Ciuman Pertama Aruna

III-201. Struktur Wajah



III-201. Struktur Wajah

0Ruang di bawah hotel bintang lima menyala terang benderang. Seorang pria berwajah kecil dan hidung lancip tertangkap baru saja keluar dari lift. Dia berlari melintasi lorong, tak butuh waktu lama pria tersebut telah sampai pada ruang yang menyajikan sekelompok orang. kumpulan orang yang tengah bekerja keras mencocokkan kontur wajah ratusan orang dengan sebuah aplikasi buatan yang di desain khusus.     

Si pelari menyentuh lengan lelaki berkacamata, pimpinan para pekerja, dia memperlihatkan tablet 10 inch yang menyajikan berbagai reka adegan penyerangan istri pimpinan termasuk sketsa. Selama ini hal tersebut tidak pernah di lakukan oleh penyidik yang berada di bawah naungan Vian.     

Vian baru di izinkan menjalankan penyelidikan tersebut secara mendetail. Dan izin tersebut baru turun kemarin, setelah presdir akhirnya memberikan mandatnya.     

Vian di beri akses melangsungkan reka adegan dan boleh mengeksplor tempat kejadian secara mendetail, akan tetapi tidak di izinkan mewawancarai korban. Modal Vian di cukupkan beberapa wawancara selepas kejadian, maupun orang-orang sebelum kejadian. Modal yang lain adalah sekumpulan foto yang di ambil timnya sendiri.     

Hingga perdebatan sengit dengan teramat berani Vian gulirkan. Beberapa jam yang lalu Vian -pimpinan divisi penyidik bentukan tetua Wiryo yang biasa menyelidiki gerak-gerik penyelewengan pejabat tinggi DM grup- menelepon Mahendra, ia yang mendapat tantangan baru mengungkap pelaku penyerangan istri tuannya. secara lantang menggagap gila keputusan lelaki bermata biru yang melarang siapa pun mewawancarai sang korban.     

Mahendra bersikukuh tidak ada yang di perbolehkan mengusik hati istrinya dengan menggugah kenangan pahit. Bagi Vian alasan Mahendra tak masuk akal dan tak layak di terima. bukankah mendapatkan informasi dari korban apalagi korban masih bisa mengingat kronologi adalah modal besar untuk menyingkap kasus kriminal semacam ini.     

Sayang sekali presdir menjelma menjadi pria yang beberapa tingkat lebih keras kepala dari pada tetua Wiryo. Di akhir teleponnya lelaki pimpinan divisi penyelidikan tersebut, dengan berani mengutarakan kemarahan. "Kau pria gila, isi kepalamu dan perilakumu kontradiktif!" Suara Vian lupa dia bicara dengan siapa.     

"Ya, itu aku. Aku akan mengatakan Tidak, terlebih jika itu kebaikan untuk istriku," Vian hampir membanting Handphone nya setelah mendengar jawaban Mahendra yang konsisten tak dapat di bujuk.     

.     

.     

Mengingat mereka harus bekerja cepat sebelum semua masalah menjadi hambar, Vian memutar otak, meminta anak buahnya mengaku sebagai detektif bayaran lelaki bermata biru dan akhirnya mendapat izin membaca wawancara yang di lakukan pihak kepolisian terhadap nonanya. Lagi dan lagi nona meyakini penyerangnya ialah sosok perempuan, di dukung dengan suara perempuan, suara dalam gelap.     

.     

Tepat di malam ini pencarian menguras pikiran tersebut terpecahkan, Vian mengutarakan segala hal yang dia temukan. Setelah reka adegan di ruangan nona, Vian dan timnya menguji hipotesis Mahendra. Dia mencari setip detail termasuk siapa yang berjaga sebagai petugas kebersihan toilet tempat di temukan Wig pada tong sampahnya. Vian sendiri yang memimpin interogasi dan menanyakan detail ingatan petugas tersebut.     

"Pradita.. pelakunya 90% merujuk pada seorang lelaki," ujar Vian, meletakkan tablet di meja Pradita. Vian menunjukkan gambar kontur wajah hasil deskripsi yang masih tersisa pada ingatan petugas toilet.     

Setelah petugas tersebut mencoba mengingat malam kejadian dia akhirnya menyadari; sekian menit selepas kepulangan para karyawan lantai 5 atau kantor pusat DM grup. Si petugas mendapati perempuan memasuki toilet pria, petugas tersebut mengira perempuan dengan ciri-ciri berambut panjang dan bergelombang pada ujungnya adalah seorang trans gender. Petugas kebersihan baru menyadari bahwa perempuan berpostur pria tersebut tidak pernah keluar lagi dari toilet. Kemungkinan besar penyamaran benar berlaku, dan hipotesis tuan muda benar adanya.     

Tim Vian berhasil menggambar bentuk struktur wajahnya pelaku versi penyamaran.     

Malam ini dengan aplikasi pemindai khusus, Pradita mencoba mencocokkan wajah seseorang yang pergi dari lantai 5 selepas kejadian. Dengan struktur wajah hasil kerja keras tim Vian. Mereka menghabiskan malam ini tanpa terpejam.     

***     

Seorang pria tampak sibuk mengatur koper, dia membuka kembali koper kecil yang sudah disusun oleh istrinya beserta salah satu asisten rumah induk.     

"vitamin sudah dibawa?"     

"Sudah," kata 'sudah' terdengar begitu jengkel. Pria yang bertanya-tanya kembali memberantakkan isi koper. Tak lama dia meminta asisten rumah tangga bernama Tika untuk menyediakan koper yang lebih besar.     

"aku tidak pergi liburan.. atau pindah rumah, aku pergi ke rumah ayahku dan di sana ada banyak baju lamaku," Aruna protes ketika Mahendra meminta Tika memindahkan baju di dalam koper kecil. Kemudian ditaruh di dalam koper yang lebih besar. Dia juga meminta Tika menambahkan isinya.     

Ternyata bukan sekedar baju yang ditambahkan. pewangi ruangan khusus beraroma terapi yang baru saja dibeli Mahendra, masuk ke dalam koper besar tersebut. Termasuk satu paket minyak terapi dan suplemen. Dan buku-buku kehamilan serta panduan menjadi orang tua di susupkan Mahendra.     

"Tubuhmu kian membesar, mana mungkin bajumu di rumah Ayah Lesmana muat," Mata biru memasang ekspresi serius tanda tidak mau diprotes.     

Padahal Aruna punya tujuan dengan membawa koper kecil, dia menghindari hujan pertanyaan yang akan menyapa dirinya, andai saja salah satu dari oma Sukma dan mami Gayatri tahu Aruna bakal pulang sejenak ke rumah ayah.     

Belum usai pikiran Aruna membuat dugaan, pintu kamar sudah di ketuk seseorang. Tika yang awalnya sibuk pembantu Mahendra paking ulang, berdiri membuka pintu. Lalu terlihatlah ekspresi duka dari Oma Sukma.     

Oma Sukma tidak diizinkan masuk menemui Aruna, Mahendra lah yang berdiri lalu menemui neneknya di luar ruangan.     

Entah apa yang diujarkan Mahendra kepada perempuan paruh baya tersebut. Sehingga, tatkala berpamitan dengan tatapan tulus Oma Sukma dan bunda Gayatri melepas kepergian Aruna secara suka rela.     

Kedua perempuan tersebut memeluk bergantian sebelum menantu keluarga Djayadiningrat masuk ke dalam mobilnya. Dan melambaikan tangan tanda perpisahan.     

.     

.     

Di belakang mobil hitam yang meninggalkan rumah Megah pada lereng perbukitan. Mobil ajudan mengekori mereka, Aruna melempar tatapannya ke jendela. Sejak kepergian dari rumah induk hingga separuh perjalanan, Mahendra lebih sibuk dengan tablet nya dan sebuah stylus pen yang tertangkap bergerak -menciptakan tanda tangan via digital-     

"Hendra, Apakah ajudan yang di belakang ada yang bertugas menjaga Aku di rumah Ayah?" Aruna tahu jawabannya iya. Perempuannya hanya perlu memastikan rumah ayahnya muat.     

"tentu," Mahendra meletakkan stylus pen, "bisa jadi aku juga mengirim Tika atau Ratna untukmu," lelaki bermata biru mengalihkan tatapan matanya dari tablet.     

"tidak perlu.." ucap Aruna.     

"siapa nanti yang akan membantumu mencuci baju? Mandi.. atau make up..? Tidak! Aku akan tetap mengirimkan Ratna," Mahendra menyingkirkan tablet di pangkuannya.     

"Rumah Ayah kecil, aku juga bisa mandi, atau pun pencuci baju, Aku bukan orang berpenyakitan, aku Cuma hamil,"     

"no! Aku tetap tidak setuju! Kau tidak boleh lelah," Mahendra mulai mempertahankan kemauannya.     

"Aku cuma hamil, toh sekarang aku sangat sehat, Ratna ataupun Tika tidak punya tempat buat tidur, mereka tidak bisa tinggal di rumah Ayah," Aruna menghitung jumlah kamar di rumah Ayah Lesmana.     

Kemungkinan kak Anantha bakal tidur di depan ruang televisi bersama ajudan lelaki yang dibawa Mahendra.     

"Kalau begitu Aku mengirimkan Ratna dan Tika " pagi hingga siang atau sore hari, selebihnya mereka bisa kembali ke rumah induk,"     

"Kamu pikir mereka robot? Jarak Rumah Ayah dengan rumah induk itu jauh banget Hendra, percayalah aku baik-baik saja, di rumah ayah ada banyak orang yang siap membantuku,"     

"selepas ini akan aku paksa Ayah kembali ke rumah kalian semula," Mahendra bertekad.     

"Jangan suka memaksakan kehendakmu sendiri, kita tidak tahu kebahagiaan Ayah seperti apa, bisa jadi ayah suka tinggal di rumah yang sekarang," Aruna menatap suaminya lamat-lamat.     

"Iya.." ini suara Mahendra, Aruna masih memicingkan matanya, "iya.. sayang.."     

.     

.     

"kalau begitu aku mau seorang ajudan berdasarkan requestku!" ucapan Aruna tampak bukan sekedar bercanda. Selepas berdebat terkait asisten.     

"siapa Herry? Susi?" tanya Mahendra.     

"bukan, aku mau Alvin," Aruna berbicara dengan nada mantap. Perempuan ini menyembunyikan misinya sendiri.     

"Yang benar saja! aku tidak setuju," tandas Mahendra menepis permintaan istrinya.     

"Alvin tidak bersalah, akulah yang memintanya untuk melepasku malam itu, Alvin sekedar menuruti perintahku," suara Aruna siap mendebat. "seperti Herry yang selalu siap sedia menuruti perintahmu, Alvin juga sedang menuruti perintahku saat itu, Aku mau Alvin berada di dekatku,"     

Mahendra berdehem, melipat kedua tangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.