Ciuman Pertama Aruna

III-199. Trend Terbaru



III-199. Trend Terbaru

0Mahendra baru saja melepas telepon genggam dari kelima jarinya. Smartphone tersebut masuk ke dalam saku celananya. Sebelum berbalik menuju tempat yang seharusnya menunjukkan keberadaan istrinya.      

Lelaki tersebut mengeluh, "Huuh.. Aruna.." mata biru dengan bulu mata lentik memicing, mencari-cari keberadaan istrinya.     

Perempuan hamil yang tampak seperti remaja mungil dengan rambut terurai, dan sebuah jepit pita ceri merah -terselip untuk menyingkirkan poninya- belum terlihat pada jangkauan pengamatan Mahendra.     

Pria tersebut bergerak lambat sambil memutar kepalanya ke segala sisi.     

Langkahnya kian cepat kala istrinya belum juga terlihat, sesekali dia bertanya kepada petugas supermarket.     

-Apakah ada yang menemukan perempuan dengan cardi rajut warna merah? Mereka kompak menggelengkan kepala.      

Hampir saja Mahendra mengeluarkan handphonenya untuk menelepon Aruna. Ternyata, perempuan hamil dengan cardi rajut merah itu nampak berdiri di sana. Mengabaikan semua tatapan asing yang menyoroti caranya menjilati es contong.     

Aruna menikmati minuman dingin dengan rasa manis bertekstur lembut -agak padat  dan bercontong, tepat di depan stand penjual es krim.     

Tentu saja orang merasa aneh, sebab perilaku perempuan mungil tersebut terlalu unik. Kemungkinan besar perempuan hamil itu juga belum membayar es krim yang ia lahap.     

"Duduk dulu baru makan," suara Mahendra menyapa.      

"Hehe," perempuan yang di cari menampilkan ekspresi ceria tanpa dosa. Menunjukkan bahwa dia sudah berhasil menghabiskan 2 jenis es krim.     

"Jangan buat dirimu berantakan, kamu bisa masuk portal online kalau orang lain tahu istri Mahendra berperilaku unik seperti ini," bukannya kesal dimarahi suaminya. Aruna kembali terkekeh.      

Mahendra mengeluarkan sapu tangan, membersihkan sisa-sisa tetesan es krim yang masih melumuri bibir istrinya.     

"Bungkus lain di buang saja!" keluh Mahendra ketika Aruna memasukkan bekas bungkus es krim ke dalam troli mereka.      

"Belum aku bayar," mata coklat tersenyum lebar.      

"Sudah aku duga, huuh.." Mahendra menghela nafas, menggelengkan kepala. Cucu Wiryo yang sempat masuk top five CEO di antara negara-negara serumpun ini. Malah kedapatan memasukkan sampah di dalam troli belanja. "..Kamu tahu sayang, sampah ini penghinaan untuk ku?!"     

"Iih, mudah sekali merasa terhina, kamu tau nggak? Bagaimana caranya supaya hidup kita bahagia?.." Aruna memberi pertanyaan, yang ujung-ujungnya Ia jawab sendiri, "..Jangan mudah merasa tersinggung, apalagi terhina, cuma sampah kecil yang menyangkut di troli, tidak layak menghancurkan suasana hati kita," Perempuan bermata coklat tersenyum menyipitkan mata, lalu memeluk tubuh suaminya dari samping.      

Dan Mahendra bertekuk lutut oleh pernyataan sederhana Aruna.     

Istrinya tidak begitu pandai menyiapkan makanan yang sesuai lidahnya. Sedangkan Hendra seorang lelaki yang pemilih makanan.     

Aruna juga tidak pandai menyiapkan 7 buah benda yang akan di pakai untuk pergi ke kantor. Sepasang sepatu beserta kaos kaki, celana, gesper, jam tangan, dasi, kemeja dan jas.     

7 pilihan benda padu padan yang akan berujung malapetaka, ketika seseorang yang menyiapkan tidak sesuai selera Mahendra.      

Perempuan tersebut juga tidak pandai di atas ranjang. Akan tetapi wajah polos dengan bumbu ekspresi pasrah berpadu raut malu-malu Aruna, membuat Hendra setiap saat terdorong untuk menikmatinya. Tapi bukan hal itu yang membuat Mahendra merasa sulit berjauhan.      

Aruna selalu menyenangkan ketika di ajak bertukar pikiran. Pernyataan-pernyataannya yang tergolong menggelitik dan apa adanya, terlampau sulit di temukan Mahendra pada lingkaran kehidupannya yang minim rekan.     

Istrinya selalu bisa menanggapi sudut pandang Hendra terhadap suatu hal yang terlihat sangat rumit. Tiba-tiba saja semuanya menjadi sederhana, ketika perempuan mungil bermata coklat menyampaikan pendapatnya.      

Perempuannya bukan sekedar istri, dia layaknya sahabat sejati. Pantas,  teman-teman Aruna di lingkaran Surat Ajaib maupun kehidupan perkuliahannya. Selalu mengekspresikan kesan sayang terhadap istrinya.      

Kehidupan Hendra yang terbelenggu oleh karakter angkuh, kaku, serta perfeksionis khas para lelaki Djoyodiningrat lebur dan mencair. Gunung es tersebut meleleh. Seperti hari ini ketika pada akhirnya pria tersebut harus menuruti permintaan Istrinya berkeliling Mall.      

"Apa yang terjadi? Kenapa berhenti?" ini suara Aruna.     

Lelaki yang mendapatkan pertanyaan hanya tersipu malu. Mahendra menarik tangan istrinya.      

"Em.. ukuran di atas 36 D, berenda dan tanpa kawat penyangga," Lugas Hendra berkata kepada pramuniaga.     

Aruna malu sendiri, lelaki bermata biru sibuk memilih sesuatu yang biasa di pakai pada tubuh bagian dalam.      

"Bagaimana dengan ini Tuan?" pramuniaga mengeluarkan beberapa produk terbaiknya.      

"Aku tidak suka warna coklat atau putih, carikan yang hitam atau merah," Mahendra mengajukan permintaan sekali lagi.      

"Baik," pramuniaga tersebut bergegas menyingkir, mencoba mencarikan pilihan lain.     

"Hendra, kamu tidak malu?" sesungguhnya saat ini Aruna lebih kikuk dibanding suaminya.      

"Tidak, Kenapa malu? Aku sudah punya istri, dan Bra miliknya banyak yang tidak bisa di pakai, sebab sedang hamil," detik ini Mahendra seperti berada di dunia lain. Dia lupa dirinya siapa, dan dengan percaya diri membelanjakan kebutuhan istrinya.     

.     

.     

"Kau membuatku merinding," ungkapan Aruna, selepas melihat suaminya membayar satu kantong penuh berisikan dalaman.      

Mahendra mengangkat kantong tersebut dengan bangga.     

"Kamu menggelikan!" ujar Aruna berjalan cepat menuju pintu keluar. Di susul pria yang berjalan tergopoh-gopoh membawa kantong belanja.      

.     

.     

"Well, kita sampai," Mahendra memarkir motor, merundukan tubuhnya, membiarkan Aruna menelungkupkan badan di atas punggungnya.      

Perempuan tersebut nampak lelah berjalan-jalan mengitari Mall, matanya terpejam saat Mahendra membawanya menaiki rooftop.     

Seorang petugas yang di perintahkan menjaga hunian mungil istrinya, termasuk kebersihan outlet Surat Ajaib yang ada di bawah. Sempat menundukkan kepala lalu membantu tuannya membuka pintu. Sayang sekali Aruna belum tahu huniannya sudah di renovasi menjadi rumah mungil yang menakjubkan.      

Perempuan hamil tersebut sudah kehilangan kesadarannya, ketika di letakkan di atas ranjang putih yang ukurannya lebih besar dari pada dulu. Akan tetapi lampu-lampu kecil di atas kamar tidur tetap menghiasi tempat ini.      

Mahendra meletakkan kantong belanjanya. Semua tahu rumah mungil di atas outlet Surat Ajaib hanya terdiri dari dua ruangan.     

Di sisi depan dapur minimalis, bercampur dengan ruang nonton televisi, ruang tamu, termasuk tempat makan bersama.  Sedangkan di sisi belakang, kamar tidur, pada sudutnya terdapat meja belajar dan lemari pakaian. Lalu di sebelahnya ada pintu menuju kamar mandi.     

Mahendra sempat mengeluarkan beberapa benda, sebelum menyiapkan spaghetti yang ingin ia racik.      

Tapi, entah mengapa ia berhenti sejenak. Dia nampak kembali berjalan menuju sisi belakang, kamar istrinya, "Sayang, kamu ingin mandi air hangat?"     

"Hem.." suara timbul tenggelam masih terpejam oleh perempuan hamil.     

"Buka matamu sejenak, kamu tak ingin mandi air hangat dulu, menghilangkan lelah?" tawar Mahendra mendekati tubuh istrinya. Membuka wajah yang tertutup rambut lembut berserakan.      

Mata coklat tersebut terbuka lebar, "Aku ingin mandi keringat," goda perempuan menarik sweater putih yang membungkus suaminya.     

Naik motor dengan kecepatan di atas rata-rata di kala hamil seperti mimpi mustahil yang terwujud. Mahendra sangat posesif terhadap banyak hal, tiba-tiba saja sore tadi dia berubah secara mengejutkan.      

"Hai, bajuku," Aruna malah membuat tarikan lebih kuat. Hendra memukul tangan mungil tersebut Lalu meninggalkannya. Lelaki bermata biru tidak tahu perempuan hamil tengah menekuk wajahnya.      

.     

.     

Aruna baru saja keluar dari kamar mandi, ketika bau spaghetti sudah terbang di udara menyusup ke kamarnya.     

Perempuan terbungkus handuk tersebut. Tiba-tiba saja tersenyum jahil, selepas melihat kantong belanjaan berisikan sesuatu menggelitik.      

Aruna berjalan mendekati kantong itu, dia mengoyak bagian dalamnya dan memilih beberapa. Memakai benda berwarna hitam, hanya bagian yang melindungi dua buah lingkaran dan celana mungil berenda berbentuk segitiga.       

Beberapa kali berputar di depan cermin yang tertempel panjang pada salah satu lemari baju. Perutnya yang menonjol ke depan terlihat menarik di amati. Lepas memutar tubuhnya beberapa lama, dan memutuskan bahwa dirinya yang terbaik.      

Tanpa alas kaki perempuan ini berjalan ke depan.      

"Sudah selesai mandinya? " tampaknya, telinga sensitif Mahendra bahkan mendengarkan sentuhan antara telapak kakinya dengan lantai.      

Pria tersebut masih sibuk fokus merebus sesuatu -entah apa, Mahendra belum berbalik menatap Aruna. Dan perempuan ini berjalan dengan cepat, setengah berlari memeluk dari belakang tubuh suaminya.      

"Jangan mengganggu, tunggulah sebentar kalau kamu lap.. par," Lelaki permata biru baru saja melepas pelukan tangan perempuannya. Lalu berbalik dan dia mengamati hal luar biasa.      

"Gunakan bajumu, atau??" Mahendra tak sanggup melanjutkan ucapannya, dia mengangkat tangannya, -tanda menyerah-.     

Tak lama gerakan tangan tersebut berubah, meminta istrinya menunggu sejenak dan menyingkir. Minimal duduk di sofa, menonton televisi lebih kurang lima menit lagi.      

Dan ternyata perempuan tersebut mengikuti permintaan Hendra. Menonton TV sambil berpose.     

"Aarrgh.. kamu tahu.. Aku bisa lupa makan kalau kamu tidak pakai baju! Pakai bajumu!" perintah Mahendra dengan frustasi.     

"Nggak mau.. aku mau makan tanpa memakai baju," si wanita hamil menjawab dengan santai.     

"Hais! isi perut kita sebentar!".     

"Mengisi perut dengan gaya seksi adalah trend terbaru, hehe.." kilah Aruna.     

"Ah.. terserah lah.. "     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.