Ciuman Pertama Aruna

III-222. Intonasi Kacau



III-222. Intonasi Kacau

0"Begitu ya.." Aruna mulai mengumpulkan kepercayaan dirinya pada detik ini. Perempuan ini juga mengimajinasikan sebuah adegan, yang mungkin bisa dia usahakan untuk merayu Mahendra.     

Perlukah dia menangis? Atau mungkin pura-pura perutnya sakit? Lagi-lagi memanfaatkan keberadaan bayinya? Ataukah dia perlu memberi asupan malam yang panas?, Aruna sendiri tidak tahu bagian mana yang bisa membuatnya di izinkan menemui Thomas.     

Bagaimana kalau Mahendra mempertanyakan, dari mana dia mengenal Thomas?, Kemudian Aruna bercerita dengan beribu pertanyaan, yang berakhir Blunder dan malah mendorongnya untuk mengikuti sudut pandang Hendra.      

"Saya angkat tangan.. kalau harus membawa anda menemui Thomas. Suami anda sangat sulit di pahami. Terlalu rumit, mustahil memprediksi sisi benar dan salah dalam sudut pandangnya," Vian benar-benar mengangkat tangannya.     

"Andai ternyata yang aku lakukan masuk kategori salah dalam sudut pandangnya, aku akan berakhir sama seperti Leo dan Thomas," Leona di pulangkan ke luar negeri dan tidak di izinkan kembali ke Indonesia. Thomas mendekam di ruang bawah tanah dan di biarkan sampai Mahendra sendiri yang punya niat untuk menemuinya.      

"Baiklah.. aku akan coba merayu Hendra," kalimat ini mendorong orang di hadapan Aruna saling menatap dan melempar senyuman.     

Sepertinya, ini senyum pertama yang di lemparkan oleh Kiki dan Vian. Sebab selepas wajah mereka bertemu, tiba-tiba keduanya menyajikan ekspresi canggung.      

.     

.     

"Hari ini saya menemukan banyak hal. Kami sudah berhasil memindai wajah, walaupun belum tentu orang itu yang menganiaya anda, nona. Tapi pembawa motif sudah kita kunci. Andai anda bisa menemui Thomas bersama suami anda, aku yakin semuanya akan lebih mudah untuk di ungkap. Selepas ini, tim saya sendiri yang akan membunuh tindak kering Anna (tindakan dengan menggunakan tangan orang lain sebagai perantara)" Pernyataan panjang ini, Vian ucapkan sebelum jendela kaca mobil Aruna di naikkan.      

"Semoga keterangan ku bisa mempermudah pekerjaan mu. Oh ya satu lagi.. Aku tidak akan mengungkap pertemuan kita pada suamiku," Vian mengangguk ringan mendengarkan kalimat Aruna.      

Beberapa saat setelah Vian menggeser dirinya dari jendela mobil Aruna, perempuan tersebut mengeluarkan sedikit kepalanya, melambaikan tangan pada Kiki, "Jangan khawatir, aku akan memberimu pekerjaan yang lebih baik. Selepas ini kita berkomunikasi via.." Aruna mengangkat handphonenya. Menunjukkan bahwa dia pasti akan menghubungi Kihrani.      

.     

.     

Ketika langit malam kian pekat, jalanan yang biasanya di penuhi lalu lalang kendaraan, kini terlihat lenggang. Perempuan hamil tersebut masih berada di punggung jalan. Melesat bersama laju mobil yang menghempas udara dingin malam.     

Aruna meminta ajudannya menghubungi Herry, sedangkan dirinya sendiri mencoba menghubungi suaminya.     

"Nona, Herry tidak mengangkat telepon dari saya,"      

"Huuuss!" Aruna meminta ajudannya diam sebab panggilannya untuk sang suami di angkat.      

[Hallo.. Hen..] tidak ada jawaban padahal jelas-jelas panggilan tersebut di terima.      

[Ada yang kangen Daddy nih..,] Aruna mencoba merayu seseorang yang ada di ujung sana.      

[Hallo.. Aku benar-benar ingin ketemu..] Aruna melembutkan suaranya.      

[Hai.. ]     

Deg      

Deg     

[Em.. ini benar handphone Hendra? Apa kamu karyawan.. em.. ajudan.. atau.. e..??]     

[Aku.. huuh.. hiks.. hiks..] suara perempuan di ujung sana menangis.     

Mata Aruna mengerjap beberapa kali      

[Em.. Apa kamu tahu di mana suamiku?]     

[Dia baru saja tidur bersamaku, tapi tiba-tiba pergi begitu saja.. bahkan Mahendra sempat menganiaya ku!] suara perempuan di ujung sana berintonasi kacau. Tertangkap ada kesan kecewa bercampur dendam, dan terdengar seperti sedang merutuki diri sendiri.     

Aruna mencoba menenangkan diri, [Jadi saat ini Hendra tidak bersamamu?]     

[Mungkin dia sedang pergi ke tempat istrinya, lalu memohon-mohon agar di ampuni, uuch.. Hadyan bodoh!!]     

Aruna lekas mematikan handphonenya. Perempuan tersebut meletakkan punggungnya di sandaran sofa. Suara di ujung sana benar-benar terdengar sedang kacau.      

Aruna mengucapkan kata Daddy dan suamiku. Akan tetapi kalimat yang di usung suara perempuan dari balik panggilan telepon, adalah penghinaan pemilik handphone itu sendiri -alias Mahendra. Lantas ia berkata 'Pergi ketempat istrinya, memohon-mohon agar di ampuni' jelas, antara mabuk atau memang benar-benar dalam kondisi kalut. Hingga di akhir kalimatnya, perempuan yang memanggil suaminya dengan sebutan Hadyan menunjukkan ketidak-tahuan, bahwa yang menelepon itu adalah istrinya sendiri (Aruna).      

"Nona Herry baru saja memberi jawaban, tuan tidur di rumah induk malam ini, kita.."     

"Kita pulang ke rumah induk," tegas keputusan Aruna.     

"Tapi ini terlalu malam nona,"     

"Baby ku merindukan ayahnya, anggap saja aku sedang mengidam,"      

Alvin mengangguk, tidak lagi mendebat.      

Perjalanan malam hari menemui tuan muda dengan alasan ngidam[1] entah alasan tersebut benar-benar real atau tidak. Alvin sendiri tidak tahu, untuk itu ajudan tersebut mengikuti saja permintaan Aruna.      

***     

"Mengapa kamu tidak mencoba sesuatu yang lebih em.. extreme mungkin?".     

"Maksudmu Bomb?" sahut Vian penasaran.     

"Kalau aku jadi kamu dan aku punya teman seperti Thomas. Aku akan mendatanginya, lalu langsung memukul mukanya BAM!" Kiki memperagakan dirinya menonjok sesuatu. Walaupun itu sekedar imajinasi tapi tenaganya benar-benar terlihat nyata.     

Vian terkekeh menatapnya.     

"Aku tidak sedang bercanda.." Kiki meluruskan apa yang ada di isi kepalanya supaya Vian mengerti. "..Andaikan aku mengenal Thomas lebih lama, atau mungkin teman masa kecil yang punya ikatan kuat. Aku akan tersinggung ketika temanku tidak bisa mempercayaiku," sejalan dengan raut wajah Kiki yang berubah ketika menjelaskan sudut pandangnya. Pandangan mata Vian ke arah Bomb berubah kian sendu.     

"Sejak awal.. maksudku, terlepas kita sering bertengkar dan selalu salah paham. Aku melihatmu benar-benar tulus ingin menolong Thomas, terlebih malam ini. Aku yakin, kamu bisa saja menyerahkan Thomas kepada suami nona Aruna sejak hari pertama dia di tangkap. Tapi kau tidak melakukannya.. artinya, kamu masih punya hati yang luas terhadap sahabatmu," monolog Kiki di ucapkan dengan ritme terputus-putus. Akan tetapi keduanya sadar inti kalimat tersebut cukup dalam untuk di renungkan bersama.     

"Tinggal kau pertanyakan pada Thomas, mengapa dia tidak memiliki kepercayaan diri untuk meletakkan keselamatannya di tanganmu?!. Apakah karena dia benar-benar tidak percaya padamu? Atau karena.. em.. tadi kau bilang ruang kerjamu -bukan, yang di hancurkan?"     

"Mungkin Thomas merasa bersalah padaku dan tak mau merepotkan ku?" sahut Vian sedikit ragu.     

"Bisa jadi.." Kiki menjawab keraguan Vian.     

"Sialan anak itu.." Kiki menarik bibirnya tersenyum mendengarkan umpatan Vian.      

"Thomas sangat tertutup.. apakah ucapanku benar?" Kiki hanya membuat dugaan. Dan tertegun melihat ekspresi wajah Vian. Sepertinya dugaannya tidak meleset.      

"Dan teguh pada kemauannya, sedikit menyebalkan.. tapi dia saudara yang baik," ujar Vian mengingat perjalanannya tumbuh bersama Thomas.      

.     

.     

"Bruak" pintu berwarna putih di buka kasar oleh pria berjaket bomber army. Warna yang sangat mencolok untuk ruangan serba putih. Sesaat berikutnya, si bomber army tertangkap menarik kerah leher pria berbaju putih.      

"Bugh" pukulan mendarat pada lelaki yang kini tersungkur di lantai. Pria berambut panjang melebihi bahu yang baru mendapatkan hantaman menyibak rambutnya. Detik berikutnya memeriksa sudut bibirnya dengan ibu jari. Dia mendapati merah darah di jarinya.      

"Ayo kita bergulat, siapa yang kalah harus mengikuti permintaan yang menang. Anggap saja kita sedang bermain adu panco seperti dulu.."      

.     

[1] ngidam istilah untuk menggambarkan kondisi ibu hamil yang menginginkan makanan atau minuman tertentu. Kondisi ini yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, para ahli kesehatan sepakat bahwa perubahan hormon yang terjadi sangat cepat selama kehamilan adalah salah satu faktor penyebabnya.     

.     

.     

>>>     

Hai readers salam hormat dari saya, penulis Ciuman Pertama Aruna.     

Terima kasih banyak untuk pembaca yang telah berkenan membeli previllage hingga 35 BAB. Sesuai yang tertera dalam penawaran previllage kami akan mengirimkan free Calender tema Ciuman Pertama Aruna 2021 bagi anda.      

Bagaimana caranya supaya saya bisa terkoneksi dengan anda:     

1. Screenshots bukti pembelian previllage tersebut     

2. Kirim ke nomor handphone 0812 1638 0697 atau instagram @bluehadyan     

3. Dengan format Nama; alamat; no handphone     

4. Untuk jarak jauh ada subsidi ongkir     

5. Pengiriman Calender tema Ciuman Pertama Aruna 2020 di lakukan ketika calender telah jadi bisa di pertengahan bahkan akhir bulan Desember     

6. Jika menemui kendala silahkan hubungi nomor di atas atau DM Instagram     

^-^ selamat membaca semoga saya dan anda tumbuh bersama. ^^     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.