacauan gila pada presentasi Rey putra Tarantula.     

Surya tertangkap begitu sabar menanggapi putra sulung Lesmana, "Setelah kejadian malam ini anda sebaiknya berpikir ulang untuk melakukan hal-hal di luar kendali," Surya seperti malaikat yang menjelma menjadi seorang kakak. Padahal Jika diperhatikan, tampaknya Anantha lebih tua daripada Surya. Bedanya Anantha belum juga menikah.     

.     

.     

Sesampainya di rumah Ayah Lesmana, buru-buru Herry memacu mobilnya untuk pergi menjauh dari pria berisik tersebut.     

.     

Anantha masuk ke dalam rumah, melepas bajunya yang berharga puluhan juta -di siapkan oleh adik ipar, Mahendra-. Membersihkan dirinya, dan mencari-cari makanan di dapur.     

Baru juga dia menyendok tiga suap nasi ke dalam mulutnya. Ia mengingat si bungsu, Aruna, yang detik ini tidur di kamarnya. Pantas Aruna dititipkan sementara di rumah Ayah Lesmana. Perkenalan sengit dengan Tarantula membuat Anantha sadar, ada yang harus dipulangkan sementara supaya kehamilannya berjalan dengan lancar dan damai.     

Tiba-tiba saja segala hal yang dulu tidak bisa dimengerti oleh Anantha, yaitu isi kepala adik iparnya. Kini hampir semua keputusan-keputusan Hendra menjadi benar di matanya.     

Anantha buru-buru mengosongkan piringnya, membuat sendokkan sendokkan besar, dan mendesakkan suapan tersebut ke mulutnya secara cepat.     

Lalu pria ini memutuskan menaiki tangga, yang berujung di depan kamarnya sendiri, mengetuk-ngetuk pintu Aruna.     

Tak ada jawaban, Anantha mengerutkan keningnya. Lalu mencoba mendorong perlahan dan berhasil. Pria tersebut sempat tertangkap menyajikan raut muka tak percaya melihat kamar si bungsu kosong melompong.     

Rumah Lesmana gaduh seketika, bukan hanya membangunkan Ayah dan bunda indah. Bayi kecil Alan ikut terbangun sebab Anantha juga menggedor-gedor pintu Aditya dan Aliana.     

"ke mana Aruna?" pertanyaannya masih sama dan semua orang tidak bisa menjawabnya.     

"yang benar saja! tidak ada yang tahu ke mana dia pergi!" suara Anantha naik turun ngos-ngosan.     

"sudah, tenang.. adikmu bukan anak kecil lagi, dia pergi bersama ajudannya," kalimat Ayah terdengar sangat bijaksana menanggapi kepergian Aruna.     

Anantha otomatis membuat panggilan untuk adiknya, hasilnya nihil.     

"Tadi dia pergi terburu-buru, bahkan aku dan Bik linda menatapnya, tapi tidak mendapatkan perhatian sama sekali," ini suara Aliana menjelaskan kronologi kepergian Aruna.     

"aduh.. lalu Aruna pergi ke mana?" tanda tanya berikutnya, yang diusung Anantha, lagi-lagi hening tanpa jawaban.     

Kakak laki-laki Aruna memutuskan menghubungi Mahendra, anehnya pria ini sama sekali tidak pernah menjawab panggilan darinya.     

Dengan tegas Lesmana meredam gejolak Anantha, ada ajudan yang menjaga adiknya. Para ajudan Djoyodiningrat terkenal setia serta kompeten.     

Semalaman Anantha tidak bisa tidur. Pagi harinya sang kakak  memberanikan diri bertamu di rumah induk. Dia takut terjadi apa-apa kepada adiknya. Anantha harus tahu ke mana perginya Aruna sejak semalaman. Supaya benaknya tenang dan pikirannya tidak melayang-layang.     

***     

Mahendra yang membabi buta melempar kemarahannya pada pintu terkunci, secara berapi-api tersebut hanya seorang saja yang berani datanginya, sekaligus menghentikannya, orang tersebut adalah Andos, sekretaris sang kakek.     

Lelaki tinggi besar tersebut, Mengatakan bahwa Anna tak pulang sejak semalam, nafas Mahendra masih naik turun, lalu dia melangkah cepat menyusuri lorong rumah induk. Memanggil anak buahnya guna menyusun sederet perintah dengan makna sama, cari sampai dapat perempuan bernama Anna.      

Anehnya, belum lama Herry dan Alvin menghilang dari hadapannya, dua ajudan tersebut kembali menyapa tuan muda Djayadiningrat.     

Herry mendapatkan informasi, bahwa Vian meringkus Anna serta Leona di bandara internasional.     

Jelas lelaki permata biru menaiki tangga, setengah berlari membuka pintu kamar pribadinya dengan sang istri.     

Tanpa menyapa sang istri yang saat ini sedang duduk di depan cermin -dibantu Tika dan Ratna mengeringkan rambut serta merias diri perempuan hamil-     

Mahendra tertangkap memasuki ruang display baju, meraih coatnya, Tanpa sempat berganti pakaian.     

Mahendra bahkan tidak menyapa istrinya tatkala keluar dari ruang baju. Bersungut-sungut membuka pintu kamarnya lalu bergegas menuju lantai pertama, meminta Herry membawanya menemui Vian di lantai D.     

"Hendra.." Hendra tidak mendengar panggilan istrinya yang ikut tertatih-tatih memburu langkahnya.     

"Hen.." Mahendra bercakap cepat dengan Herry. Lalu terhuyung-huyung menyusuri lorong menuju pintu keluar rumah induk.     

"Hendra…!" Aruna memekik memanggilnya.     

Akhirnya si mata biru menoleh, tepat ketika Anantha memasuki rumah Megah Djoyodiningrat.     

"huuuh Aruna.. dek, kalau kamu pulang ke rumah suami mau, beri tahu Kakak, minimal salah satu dari Ayah atau ibu," Aruna menelan kemarahannya sebab mendapati kakaknya sudah berdiri di balik punggung sang suami yang menyajikan gelagat akan lari dari janjinya mempertemukan dirinya dengan Thomas.     

Thomas, masih nama tersebut yang berada di kepala Aruna.      

Anna, dan perempuan sialan tersebut yang berada di kepala Mahendra. Perempuan yang berani menjebaknya di tengah kericuhan semalam.     

Syukur lah, Aruna akhirnya ditemukan, itulah isi kepala Anantha. Menghembuskan nafas lega. Adiknya ada di depan mata.     

Tiga orang ini berdiri dalam satu garis lurus. Saling menatap satu sama lain. Hingga salah satu dari mereka menegaskan diri.     

"Kak.. amankan istriku.. bawa dia pulang ke rumah Ayah, Aku mohon bantuanmu, ada yang harus aku bereskan, dan aku tidak tahu rumah ini aman atau tidak untuknya," kalimat Mahendra didorong oleh kejadian kemarin, tatkala ia menangkap dua orang asisten rumah induk yang menghimpun barang-barang mewah berbau pelaku yang berani mengusik selamatan nona muda keluarga Djoyodiningrat. Sertaasisten yang menekuk kakinya, berlutut minta ampun ketahuan bahwa dia menjalankan transaksi suap menyuap dengan istrinya sendiri.     

Seolah memahami seluruh isi hati Mahendra, Anantha mengangguk mengiyakan, berjalan mendekati adik bungsunya.     

Aruna tidak bisa berkutik, dia tidak mungkin mempertontonkan pertengkaran di depan sang kakak. Padahal detik ini Aruna sedang ingin marah, semarah marahnya. Mahendra melanggar janjinya, ia tidak mempertemukan  dirinya dengan Thomas.     

"Thomas, aku menagihmu.." Aruna mengucapkan kalimat ini sambil menahan nafas.     

Mahendra mendekati sang istri, "Anna," sebuah nama yang mampu menyajikan bulatan penuh mata coklat, "aku akan membuat perhitungan dengannya, selepas itu kamu bisa bertemu Thomas," kalimat Mahendra tak seperti biasanya. Kalimat ini tidak diliputi suara lembut yang biasa dihantarkan kepada sang istri.     

Intonasi Mahendra tegas, melambangkan hatinya yang sedang gusar berapi-api.     

"tidak ada kalimat tanya untuk perempuan yang percaya," Mahendra menyebutkan mantranya, "turuti permintaanku, pulang bersama kakakmu, ke rumah Ayah,"     

Bersama langkah kaki yang diusung Mahendra, bibir Aruna menggigil dan ingin menangis. Perempuan ini menggigitnya kuat-kuat. Sejalan kemudian sang kakak merangkulnya untuk pulang ke rumah Ayah Lesmana.     

"Aruna.. dek.. bersabarlah.. tanggung jawab suamimu sangat besar.." sepanjang perjalanan, Anantha mengemudikan mobil sembari menyanjung nyanjung Mahendra. Adik ipar yang baru diketahui pengaruhnya di kalangan para pebisnis kelas atas negeri ini.     

Sedangkan perempuan hamil hanya mampu melempar pandangannya ke arah jendela kaca. Mengamati panorama kota metropolitan yang penuh sesak seperti rasa di dadanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.