Ciuman Pertama Aruna

III-191. Ada Satu Benang Merah



III-191. Ada Satu Benang Merah

0"Anda boleh tak percaya kata-kata saya," pernyataan gadis berambut hitam ini kian mencurigakan bagi Alvin.     

"Seseorang yang menjadi korban percobaan pembunuhan dihukum di bawah sana, di bawah lantai ini, namanya Thomas,"     

spontan Kiki di seret oleh Alvin.     

"ALVIN HENTIKAN!!" Teriak Aruna.     

"Aruna..." Mahendra bangkit dari pembaringan, dia menampakkan kakinya di atas lantai karpet.     

Aruna yang memiliki firasat suaminya akan bangun, serta melihat gadis berambut hitam pekat itu meronta-ronta di tarik Alvin. Merasa ada yang janggal, hingga akhirnya ia membuat keputusan yang aneh.     

"Hen.. em, sayang aku baik-baik saja, tunggu sebentar ya.." Aruna menyambar kartu akses yang biasa di gunakan untuk mengunci pintu hotel.     

Perempuan hamil ini masih mengenakan piyama tidur ketika dia memilih berjalan cepat, memburu langkah Alvin yang konsisten menarik Kiki menuju pintu Lift.     

Mungkin keberuntungan tengah menapaki Aruna atau bisa jadi doa Kihrani terkabulkan. Pintu lift tak kunjung terbuka dan Perempuan hamil berhasil meraih lengan gadis berambut hitam pekat (Kiki).     

"Alvin, lepaskan dia!" pinta Aruna.     

"Tidak nona.. gadis ini terlalu lancang dan sok tahu," Alvin beradu mata dengan nonannya.     

Ajudan tersebut tahu tuannya Mahendra tidak akan suka dengan keputusan sang nona.     

"Aku atau kau yang berhak memerintah?!" Aruna bahkan hampir tak yakin dia bisa mengatakan ini.     

"Ting" pintu lift terbuka namun penuh dengan orang di dalamnya.     

"Ikut aku," Aruna menyeret Kiki menuju lift lain.     

Lift khusus yang biasa digunakan tamu istimewa maupun para pemangku jabatan gedung bertingkat ini.     

"Nona tuan tidak akan suka dengan keputusan anda," Alvin terus memburu langkah Aruna.      

"Nona mohon maaf," Ajudan tersebut menarik tangan Kiki.     

"Tenanglah, aku hanya akan mengantarnya sampai lantai di lobi, Aku bahkan tidak akan keluar dari lift ini, tunggu saja. Percaya padaku Alvin," Aruna menatap tajam sang ajudan.     

Ajudan tersebut seperti tidak punya pilihan selain menuruti permintaan nonanya. Sehingga kini Aruna dan Kiki masuk ke dalam pintu lift terbuka yang kosong hanya untuk mereka berdua.     

Gadis berambut hitam pekat begitu lega punya kesempatan berbicara, dengan salah satu dari seseorang yang mungkin saja bisa membebaskan Thomas.     

Ketika pintu lift perlahan tertutup, Aruna sempat mengangguk sekilas, memberi kode pada Alvin bahwa dia akan memenuhi janjinya, berada di dalam lift lalu kembali naik ke lantai atas.      

Di tempat lain, dari dalam kamar, Mahendra mengetuk pintu.     

Dia merasa yakin bahwa pintu kamar telah di kunci. Lelaki bermata biru memicingkan matanya, ia benci keadaan di detik ini. Bisa-bisanya sang istri membuat keputusan aneh, dengan menguncinya kemudian lari entah kemana.      

Mahendra bergerak menyambar telepon genggam, ia menghubungi Herry dan ajudan yang berada di kamar sebelah dengan nada kesal.     

Dia meminta untuk segera mencarikan kartu akses cadangan guna membuka pintunya. Termasuk mencari tahu kemana istrinya pergi.      

.     

Alvin masih terpaku di sana. Mengamati pintu lift yang perlahan turun menuju lantai pertama.     

Pria itu berharap cemas, karena sang nona adalah perempuan paling berharga di keluarga Djoyodiningrat saat ini. Bukan sekedar karena dia kesayangan tuannya, yang sekaligus menjadi pusat perhatian.     

Kecemasan sang ajudan terhadap Aruna beralasan, yaitu keturunan Djoyodiningrat ada di perut nonanya.      

.     

.     

"Di atas ada CCTV," kalimat pertama yang disampaikan Aruna. "..Kita bicara biasa saja, seolah tidak ada pembicaraan penting," Kiki memundurkan langkahnya. Gadis tersebut menempel di dinding lift.     

Pada akhirnya Aruna juga sama menempel dekat pintu lift. Tapi keduanya berjauhan.     

"Aku yakin setelah ini, suamiku bisa jadi memeriksa CCTV, dan kamu akan di cari kalau kita berdua menunjukkan komunikasi di luar batas," kalimat Aruna mendorong Kiki untuk meliriknya.      

Kiki baru tahu kehidupan seorang nona yang tadi ia lihat begitu sempurna, ternyata punya rasa waspada terhadap suaminya sendiri.      

"Siapa yang berada di bawah sana? Apakah kau pergi ke tempat itu?" suara Aruna rendah tapi bisa di dengarkan oleh Kiki.     

"Seseorang bernama Thomas, nona," ujar Kiki sama rendahnya.      

"Siapa Thomas?" Aruna begitu penasaran tapi dia tidak menolehkan wajah kepada Kiki.      

"Aku tidak tahu siapa dia di kehidupannya yang asli, maksudku.. e'.  Bapak ku menemukan pria hampir mati dengan luka yang amat parah di kakinya, dia hidup di rumah kami cukup lama sampai suatu hari laki-laki itu pergi dan tak pulang. Kemudian sekelompok orang yang mengaku temannya menangkap ku, dan aku menemukan Thomas berada di rumah sakit. Aku begitu terkejut ketika dia mengatakan dirinya tidak akan bisa ditemui," dari luar pintu lift terlihat ada yang menekan tombol untuk masuk. Aruna lekas memencet kode untuk mempertahankan supaya mesin ini hanya untuk dirinya serta gadis bernama Kihrani.      

"Lanjutkan," sahut Aruna.     

"Setelah perpisahan kami di ruang rawat inap rumah sakit, aku sama sekali tak bisa menghubungi dan menemuinya, salah satu temannya mengatakan dia punya kesalahan yang besar,"      

"Seperti apa kesalahannya?" Aruna berada di dinding lift yang lebih dekat dengan tombol pengatur lajunya mesin, yang membawa mereka meluncur ke lobby.     

"Aku tidak tahu nona," Aruna dan Kikii tanpa sengaja saling menatap.     

"Lalu hari ini, aku berkesempatan menemuinya, seseorang yang namanya Vian butuh bantuan supaya Thomas mau buka suara, Thomas..." Kiki melihat nomor lantai menunjukkan tanda bahwa sebentar lagi dia harus pergi.     

"Nona.. Ah' Aku Masih Ingin bercerita poin penting," kalimat ini terdengar resah bercampur dengan ekspresi penuh harap.      

"Lanjutkan ceritamu, kita akan naik satu kali lagi," Aruna coba memberi kesempatan.     

Kiki merubah kisahnya tentang Thomas. Dia mulai sadar bahwa ia harus mengungkapkan sesuatu pada poin-poin penting saja.      

"Aku tidak tahu Thomas punya kesalahan besar apa? Yang aku tahu dia seseorang yang baik. Selama ini pria yang di kira bunuh diri karena berbuat kesalahan, itu semua tidak benar. Tidak mungkin orang yang berjuang untuk menemukan kehidupannya kembali, adalah seseorang yang ingin bunuh diri,"     

"Nona, besok atau lusa Thomas akan menemui suami Anda, tolong.. buat dia selamat.." Kiki perlahan menurunkan tubuhnya, mungkin saja gadis ini ingin berlutut. Dan mata aruna melotot, memberi isyarat supaya dia tetap berdiri tegak.      

"Nona, Aku tidak tahu cara bercerita yang benar. Tapi Thomas mengatakan kepadaku, seseorang yang coba membunuhnya termasuk yang menjadikannya boneka, dia seorang perempuan, yang...  " suara Kiki naik turun.     

Suasana hati dan getaran di seluruh tubuhnya membuatnya bicara dengan terpatah-patah.      

"Tarik nafasmu, kita turun satu kali lagi dan kamu tidak punya waktu banyak. Aku pun juga sama," Aruna menyadari bisa jadi Mahendra sudah mengerahkan ajudannya untuk mencari dirinya.      

"Haah haa...h" Kiki mencoba menetralkan nafasnya, wajah tegang dia pikir hanya akan terjadi pada dirinya.     

Ternyata, nona di hadapannya nampak sama khawatir dengannya. Entah Ia seorang perempuan penting ataukah gadis biasa semacam Kihrani, ternyata keduanya sama-sama punya tantangan dengan porsi yang berbeda.      

"Perempuan yang menjadi dalang pembunuhan Thomas, sangat mustahil di jadikan tersangka. Pria itu tidak punya bukti.. tapi aku tahu pasti, Thomas tidak berbohong nona. Nasib Thomas ada di tangan suami anda, aku tidak tahu apakah menceritakan ini pada anda bisa menolongnya.." suara Kiki kian lama semakin bergetar.     

"Tapi aku yakin anda pasti bisa berbuat sesuatu untuk Thomas, mana mungkin orang yang tidak bersalah harus menerima hukuman," Kiki bergerak mendekati Aruna.      

"Please jangan mendekat, kita bisa di perhatikan lewat CCTV," Aruna berhasil mendorong Kiki berdiri di tempatnya semula.     

Keduanya kini mengamati angka lift yang perlahan berkurang dan turun ke bawah.      

"Temanmu Thomas, mengatakan siapa perempuan yang mencoba membunuhnya?" Aruna menyadari cerita Kiki sedikit mengambang.     

Namun ada satu benang merah, yakni ketidak-beruntungan teman Kihrani yang bernama Thomas. Karena pria itu tidak tahu cara membuktikan kesalahan pelaku kejahatan tersebut.      

"Thomas tidak mengatakan nama," Kiki coba menutup matanya, mengingat tiap kata yang di ucapkan pria tersebut.     

Masih dengan mata tertutup, Kiki mengulangi samar-samar ingatannya, "Perempuan tersebut, terlihat begitu baik. Orang tidak akan pernah membayangkan dia akan tega melakukan hal buruk, terlebih dalang di balik pembunuhan. Dia putri angkat kesayangan ayah," kalimat terakhir Kiki membuat aruna menoleh kepada gadis tersebut.      

"Semua orang di lingkaran kehidupan Thomas mengenal baik perempuan ini, dia juga bekerja sebagai.. em.. sangat dekat dengan suami Anda," monolog Kiki, menggerakkan tubuh Aruna condong kepada gadis tersebut.     

"Nona, orang yang biasa dekat dengan atasannya disebut bekerja sebagai apa ya? Maaf aku lupa,"     

"Sekretaris.. apa dia sekretaris," rasanya seluruh tubuh Aruna di hantam lelah, dan kakinya lemas seketika.      

"Oh' iya.. itu namanya.."     

"Ting!" pintu lift terbuka.       

"ARUNA!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.